Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Dosen Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Untag Surabaya, Doan Widhiandono, S.Sos., M.I.Kom, berhasil memenangkan lomba menulis dalam ajang Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) bertemakan ‘Ancaman Nuklir di Semenanjung Korea Bagi Perdamaian Dunia’. Tulisan berjudul ‘Diplomasi Bunga dan Kedamaian Semenanjung Korea’ berhasil meraih peringkat pertama dari total 590 karya yang diterima.
Lomba ini diikuti oleh peserta dari berbagai latar belakang, termasuk dosen, mahasiswa, dan jurnalis, yang memiliki minat di bidang hubungan internasional dan politik luar negeri. Karya Doan berhasil menonjol di antara ratusan peserta lainnya karena pendekatannya yang unik, mengangkat sisi komunikasi dalam konteks diplomasi dan perdamaian.
Dalam wawancara, Doan Widhiandono menjelaskan motivasi di balik tulisannya. Ia menyoroti pentingnya hubungan diplomatik antara Indonesia dan Korea Utara yang telah terjalin sejak era Presiden Soekarno. Salah satu simbol kedekatan tersebut adalah pemberian bunga anggrek Kimilsungia kepada pemimpin Korea Utara, Kim Il Sung, yang kini menjadi simbol persahabatan kedua negara.
“Diplomasi Bunga yang saya maksud adalah bagaimana Indonesia dapat memainkan peran simbolik dalam menjaga perdamaian di Semenanjung Korea. Hubungan historis Indonesia dengan Korea Utara memberikan kesempatan bagi kita untuk terlibat lebih jauh dalam diplomasi damai di kawasan itu,” ujar Doan (24/10)
Ia juga menekankan pentingnya diplomasi simbolis sebagai strategi komunikasi untuk menyuarakan perdamaian, serta bagaimana Indonesia bisa memanfaatkan posisinya sebagai negara nonblok dengan pendekatan lunak (soft diplomacy) untuk meredakan ketegangan di Semenanjung Korea.
“Konflik di Semenanjung Korea, jika tidak diselesaikan, bisa merembet ke kawasan lain, termasuk Asia Tenggara dan Eropa. Di situlah peran Indonesia penting dalam menjaga stabilitas regional dan global,” tambahnya
Selain itu, Doan juga menyoroti faktor ekonomi yang semakin mendominasi hubungan internasional saat ini, menggantikan perpecahan ideologi yang menjadi alasan utama ketegangan di masa lalu. Ia berpendapat bahwa meski konflik ideologi masih ada, kini faktor ekonomi, seperti perdagangan senjata dan kepentingan pasar, semakin memperumit upaya penyelesaian.
Doan berharap bahwa karya-karya dalam lomba ini, termasuk tulisannya, dapat dibaca oleh para pembuat kebijakan, seperti Kementerian Pertahanan dan Kementerian Luar Negeri, untuk membantu merumuskan strategi politik luar negeri yang lebih proaktif dalam menjaga perdamaian dunia.
“Harapan saya, melalui lomba ini, ide-ide peserta dapat menjadi bahan pertimbangan bagi kebijakan politik luar negeri Indonesia. Indonesia harus tetap bebas aktif, tidak terikat pada blok manapun, tetapi tetap aktif menyuarakan perdamaian dunia. Pada akhirnya, yang menang dalam perang adalah kekuasaan, sementara yang kalah adalah kemanusiaan. Maka, sebelum perang itu pecah, kita harus bisa memaksimalkan diplomasi damai,” tutup Dosen Ilmu Komunikasi Untag Surabaya tersebut
Prestasi yang diraih Doan Widhiandono ini tidak hanya membawa kebanggaan bagi Untag Surabaya, tetapi juga menunjukkan bahwa akademisi Indonesia memiliki peran penting dalam diskusi global mengenai perdamaian dan keamanan. Karyanya diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi banyak pihak untuk lebih aktif dalam menyuarakan perdamaian dunia melalui jalur komunikasi yang kreatif dan efektif.
Berita lengkap mengenai tulisan Doan Widhiandono berjudul ‘Diplomasi Bunga dan Kedamaian Semenanjung Korea’ yang menyoroti ketegangan antara Korea Utara dan Korea Selatan dapat diakses melalui laman https://harian.disway.id/amp/821766/diplomasi-bunga-dan-kedamaian-semenanjung-korea. (Boby)