Harga Beras Melejit Naik, Ini Tanggapan Guru Besar FEB Untag Surabaya

  • 26 Februari 2024
  • VaniaS
  • 316

Harga beras di Indonesia melonjak secara signifikan, menyebabkan kekhawatiran di kalangan masyarakat. Lonjakan ini menimbulkan kegelisahan di antara konsumen karena dampaknya yang langsung terasa pada kebutuhan pokok sehari-hari.


Dilansir dari CNN Indonesia, berdasarkan Peraturan Badan Pangan Nasional No 7 Tahun 2023, Harga Eceran Tertinggi (HET) beras berlaku sejak Maret 2023 dengan harga sebagai berikut

 

1. Zona satu, meliputi Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi dengan HET beras medium Rp. 10.900 per kilogram dan beras premium Rp. 13.900 per kilogram

2. Zona dua, meliputi Sumatera (selain Lampung dan Sumsel), Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan dengan HET beras medium Rp. 11.500 per kilogram dan beras premium Rp.14.400 per kilogram.

3. Zona tiga, meliputi Maluku dan Papua, dengan HET beras medium Rp. 11.800 dan beras premium Rp. 14.800 per kilogram.


Menurut Pusat Informasi Harga Pangan Strategi Nasional (PIHPS), pada Jumat (23/2), harga beras dengan kualitas medium dipatok di Rp15.500-Rp15.650 per kilogram. Sementara beras kualitas premium berada di kisaran Rp16.500-Rp17.000 per kilogram. Namun di pasaran, harga beras premium dapat mencapai Rp. 18.000 per kilogram. Harga saat ini jauh melebihi HET yang ditetapkan.


Menyikapi peristiwa ini, Prof. Dr. Slamet Riyadi, M.Si., Ak., CA. seorang pakar ekonomi sekaligus Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Untag Surabaya, memberikan analisis terkait hukum permintaan (demand) dan penawaran (supply) yang menjadi salah satu konsep fundamental yang gunakan dalam bidang ekonomi. 


“Ketika permintaan meningkat, maka supplier akan cenderung menjanjikan dengan harga yang tinggi. Begitu pun juga sebaliknya, jika permintaan menurun, harga pun akan diturunkan, hingga menciptakan titik equilibrium,” jelas Prof. Slamet (23/2).


Titik equilibrium adalah titik pertemuan antara permintaan dengan menawaran. Menurut Prof. Slamet sapaan akrabnya, kenaikan harga beras dipicu oleh tiga faktor, yaitu keterbatasan jumlah supplier, kondisi alam, dan peran distributor.


“Kenaikan harga beras terutama disebabkan oleh keterbatasan penyedia, kondisi alam yang tidak mendukung produksi padi, serta peran distributor yang bisa dimanipulasi. Terlebih lagi, ketika kebutuhan pokok dihubungkan dengan motif politik, situasi ini menjadi semakin tidak stabil,” imbuh Dekan FEB Untag Surabaya tersebut.


Keterbatasan petani dalam hal produksi menyebabkan tidak mampunya mereka memenuhi permintaan yang terus tumbuh di Indonesia, meskipun lahan yang tersedia masih cukup. Oleh karena itu, pemerintah mengambil langkah impor dan juga menggunakan opsi pasar dadakan sebagai solusi. Namun, menurut pakar ekonomi ini, hal ini hanya penyelesaian sementara dan bukan penyelesaian jangka panjang.


“Pemerintah juga harus bijaksana. Impor maupun opsi pasar hanyalah solusi jangka pendek. Mengapa? Karena tidak memberikan kesinambungan, sustainability-nya terganggu. Kekeliruan ini hanya akan memberikan solusi sementara. Namun, masalah serupa kemungkinan besar akan muncul kembali pada hari berikutnya,” tukasnya.


Tugas utama pemerintah adalah menjaga kesejahteraan dan keselamatan masyarakat. Dalam hal ini, pemerintah memiliki kewenangan untuk merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan guna menghadapi lonjakan harga beras. Sebagai regulator, pemerintah memiliki kebijaksanaan dalam mengatur hubungan antara produsen dan konsumen.


“Pemerintah punya hak untuk menentukan harga batas maksimal. Begitu juga harga batas minimal, untuk memenuhi kepentingan maksimal adalah untuk memenuhi kepentingan konsumennya atau pembeli sedangkan harga batas minimal untuk melindungi produsennya. Itu peran pemerintah,” tegasnya.


Pemerintah juga harus mengoptimalkan produksi pertanian dengan memberi peluang kepada petani. Meskipun Indonesia dulu terkenal sebagai negara agraris, kini menghadapi tantangan lahan pertanian yang menyusut akibat pembangunan. Untuk mengatasi ini, pemerintah harus meningkatkan produktivitas petani dengan teknologi canggih.


“Harapan saya, jika pemerintah ingin keberlangsungan akan kebutuhan pokok khususnya beras, pemerintah harus mengoptimalkan teknologi, memberikan proses pembelajaran kepada para petani, memfasilitasi dengan pengaturannya, konsumen pun akan merasakan sejahtera. Abaikan era politik dulu, bagaimanapun juga masyarakat perlu makan. Kesejahteraan masyarakat di suatu negara adalah kemampuan dia dalam kondisi sehat,” tutup Dekan FEB Untag Surabaya.



https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id

Vania

Reporter