Bahasa Daerah di Indonesia Terancam Punah

  • 27 Juli 2021
  • AR
  • 1364

Mempertahankan ragam bahasa ternyata bukan hal yang mudah, keberadaan bahasa daerah di Indonesia kian hari makin tersisihkan, bahkan beberapa terancam punah karena sepi penutur. Data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pun mencatat, setidaknya ada 11 bahasa yang berujung kepunahan dan semuanya berasal dari Indonesia bagian timur, yakni Papua, Papua Barat, Maluku dan Maluku Utara. 

 

Kepunahan suatu bahasa memang tak terjadi secara langsung, melainkan melalui proses yang panjang. Sebelum akhirnya dinyatakan punah, sebuah bahasa akan melalui tahapan mulai dari berpotensi terancam punah, terancam punah, sangat terancam punah, sekarat, dan punah.

 

Menurut salah satu Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjajaran, Cece Sobarna, ada beberapa faktor memicu suatu bahasa daerah di Indonesia dapat terancam punah. Dikutip dari laman resmi Universitas Padjajaran, Sabtu (24/7/2021) ia menyebut ada anggapan bahwa menggunakan bahasa daerah merupakan simbol keterbelakangan dan juga kemiskinan. Sementara untuk kalangan muda, seringkali lahir persepsi tidak gaul saat seseorang menggunakan bahasa daerahnya.

 

"Anggapan itu tentu mengkhawatirkan jika terjadi terus menerus karena akhirnya bahasa daerah akan ditinggalkan oleh penuturnya," ungkap Cece. 

 

Faktor lain yang dapat menyebabkan bahasa daerah di Indonesia terancam punah adalah anggapan bahwa dwibahasa dapat menghalangi proses pendidikan anak. Anak yang mengenal lebih dari satu bahasa akan menghalangi kemajuan proses pendidikannya.

 

“Nah, ini tentu harus diluruskan bahwa tidak seperti itu,” ujar Cece yang juga Kaprodi Doktor Ilmu Sastra FIB Unpad.

 

Penyebab bahasa daerah punah yang lain adalah persaingan bahasa daerah dengan bahasa nasional dan bahasa asing. Hal ini memang tak terelakkan, karena saat ini kita berada di era globalisasi. Namun menurut Cece, kecintaan terhadap budaya harus tetap dipertahankan. Itu mengapa ia menyayangkan penamaan sejumlah tempat di Indonesia yang menggunakan istilah asing, seperti 'market' untuk pasar, atau 'park' untuk taman. Hal tersebut, menurut Cece, bisa menjadi ancaman terhadap bahasa daerah. 

 

"Sebetulnya cukup mengkhawatirkan karena gejala itu memang dirasakan perlahan. Tapi jika tak dipertahankan bisa saja bahasa daerah tinggal sebuah artefak," katanya.

 

Ia pun berharap jika setiap komponen masyarakat dapat berperan untuk mencegah kepunahan bahasa daerah, salah satunya melalui institusi pendidikan. 

 

"Pendidikan punya peran penting mencegah punahnya bahasa daerah. Pendidikan juga mampu meningkatkan minat generasi muda untuk menggunakannya," jelas Cece.

 


https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id

Ria Ayu Oktavia

Jurnalis