Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Di era 4.0 ini, orang membutuhkan banyak pengetahuan dan keterampilan untuk membaca bahasa digital. Demikian disampaikan Dr. Merry Fridha Tri Palupi, M.Si., pada Webinar Media Litera - Talk yang diadakan Prodi Ilmu Komunikasi UNTAG Surabaya bersama Departemen Komunikasi Xavier University Ateneo De Cagayan, Filipina.
Dosen Ilmu Komunikasi itu menyampaikan bahwa literasi digital adalah kemampuan menggunakan teknologi untuk mengkomunikasikan konten dan informasi. Kemampuan apa pun berarti memiliki keterampilan kognitif (mental) dan teknis (teknologi). Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi revolusi dalam proses komunikasi antara orang-orang. Kehadiran internet sebagai bentuk media baru menciptakan bentuk komunikasi baru antar manusia.
“Salah satu perubahan terpenting adalah peningkatan interaktivitas dan konektivitas. Aspek interaksi inilah yang menjadi protagonis media baru” ujar Dr. Merry pada Webinar “A Global Dialogue In Celebration Of Xu Development Communication and Communication Studies UNTAG Surabaya In Line With The Mil Week 2022” secara online, Kamis, (27/10).
Sosial media (jejaring sosial) sebagai bentuk media baru telah menjadi fenomena baru di dunia, termasuk Indonesia, dengan meningkatnya jumlah penggunanya. Data Asosiasi Pengguna Internet Indonesia (APJII) Januari 2016 menyebutkan ada 79 juta pengguna media sosial di Indonesia. Jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah dengan bertambahnya fitur media sosial yang tersedia bagi pengguna.
“Sejumlah penelitian tentang alasan penggunaan media sosial menunjukkan perbedaan kebebasan yang dialami pengguna, misalnya ketika mencari informasi alternatif, berkomunikasi dengan rekan yang jauh atau ruang eksistensi diri,” tambahnya.
Sementara itu Amanda Felicia Firdausi salahsatu mahasiswa perwakilan Prodi Ilmu Komunikasi yang menjadi pematari menambahkan bahwa permasalahan keleluasaan berdiskusi di media sosial ini menyiratkan beberapa dampak negatif. Salah satu yang dipotret ialah hadir dan meningkatnya intensitas ujaran kebencian (hate speech).
“Permasalahan ini dilakukan oleh masyarakat digital, yaitu digital natives adalah mereka yang lahir ketika teknologi digital ditemukan dan digital immigrant mereka yang lahir sebelum penemuan teknologi digital harus belajar atau beremigrasi,” Ujar Mahasiswi Ilmu Komunikasi UNTAG Surabaya.
Lebih lanjut, literasi digital memungkinkan masyarakat untuk mengakses, memilah dan memahami berbagai informasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Selain itu, dimungkinkan untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial, pemerintahan, dan politik dengan mengekspresikan keinginan seseorang melalui saluran tertentu, sehingga melalui media digital, masyarakat dapat menyampaikan pandangan dan pendapatnya untuk menjamin keadilan tanpa merugikan pihak lain.
“Masyarakat saat ini bukan hanya pengguna tetapi juga pembuat informasi, yang tidak hanya membutuhkan kemampuan untuk menghasilkan pesan tetapi juga pengetahuan etika. Jadi dalam hal ini, program dari kelompok yang berbeda diumumkan untuk melakukan program bahasa digital untuk kelompok masyarakat dalam menyelanggaarakan kampanye literasi digital meski digalakkan di berbagai kalangan masyarakat. Hal ini diperlukan sebagai langkah yang lebih sistematis untuk mencegah ujaran kebencian terjadi di kemudian hari,” ujar Amanda. (Nabila)