Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
World Health Organization (WHO) membuat langkah kontroversial dengan melarang penggunaan rokok perasa atau vape, menyatakan bahwa keduanya dapat berdampak lebih parah pada kesehatan paru-paru dibandingkan rokok.
dr. Ristiya Galih Paramita, Dokter Poliklinik YPTA 1945 Surabaya mendukung pernyataan WHO, menyatakan meskipun vape diciptakan sebagai alternatif, asapnya yang berubah menjadi uap tetap dapat merusak paru-paru manusia dan menyebabkan kerusakan seiring waktu.
Menurut dr. Ristiya, belum ada penelitian mendalam tentang dampak vape, menyebabkan minimnya pemahaman akan risikonya. Meskipun penelitian kecil di Indonesia menunjukkan bahwa baik asap rokok maupun vape dapat merusak dan menyebabkan peradangan pada paru-paru.
“Meskipun belum ada penelitian yang mendalam, ada baiknya kita untuk mengurangi penggunaan rokok maupun vape. Karena lebih baik mencegah daripada mengobati,” imbau dr. Ristiya (4/1/24).
Penggunaan vape cenderung menimbulkan risiko kecanduan yang lebih tinggi dibandingkan rokok karena sensasi pada vape menciptakan pengalaman nikmat yang dapat memicu kecanduan. Fakta ini kontras dengan tujuan awal pembuatan vape sebagai alternatif yang lebih aman.
“Untuk dapat dikatakan orang tersebut kecanduan tidak ada kadar atau tingkatan tertentu. Jika sekali seseorang merasakan nikotin berapa persen pun akan memiliki kecenderungan kecanduan,” papar dr. Ristiya.
dr. Ristiya mengungkapkan keprihatinannya terhadap risiko kecanduan vape, terutama di kalangan anak muda. Tingkat rasa ingin tahu yang tinggi pada usia muda dapat mendorong mereka untuk mencoba rokok atau vape, hal ini sebaiknya dihindari karena dampak negatifnya terhadap kesehatan paru-paru.
“Saya harap dengan pernyataan WHO ini, masyarakat dan anak muda bisa lebih peduli terhadap kesehatan paru-paru. Mari kita kuatkan tekad untuk menjadi pribadi yang melek kesehatan paru-paru,” tegasnya (Nabila)