Partai politik memegang peranan strategis sebagai penggerak utama sistem pemerintahan. Namun, tingginya keterlibatan partai politik dalam kasus korupsi membuat publik menuntut pertanggungjawaban yang lebih tegas dan terukur.
Menjawab kekosongan hukum dalam isu ini, Dr. Abd. Manab, S.H., M.H. melalui disertasi doktoralnya di Untag Surabaya, menghadirkan tawaran solusi normatif dan filosofis atas pertanggungjawaban pidana partai politik.
Dalam sidang terbuka Doktor Ilmu Hukum yang digelar Rabu, 18 Juni 2025, di Auditorium Graha Wiyata Lt. 1 Untag Surabaya, Manab mempertahankan disertasinya yang berjudul “Urgensi Pertanggungjawaban Pidana Partai Politik dalam Tindak Pidana Korupsi”. Penelitian menggali akar filosofis dan sosiologis pentingnya pemidanaan terhadap partai politik sebagai badan hukum.
Permasalahan yang diangkat tergolong fundamental. Meski keterlibatan partai politik dalam kasus korupsi kian meningkat, hukum di Indonesia masih belum secara komprehensif mengatur bagaimana partai politik sebagai entitas korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana secara mandiri.
Manab menyoroti kekosongan ini dan menawarkan pendekatan pembaruan hukum berdasarkan filosofi hukum Pancasila dan nilai-nilai tradisional bangsa. Ia menegaskan bahwa partai politik, berdasarkan peraturan perundang-undangan, memiliki kekayaan sendiri, struktur organisasi permanen, dan kemampuan bertindak atas nama institusi ciri khas korporasi.
Berdasarkan hal itu, Abd. Manab mengajukan argumentasi bahwa partai politik seharusnya dapat dimintai pertanggungjawaban pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) maupun KUHP Nasional.
Dengan mengadopsi berbagai teori seperti teori organ, vicarious liability, identifikasi, hingga teori budaya korporasi, Manab menunjukkan bahwa tindakan pengurus partai yang mewakili institusinya dalam tindak pidana korupsi secara langsung mengaitkan partai politik sebagai pelaku korporasi. Pemisahan mutlak antara individu dan entitas dalam konteks korupsi politik justru merugikan rasa keadilan publik.
Beberapa rekomendasi penting yang ditawarkan dalam penelitian ini mencakup:
1. Pembentukan regulasi turunan yang secara teknis mengatur mekanisme pidana bagi partai sebagai badan hukum
2. Reformulasi KUHP dan UU Tipikor agar selaras dengan karakter hukum partai politik
3. Penerapan standar pemidanaan progresif yang mempertimbangkan keadilan sosial dan keterlibatan struktural partai dalam pelanggaran.
Pendekatan Manab yang menggabungkan dimensi filosofis, yuridis, dan sosiologis menjadikan disertasi ini kuat secara akademik dan aplikatif. Baginya, hukum bukan sekadar produk teks perundang-undangan, tetapi bagian dari sistem nilai masyarakat yang hidup dan terus berkembang. Dalam konteks ini, pemidanaan terhadap partai politik dipandang sebagai upaya memulihkan kepercayaan publik terhadap demokrasi, bukan sebagai balas dendam negara.
Ia menegaskan, selama hukum tetap mengabaikan kenyataan bahwa partai politik bisa menjadi aktor utama dalam korupsi institusional, demokrasi hanya akan menjadi panggung legitimasi korupsi berjamaah. Karena itu, pertanggungjawaban pidana harus dibangun tidak hanya dari aspek personal, tetapi juga sistemik.
Penelitian Manab tidak hanya mengkritisi lemahnya regulasi, tetapi juga menawarkan solusi konkret untuk memperkuat mekanisme pertanggungjawaban hukum terhadap partai politik yang terlibat korupsi. Disertasi ini mencerminkan peran Untag Surabaya sebagai institusi yang aktif mendorong reformasi hukum nasional dan memperkuat eksistensinya sebagai pusat keilmuan hukum progresif. (Boby)