Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Secara geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak di daerah ekuator tepatnya berada pada 11o LS-6o LU dan 95o BT-141o BB. Menurut dosen Politeknik UNTAG Surabaya Indra Budi Hermawan, S.T.,M.T, kondisi tersebut menguntungkan bagi Indonesia menjadi daerah yang surplus radiasi matahari, sehingga pengembangan listrik bertenaga energi surya diyakini sangat potensial.
Berdasarkan letak geografis yang strategis, hampir seluruh daerah di Indonesia berpotensi untuk dikembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan daya rata-rata mencapai 4kWh/m2. Kawasan barat Indonesia memiliki distribusi penyinaran sekitar 4,5 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan 10% sementara kawasan timur Indonesia berpotensi penyinaran sekitar 5,1 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Hal ini perlu dimanfaatkan dengan baik dengan percepatan pembangunan pembangkit listrik tenaga surya di berbagai daerah yang berpotensi di seluruh kawasan Indonesia.
“Untuk itu saya tertarik melakukan penelitian tentang Perbandingan Daya Listrik yang Dihasilkan Panel Surya dengan Menggunakan MPPT Algoritma PnO Terhadap MPPT Kontroler Logika Fuzzy,” kata Indra saat dikonfirmasi warta17agustus.com, Senin (9/10/2017). Penelitian dosen Teknik Listrik Industri tersebut mendapatkan dana hibah dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi melalui skim Penelitian Dosen Pemula (PDP).
Lebih lanjut dia menjelaskan, penelitiannya tersebut fokus membandingkan Maximum Power Point Tracking (MPPT) mana yang lebih efektif dan efisien dalam menghasilkan listrik dari panel surya dengan PnO. Hasil dari penelitian ini adalah menghasilkan alat panel surya yang ditempatkan di area kampus.
“Selama pengamatan akan dilakukan perbaikan-perbaikan. Ini merupakan penelitian awal saja, setelah didapatkan hasilnya akan dilanjutkan dengan penelitian berikutnya,” ungkap dia. Dalam penelitian ini Indra dibantu oleh rekannya Anisa Harum Widya, S.T.,M.T.
Menurut dia, di Indonesia panel surya sudah mulai dimanfaatkan dalam kehidupan sehar-hari, tetapi harganya masih mahal. Hal ini disebabkan karena banyak peralatan untuk pembuatan panel surya didapatkan dengan cara impor.
“Panel surya yang saya buat ini memanfaatkan komponen lokal yang mudah didapatkan sehingga harganya tidak mahal. Selain itu, jika ada kerusakan juga mudah untuk diperbaiki karena kita sendiri yang memilih dan menentukan komponennya,” tegas Indra.