Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Keberadaan teknologi Artificial Intelligence (AI) mampu bertindak dan memikirkan suatu hal layaknya seorang manusia dalam pandangan hukum akan membawa perubahan yang cukup besar. Menanggapi hal ini, Raul Julito Safarrel Gamawanto, mahasiswa Program Studi (Prodi) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untag Surabaya melalui tugas akhirnya melakukan penelitian berjudul ‘Kedudukan Teknologi Artificial Intelligence dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia’.
Penelitian yang dilatarbelakangi oleh pesatnya perkembangan teknologi dan berbagai inovasi karya terbaru yang diciptakan manusia, Raul mengatakan bahwa melalui penelitian ini dirinya dapat meningkatkan efisiensi dalam proses persidangan di Indonesia. Tugas akhirnya bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan mengenai pengaturan dan kedudukan teknologi AI dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.
“Adanya kemajuan teknologi yang sangat signifikan, di Indonesia hal ini kurang dimanfaatkan khususnya pada sistem peradilan pidananya yang mana dalam hal administratif masih menggunakan metode manual. Dalam penggunaannya pada sistem peradilan pidana, AI dinilai dapat memberikan efisiensi waktu pada bidang administrative seperti Panitera dan Sekretaris, namun tidak menutup kemungkinan AI juga dapat membantu Hakim dalam menganalisa pengambilan keputusan,” jelas Raul (15/8).
Didampingi oleh Dosen Pembimbing - Wiwik Afifah, S.Pi., S.H., M.H, mahasiswa alumni SMA 17 Agustus 1945 Surabaya tersebut menggunakan metode penelitian hukum normative (doctrinal research) yang didalamnya menggunakan peraturan perundang-undangan, disertai dengan metode pendekatan Undang-Undang dan metode pendekatan konseptual.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kecocokan atau kesesuaian pada peraturan yang menjelaskan mengenai teknologi AI yaitu pada Pasal 1 Nomor 5 Undang Undang Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang menjelaskan bahwa AI merupakan sebuah elektronik yang dapat mengumpulkan, mengolah, menganalisa, menampilkan, hingga mengirim suatu data elektonik.
“AI tidak memiliki tanggung jawab hukum atas tindakan dari hasil pemakaiannya. Selain itu apabila terjadi kebocoran data maka yang bertanggungjawab adalah agen elektronik sebagaimana telah dijelaskan dalam Pasal 1 Nomor 8 UU ITE,” ujarnya.
Selain itu, Raul berharap negara dapat mengembangkan teknologi AI untuk mewujudkan keadilan.
“Beradaptasi dengan perkembangan itu perlu. Dengan munculnya AI seharusnya negara dapat menangkap momentum untuk melakukan inovasi di bidang hukum terutama dalam kaitannya mewujudkan keadilan lewat AI,” tutup Raul.
Reporter