HPN 2025: Ungkap Tantangan Besar Pers dalam Mengawal Kebijakan Ketahanan Pangan

  • 09 Februari 2025
  • VaniaS
  • 79

Tanggal 9 Februari 2025 menjadi momen penting bagi dunia pers Indonesia dengan peringatan Hari Pers Nasional (HPN) yang bertemakan "Pers Mengawal Ketahanan Pangan untuk Kemandirian Bangsa". Tema ini menegaskan betapa pentingnya peran strategis pers dalam memastikan ketahanan pangan sebagai pilar utama bagi kesejahteraan nasional.


Pers dan Amanat Undang-Undang tentang Ketahanan Pangan


Sebelum membahas lebih jauh, kita perlu memahami apa itu ketahanan pangan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan secara cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.


Maka, ketika pers diamanati untuk mengawal ketahanan pangan, tugas utamanya bukan hanya sekadar memberitakan keberhasilan atau kegagalan suatu kebijakan pangan. Pers harus benar-benar memahami bahwa ketahanan pangan adalah amanat negara bagi rakyatnya. Oleh karena itu, materi pemberitaan harus dirancang sedemikian rupa agar tidak hanya menjadi ajang propaganda atau sekadar menyajikan informasi yang sensasional. Sebaliknya, pers harus mampu mengedukasi masyarakat tentang urgensi ketahanan pangan serta bagaimana mereka dapat berperan dalam mencapainya.


Membangun Kesadaran Publik tentang Ketahanan Pangan


Pers harus dapat membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya ketahanan pangan secara sejauh mungkin. Tetapi untuk itu, pers harus mengenali kekuatannya sendiri. Setiap media memiliki segmen audiensnya masing-masing, sehingga mereka perlu menyesuaikan pendekatan yang tepat.


Misalnya, media yang memiliki audiens perempuan dapat berperan dalam meningkatkan kesadaran perempuan terhadap ketahanan pangan, seperti bagaimana mengelola bahan pangan lokal, mengolah makanan yang bergizi, dan memastikan ketersediaan pangan bagi keluarga. Media sosial juga menjadi alat yang sangat berpengaruh dalam mendukung ketahanan pangan, seperti maraknya konten berbagi resep masakan berbasis bahan pangan lokal atau inisiatif komunitas dalam membangun kemandirian pangan.


Namun, pers juga harus melangkah lebih jauh. Dengan memanfaatkan data journalism, pers memiliki kekuatan untuk menyajikan informasi berbasis data yang akurat dan terpercaya. Sementara jurnalisme warga (citizen journalism) memiliki keterbatasan dalam akses ke data yang valid, pers seharusnya mampu mengisi celah ini dengan menyajikan laporan berbasis riset dan data mendalam. 


Contohnya, pers dapat lebih banyak menyoroti bagaimana sistem ketahanan pangan lokal dapat menjadi inspirasi bagi daerah lain, bagaimana rantai pasok pangan bekerja, serta sejauh mana peran pemerintah dalam menjamin ketersediaan pangan melalui kebijakan yang tepat.


Tantangan Pers dalam Mengawal Kebijakan Ketahanan Pangan


Pemberitaan pers sejauh ini sudah belum cukup dalam mendorong kebijakan ketahanan pangan. Pers menghadapi tantangan besar di antara berbagai kepentingan, baik politik, ekonomi, maupun kepentingan pemilik media itu sendiri.


Kita dapat melihat bagaimana program food estate yang digagas pemerintah justru mengancam sumber pangan lokal. Alih-alih meningkatkan ketahanan pangan, kebijakan ini malah menghilangkan sumber daya pangan masyarakat dengan mengubah hutan tropis yang kaya akan biodiversitas menjadi lahan monokultur. Sayangnya, banyak media hanya melaporkan fakta sebatas “lahan ini sudah dialihfungsikan” tanpa menggali lebih dalam dampaknya terhadap ketahanan pangan.


Sebagian kecil media yang cukup berani menyoroti isu ini, namun secara keseluruhan, media arus utama tampaknya masih belum cukup kritis. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa pemilik media sering kali memiliki kepentingan politik atau bisnis yang bertautan dengan kebijakan pemerintah. Akibatnya, jurnalis yang ingin menyuarakan kritik terhadap kebijakan pangan lebih memilih melakukannya secara individu melalui media sosial pribadi ketimbang melalui platform media tempat mereka bekerja.


Harapan untuk Pers di HPN 2025


Pada HPN 2025 ini, harapan besar tertuju pada pers agar dapat kembali menjalankan fungsinya sebagai pilar demokrasi. Pers harus menjadi jembatan antara masyarakat dan pembuat kebijakan, bukan hanya menjadi corong kepentingan tertentu. Untuk itu, pers harus berani kembali ke jalan, menjalin solidaritas, tidak hanya dengan sesama insan pers tetapi juga dengan masyarakat luas.


Pers tidak boleh membatasi dirinya hanya sebagai produsen berita. Justru, pers perlu memperkuat keterlibatan dengan masyarakat, mengembangkan mekanisme di mana pers dan publik dapat bekerja sama dalam membangun kesadaran akan isu-isu penting seperti ketahanan pangan. Kolaborasi dengan dunia pendidikan dan pelatihan jurnalistik bagi masyarakat dapat menjadi langkah awal dalam membentuk publik yang lebih kritis dan sadar akan hak-hak mereka.


Jika isu yang kita bahas adalah kedaulatan pangan, maka kuncinya harus kembali kepada rakyat. Ketahanan pangan seharusnya tidak membuat masyarakat semakin bergantung pada sistem pangan yang instan, melainkan memberdayakan mereka untuk dapat memenuhi kebutuhan pangannya sendiri. 


Oleh karena itu, pers harus tetap gigih melawan kebijakan-kebijakan yang tidak memberikan manfaat signifikan bagi publik dan terus mengawal isu ketahanan pangan dengan penuh tanggung jawab. Sebagai The Fourth Estate atau kekuatan keempat dalam demokrasi, pers harus kembali menemukan keberaniannya.


*) A.A.I. Prihandari Satvikadewi, S.Sos., M.Med.Kom, Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya



https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id

Vania

Reporter