Ketakwaan Kepada Allah Dalam Sejarah Hari Raya Idul Adha

  • 09 Agustus 2019
  • REDAKSI
  • 6104

Bagi umat Islam di seluruh penjuru dunia, setiap tanggal 10 Dzulhijjah dalam hitungan tahun Masehi merayakan Hari Raya Idul Adha. Beberapa orang menyebutnya bahwa hari raya tersebut adalah Hari Raya Haji, disebut Hari Raya Haji karena pada tanggal tersebut umat islam sedang melaksankan ibadah haji utama dengan wuquf di padang Arafah. Beberapa juga ada yang menyebut sebagai Hari Raya Qurban, karena pada saat itu umat islam menyembelih binatang qurban dan membagi-bagikan kepada yang berhak menerimanya.

Diketahui, Kurban berasal dari bahasa Arab, ‘’Qurban’’ yang berarti dekat. Kurban dalam islam juga disebut dengan al-udhhiyyah dan adh-dhahiyyah yang berarti binatang sembelihan. Dalil atau hukum yang mendasari adanya perintah ibadah kurban adalah ayat-ayat dalam Al Qur’an dan hadist, antara lain QS.  Al-Kautsar : 1-2 yang berbunyi ‘’Daging-daging kurban dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.’’

Qurban sendiri berawal saat lahirnya Nabi Ismail As mencapai usia remaja. Ayahnya, Nabi Ibrahim as. mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Ismail puteranya. Dan mimpi seorang nabi adalah salah satu dari cara-cara turunnya wahyu Allah, maka perintah yang diterimanya dalam mimpi itu harus dilaksanakan. Nabi Ibrahim as. duduk sejurus termenung memikirkan ujian maha berat yang dihadapi. Sebagai seorang ayah yang dikaruniai seorang putra yang sejak puluhan tahun diharap-harapkan dan didambakan, seorang putra yang diharapkan menjadi pewarisnya dan penyambung kelangsungan keturunannya, tiba-tiba harus dijadikan sebagai qurban.

Tapi sebagai seorang nabi, pesuruh Allah dan pembawa agama yang seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi para pengikutnya dalam bertaat kepada Allah, menjalankan segala perintah-Nya dan menempatkan cintanya kepada Allah di atas cintanya kepada anak, istri, harta benda dan lain-lain. Ia harus melaksanakan perintah Allah yang diwahyukan melalui mimpinya untuk menyembelih putra tercintanya. Ujian yang dihadapi Nabi Ibrahim as. sangat berat, tetapi hal tersebut sesuai dengan firman Allah yang memiliki maksud bahwa ‘’Allah lebih mengetahui di mana dan kepada siapa Dia mengamanatkan risalahnya.’’ Nabi Ibrahim tidak membuang waktu lagi, berazam (niat) tetap akan menyembelih Nabi Ismail as. puteranya, sebagai qurban sesuai dengan perintah Allah yang telah diterimanya.

Setelah itu Nabi Ibrahim berangkat menuju ke Mekkah untuk menemui dan menyampaikan kepada putranya apa yang Allah perintahkan. Ketika sampai ke Mekah, Nabi Ibrahim as. berkata pada putranya, ‘’Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.’’ Nabi Ismail as. sebagai anak sholeh yang sangat taat kepada Allah dan bakti kepada orangtuanya, ketika diberitahu oleh ayahnya maksud kedatangannya kali ini tanpa ragu-ragu dan berpikir panjang berkata kepada ayahnya, Nabi Ibrahim as., ‘’Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu, insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar’’. (QS. As-Saffat : 102).

Ketika itu Nabi Ibrahim kaget, karena keikhlasan anaknya untuk senantiasa menjalankan wahyu dan perintah Allah. Rasa yang berat justru ada di tangan Nabi Ibrahim as. bahkan Nabi Ibrahim selalu diganggu oleh setan agar tidak melaksanakan perintah tersebut. Namun segala godaan setan yang terus mencegah Nabi Ibrahim as. dan Nabi Ismail as. tidak berhasil.

Ketika penyembelihan tiba, diikatlah kedua tangan dan kaki Ismail, dibaringkan di atas lantai, dan diambillah pisau tajam oleh Nabi Ibrahim. Dengan memejamkan matanya, pisau diletakkan pada leher Nabi Ismail as. dan penyembelihan di lakukan. Karena Nabi Ibrahim dan Ismail menunjukkan keteguhan, ketaatan dan kesabaran mereka dalam menjalankan perintah tersebut. Setelah itu Allah menggantikan dengan sembelihan besar, yakni berupa domba jantan dari Surga, yang besar berwarna putih.

Kejadian tersebut merupakan suatu mukjizat dari Allah yang menegaskan bahwa perintah mengorbankan Ismail itu hanya suatu ujian bagi Nabi Ibrahim as. dan Nabi Ismail as. sampai sejauh mana cinta dan taat mereka kepada Allah. Nabi Ibrahim as. telah menunjukkan kesetiaan yang tulus dengan pergorbanan putranya untuk berbakti melaksanakan perintah Allah sedangkan Nabi Ismail as. tidak sedikit pun ragu atau bimbang atas perintah tersebut.

Semoga dari cerita di atas dapat meningkatkan ketakwaan Umat Islam kepada Allah yang maha kuasa. Aamiin.

Sumber : https://muslimobsession.com/awal-mula-qurban-kisah-ketaatan-manusia-kepada-allah/

Reporter : YRS

Editor     : LA_Unda

 


https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id

REDAKSI