Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Prodi Ilmu Komunikasi bersama dengan Mata Kuliah Komunikasi Internasional sukses merampungkan kuliah tamu bertajuk “Praktik Kominter Dalam Diplomasi” (6/5). Acara yang berlangsung daring via Zoom Meeetings tersebut mendatangkan pakar dari Sekretaris Pertama Direktorat Kerja Sama Eksternal ASEAN, Aurora Dwita Pangestu.
Dosen Prodi Ilmu Komunikasi yang juga menjadi MC kegiatan kuliah tamu, Irmasanthi Danadharta, S.Hub.Int., MA memantik acara tersebut dengan memberi beberapa pertanyaan seperti bagaimana apa bekerja sebagai diplomatik serta bagaimana praktiknya.
Audi, sapaan akrabnya, menjawab pertanyaan tersebut secara lugas.
“Bekerja di Kementerian Luar Negeri (Kemlu) tidak hanya menjadi diplomat walau hal tersebut menjadi dominan. Ada bagian administrasi keuangan dan petugas komunikasi. Jadi kami tentu saling bekerja sama,” ungkapnya (6/5)
Terdapat 2 jabatan diplomat yaitu pejabat dinas luar negeri dan pejabat dinas dalam negeri. Diplomat Muda Indonesia tersebut juga membahas apa saja tugas-tugas seorang diplomat.
“Yang pertama, representing. Tentu kami mewakili negara dan kepentingannya ketika di luar negeri. Yang kedua, negotiating. Kami bernegosiasi dengan negara tertentu untuk mencapai tujuan, bisa negara yang sepaham dengan kita atau juga bisa dengan negara yang tidak sepaham lalu kita cari titik tengahnya. Yang ketiga, protecting. Kami juga menjalankan tugas melindungi Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di luar negeri, dan tentu ada batasannya. Keempat, promoting. Kami juga menjelaskan kepada negara tujuan tersebut mengenai keunggulan Negara Indonesia dibandingkan dengan negara lain. Kelima, recording. Kami merekam dan melaporkan tugas yang dijalankan. Keenam, managing. Kami juga mengatur tugas-tugas hingga pelaksanaannya sehari-hari,” jelas Diplomat Muda Indonesia tersebut
Diplomat yang bergabung dengan Kemlu sejak 2010 tersebut juga membahas tentang apa saja kendala yang selama ini dirasakan.
“Perbedaan bahasa dan budaya merupakan hal yang sangat genting. Ketika perwakilan dari Indonesia tidak memahami bahasa negara tujuan maupun translator yang tidak mengerti bahasa kita, sehingga pesan sulit disampaikan dan harus mencari titik tengahnya. Kendala budaya negara tujuan menjadi tantangan tersendiri bagi para diplomat karena harus memahami sejarah negara tersebut,” ujar Audi
Sebagai penutup, audi menjawab salah satu pertanyaan mengenai apakah menjadi diplomat harus menguasai 5 bahasa PBB.
“Komunikasi Internasional menjadi unsur terpenting dalam menyampaikan sebuah pesan kepada negara tujuan. Menjadi nilai plus jika bekerja di Kemlu menguasai lebih dari 1 bahasa asing. Bukan berarti harus menguasai 5 bahasa PBB. Sepertinya rata-rata mahasiswa di Indonesia sudah menguasai Bahasa Inggris, setidaknya literatur yang dibaca menggunakan Bahasa Inggris. Tidak harus high level bahasa inggrisnya, yang penting ide-idenya tersampaikan secara tertulis maupun lisan. Tentunya melek isu Internasional juga menjadi hal terpenting bagi seorang diplomat,” tutupnya (Laras)