Kenaikan PPN 12% Langkah Tepat atau Beban Baru?

  • 09 Januari 2025
  • 49

Rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada Januari 2025 menuai banyak pertanyaan. Sebagai salah satu sumber penerimaan negara yang paling signifikan, PPN memiliki kontribusi besar dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dari total APBN 2025 yang diproyeksikan mencapai Rp3.000 triliun, sekitar Rp2.200 triliun atau 70%-nya bersumber dari pajak, dan 43% dari penerimaan pajak tersebut berasal dari PPN—setara dengan Rp800 triliun.


Kenaikan 1% pada PPN ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara sebesar Rp75 triliun. Meskipun angka ini tampak menjanjikan, implikasi terhadap ekonomi nasional, khususnya pada masyarakat kelas menengah ke bawah, patut menjadi perhatian serius.


Dampak Kenaikan PPN terhadap Daya Beli Masyarakat


Kenaikan PPN tidak dapat dipandang hanya dari sisi tambahan penerimaan negara. Sebaliknya, dampaknya pada daya beli masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah, bisa signifikan. Dengan pendapatan tetap, kenaikan 1% PPN berarti peningkatan pengeluaran rutin, yang pada akhirnya mengurangi daya beli.


Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa jumlah masyarakat kelas menengah yang turun ke kelas miskin meningkat. Jika kondisi ini diperburuk dengan kenaikan PPN, kelompok masyarakat rentan akan semakin tertekan. Dampaknya akan merembet ke berbagai sektor, termasuk konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.


Pengaruh pada Dunia Usaha


Dari sisi pengusaha, kenaikan PPN tentu akan berimbas pada harga barang dan jasa. Meskipun pengusaha hanya menjadi perantara dalam memungut dan menyetor pajak, daya beli konsumen yang menurun akan memengaruhi penjualan mereka. Pengusaha kecil dan menengah yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional akan merasakan dampak yang paling besar.


Konteks Pemulihan Ekonomi Pasca Pandemi


Saat ini, Indonesia masih dalam tahap pemulihan ekonomi pasca-pandemi COVID-19. Menambah beban ekonomi masyarakat dengan menaikkan PPN berpotensi menghambat proses pemulihan ini. Tekanan baru pada perekonomian dapat mengakibatkan kontraksi yang merugikan, baik bagi masyarakat, pengusaha, maupun pemerintah sendiri.


Pelajaran dari Negara Lain


Beberapa negara telah berhasil mengelola sistem perpajakan mereka dengan lebih baik, tanpa harus membebani masyarakat secara berlebihan. Di Taiwan, misalnya, tarif pajak lebih rendah dibandingkan Indonesia, namun tingkat kepatuhan wajib pajak sangat tinggi. Hal ini terjadi karena sistem yang memungkinkan setiap transaksi terekam secara otomatis dalam data pajak. Pendekatan semacam ini meningkatkan transparansi dan pendapatan negara tanpa harus menaikkan tarif pajak.


Selain itu, ambang batas omzet untuk menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) di luar negeri lebih rendah dibandingkan di Indonesia. Jika di Indonesia ambang batas ini adalah Rp4,8 miliar, di negara lain rata-rata hanya sekitar Rp1,7 miliar. Penurunan ambang batas ini dapat meningkatkan jumlah wajib pajak yang memungut dan menyetor PPN, sehingga pendapatan negara tetap terjaga meskipun tarif pajak diturunkan.


Keadilan dan Pemerataan Pajak


Pajak yang baik adalah pajak yang adil dan merata. Saat ini, masih banyak pihak yang belum patuh membayar pajak, sementara wajib pajak yang taat sering kali menjadi sasaran pemeriksaan ketat. Kondisi ini menciptakan ketidakadilan dalam sistem perpajakan. Dengan memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan, pemerintah dapat mengoptimalkan penerimaan negara tanpa membebani masyarakat yang sudah patuh.


Risiko dan Solusi Alternatif


Kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% mungkin bukan solusi yang tepat untuk meningkatkan penerimaan negara di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih. Kebijakan ini berisiko menekan daya beli masyarakat, mengurangi pendapatan pengusaha, dan memperlambat pemulihan ekonomi. Sebagai alternatif, pemerintah sebaiknya fokus pada peningkatan kepatuhan pajak dan memperluas basis pajak. Dengan langkah-langkah ini, pendapatan negara dapat meningkat secara berkelanjutan tanpa harus membebani masyarakat secara berlebihan.


*) Dr. Muhammad Taufiq Hidayat, SE., MM . Kepala Tax Center Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya dan Dosen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Untag Surabaya


https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id