Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Kegiatan menulis memerlukan keterampilan dalam menyusun kata-kata menjadi kalimat yang dapat dipahami oleh pembaca. Di era kemajuan teknologi saat ini, pekerjaan di bidang menulis hampir terancam oleh potensi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI).
Himpunan Mahasiswa Sastra Inggris (Himasi) Untag Surabaya menyelenggarakan seminar bertajuk “Improving Creative Writing Skill In The Modern Era” bertempat di Graha Widya Lt. 2 Untag Surabaya dengan pemateri ahli pada bidang kepenulisan kreatif, Doan Widhiandono, S.Sos., M.I.Kom, Jum’at (20/10).
“Seorang penulis harus memiliki kepekaan terhadap setiap detail kejadian yang menjadi objek tulisan. Kemampuan untuk menceritakan tiap detail tersebut juga penting agar pembaca memahami apa yang sedang terjadi. Instead of telling, i choose showing,” ungkap Dosen Ilmu Komunikasi tersebut (20/10)
Selain membahas kepenulisan kreatif, Wakil Pemimpin Redaksi Harian Disway itu juga membicarakan isu seputar hoax dan perkembangan teknologi, termasuk penggunaan ChatGPT.
“Hoax itu ditunggangi oleh kegelisahan dan emosi. Agar tidak menjadi korban hoax yang terdapat pada berita, maka kita harus memainkan akal. Jangan cari dari satu sumber saja. Cari berita yang serupa di sumber-sumber lain yang kredibel,” imbuhnya
Sebagai konsumen media, pembaca berita harus memiliki keberanian untuk melaporkan media yang diduga melanggar kode etik Dewan Pers, terutama jika pelanggarannya serius seperti fitnah, cabul, sadistis dan penyebaran kebohongan publik.
Kecerdasan buatan seperti ChatGPT, meskipun memudahkan pekerjaan manusia, namun dalam dunia jurnalisme, ChatGPT juga memiliki keterbatasan diantaranya, seperti ketidakmampuannya untuk melakukan wawancara langsung, investigasi lapangan, intuisi, laporan berdasarkan pengalaman pribadi, pengelolaan sumber daya fisik seperti mengedit foto atau video, tidak dapat mempublikasikan berita atau memiliki pengalaman seperti manusia.
“Penting bagi kita sebagai manusia yang memiliki akal dan empati untuk menjaga dan mempertahankan karya tulisan. Saya selalu meyakini bahwa tulisan adalah prasasti, oleh karena itu, saya sangat selektif terhadap hal-hal yang tidak sesuai dengan gaya tulisan saya, terutama jika tulisan tersebut menggunakan nama saya. Saya tidak pernah menggunakan ChatGPT untuk menulis karena tulisan yang dihasilkan bukanlah karya saya. Pertanyaannya adalah, apakah kita bersedia nama kita disematkan pada tulisan yang bukan benar-benar mencerminkan diri kita dan bukan representasi kita?,” ujarnya
Aliyah, seorang Mahasiswa Prodi Sastra Inggris sekaligus peserta seminar, membagikan kesan dan pesannya selama mengikuti seminar.
“Saya merasa senang karena pemateri energik, sehingga kita sebagai peserta tidak merasa bosan. Selain itu, materi yang disampaikan sangat informatif dan banyak hal baru yang kami pelajari,” tutup Mahasiswa semester 3 tersebut. (Laras)