Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Gerakan boikot terhadap film horor yang menggunakan unsur religi sedang menjadi viral di media sosial. Belakangan ini, film-film horor Indonesia dikemas dengan memanfaatkan unsur agama yang dianggap telah melecehkan agama dan membuat umat Muslim merasa takut saat beribadah.
Heboh ini dimulai dari poster film Kiblat yang menampilkan seorang wanita dalam posisi rukuk, salah satu gerakan salat, dengan mengenakan mukena. Di beberapa bagian lain, wanita tersebut terlihat dalam posisi kayang. Hal ini menunjukkan gerakan salat tidak sesuai dengan ajaran agama Islam.
Dari gambar poster hingga alur cerita, film-film ini dikritik karena dianggap mempengaruhi penonton untuk semakin ketakutan dan mengurangi minat belajar agama. Namun, pandangan terhadap fenomena ini tidaklah satu sisi. Sebagian menyatakan bahwa film horor juga merupakan karya seni, selama tetap sesuai dengan norma masyarakat dan agama.
Menurut Ismail Abduh, S.Ag, Guru Pendidikan Agama Islam & Budi Pekerti SMA 17 Agustus 1945 (SMATAG) Surabaya menanggapi bahwa di dalam agama memang terdapat keyakinan terhadap hal-hal ghaib, namun penggambarannya tidak boleh berlebihan.
“Sebuah film adalah karya seni yang tetap bisa diterima, selama sesuai dengan norma masyarakat dan adat istiadat. Adapun dalam aspek keagamaan, selama tidak melanggar asas keimanan, film masih bisa diterima, namun harus menghindari unsur-unsur yang terlalu vulgar. Kesadaran beragama juga dapat diperoleh melalui cerita-cerita ghaib,” tandasnya (1/4/24).
Bagi umat Islam, sebagian menyatakan bahwa menonton film horor yang sesuai dengan koridor agama tidaklah masalah. Asalkan tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama, seperti contoh absurd seperti hantu selingkuh dengan manusia hidup.
“Tanggapan sebagai umat Muslim, tidak masalah, selama film horor tetap sesuai dengan norma keimanan. Sebagai contoh, bahwa manusia pada dasarnya masih hidup meskipun telah dimakamkan, hanya saja berada di alam yang berbeda. Di dunia ini adalah alam dunia, sedangkan setelah dimakamkan adalah alam kubur atau alam barzakh. Yang terpenting, film tersebut tidak boleh terlalu vulgar dan tidak boleh bertentangan dengan norma agama, seperti contoh kasus hantu yang berselingkuh dengan manusia hidup,” tegasnya.
Mengenai boikot, menurutnya sebuah bentuk protes yang sah, tetapi sebaiknya ada upaya penyuluhan terlebih dahulu sebelum mengambil tindakan boikot.
“Boikot film adalah bentuk protes yang sah, namun lebih baik memberikan nasihat terlebih dahulu sebelum melakukan boikot. Jika segala sesuatunya berjalan sesuai yang seharusnya, maka tidak perlu melakukan boikot, karena tidak menonton film tersebut juga merupakan bentuk boikot,” ujar Ismail.
Ust. Ismail juga menjelaskan prinsip dalam memilih film, antara lain adalah harus sesuai dengan koridor agama, mendidik, dan memiliki nilai seni yang baik.
“Adapun prinsip dalam memilih film antara lain harus sesuai dengan koridor agama dan tidak melanggar norma agama. Film juga harus bersifat mendidik, khususnya film horor yang memperkenalkan pelajaran tentang keimanan pada hal-hal ghaib yang ada dalam agama. Selain itu, film juga harus memiliki nilai seni yang tinggi, bukan hanya sekadar keperluan bisnis semata. Dengan seni, hidup akan menjadi lebih indah,” jelasnya.
Para pembuat film juga diharapkan memperhatikan isi dan nilai-nilai yang disampaikan dalam karya mereka, serta tetap sesuai dengan norma agama, keimanan, dan masyarakat.
“Harapannya semua pegiat film harus memperhatikan film yang mengandung nilai pendidikan, sesuai dengan norma agama dan keyakinan, serta sesuai dengan norma masyarakat, adat istiadat, dan norma sosial,” imbuh Guru PAI SMATAG Surabaya tersebut.
Dalam hal ini, peran orang tua juga sangat penting dalam mengawasi konten yang dilihat anak-anaknya. Namun, terkadang orang tua tidak sepenuhnya mengerti mengenai konten yang sedang berkembang.
“Orang tua seharusnya mengawasi dan memberikan nasihat mengenai konten apa yang boleh dan tidak boleh dilihat oleh anak-anak mereka. Namun, terkadang orang tua tidak sepenuhnya memahami hal tersebut. Oleh karena itu, diharapkan agar para orang tua selalu mengikuti perkembangan berita,” tutupnya.
Para pemuda pun diharapkan untuk cerdas dalam memilih konten atau film yang mereka tonton, baik itu bermanfaat atau sekedar seni semata. Dengan demikian, mereka dapat menjadi penonton yang cerdas dan terhindar dari konten yang tidak pantas.
Reporter