KUHP Nasional Transformasi Hukum Pidana Menuju Keadilan Restoratif

  • 13 Februari 2025
  • VaniaS
  • 116

Sistem Hukum Indonesia terdiri dari sumber hukum mengikat dan tidak mengikat. Namun, dalam mewujudkan kepastian hukum di masyarakat, hukum yang tertulis yang bersifat mengikat menjadi acuan yang kuat. Dalam hukum pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan sumber hukum pidana utama yang terkodifikasi karena telah menghimpun dan mensistematisasi perbuatan yang tergolong pelanggaran dan kejahatan. 


Kitab Undang-Undang KUHP juga mengatur tentang ketentuan umum yang menjadi pedoman penyelenggaraan buku kedua maupun undang-undang lainnya bidang kepidanaan.


Perubahan Dasar dalam KUHP Baru Dibandingkan KUHP Lama


KUHP Nasional membawa sejumlah perubahan mendasar dibandingkan KUHP lama, antara lain:


1. Tujuan Pemidanaan

KUHP baru mengedepankan upaya pencegahan, tidak hanya bersifat represif seperti KUHP lama. Sementara itu, tujuan pemasyarakatan dan rehabilitasi, serta upaya menciptakan rasa aman dan menimbulkan efek jera, tetap dipertahankan.


2. Penghapusan Kategori Kejahatan dan Pelanggaran

Tidak ada lagi kategori kejahatan dan pelanggaran. Konsep kejahatan sebagai rechtsdelict dan pelanggaran sebagai wetsdelict tidak diterapkan secara konsisten.


3. Rumus Tindak Pidana

Tidak semua aturan dalam KUHP Nasional secara jelas menyebutkan unsur “sengaja”. Sehingga, setiap tindak pidana dianggap dilakukan dengan sengaja, kecuali jika terbukti bahwa perbuatan tersebut terjadi karena unsur kelalaian.


4. Integrasi Hukum yang Hidup (Living Law)

KUHP baru, atau disebut KUHP Nasional, mengakomodir perkembangan hukum pidana di masyarakat atau mengintegrasikan living law dalam aturannya. Namun bukan berarti hukum adat berubah menjadi hukum pidana. Terdapat kriteria khusus sehingga bila ada delik adat yang tidak sesuai maka tidak bisa diadili menggunakan KUHP.


5. Pemaafan Peradilan (Judicial Pardon)

Berdasarkan Pasal 54 ayat (2) KUHP, hakim dapat memutus perkara tanpa menjatuhkan pidana atau tidak memberikan tindakan dengan pertimbangan seperti perbuatan yang dilakukan merupakan tindak pidana, keadaan pelaku saat melakukan perbuatan, dampak mas adepan, keadilan dan kemanusiaan.


6. Pidana Mati dengan Masa Percobaan

Pidana mati dapat diancam dengan masa percobaan 10 tahun. Jika dalam periode tersebut terpidana mati tidak melakukan perbuatan buruk, maka dapat diancam pidana seumur hidup.


KUHP Nasional: Demokratisasi, Dekolonialisasi, Harmonisasi, Konsolidasi, dan Modernisasi


Tidak banyak negara yang mampu menyusun aturan hukum negaranya sendiri pasca terlepas dari penjajah, termasuk Indonesia. Indonesia membutuhkan lebih dari 50 tahun hingga akhirnya memiliki KUHP Nasional. Proses penyusunan KUHP sangat lama, karena perjalanan hukum yang cukup lama pun tidak mampu mengejar perkembangan kejahatan yang begitu cepat. 


KUHP Nasional, sering digaungkan sebagai aturan yang lebih demokratis, dan berjiwa dekolonisasi karena disusun dengan membawa spirit keadilan dalam Indonesia yang beragama. KUHP disusun dengan memasukkan “hukum yang hidup” di Indonesia, bukan lagi warisan penjajah, sebagiamana pasal pasal 1 dan 2.


KUHP Nasional juga dianggap sebagai aturan yang modern dan mengkonsolidasi aturan lainnya. Hal ini karena KUHP memiliki prinsip kodifikasi. Prinsip utama ini tidak ditinggalkan, namun disesuaikan dengan perjalanan hukum di Indonesia dan mengakomodir perkembangan tindak pidana. Kejahatan yang tidak lagi tradisional, namun melibatkan teknologi dan lintas waktu maupun ruang.


KUHP Nasional juga dianggap sebagai aturan yang harmonis, karena substansi KUHP Nasional telah diselaraskan dengan perundang-undangan yang mengatur tindak pidana khusus yang tidak diatur dalam KUHP Lama, sehingga KUHP Nasional menjadi undang-undang yang utuh dalam kerangka Sistem Hukum Nasional. Dampak positifnya, yaitu tercegahnya KUHP Nasional dari tumpang tindih terhadap peraturan yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah atau peraturan yang sejajar.


Kritik dan Tanggapan terhadap KUHP Nasional


KUHP dan KUHAP adalah dua aturan berbeda. KUHAP adalah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. KUHP telah disahkan di Januari 2023, sementara hingga Februari 2025 perkembangan revisi KUHAP belum menunjukkan geliat yang nyata. KUHP harus mulai diterapkan pada Januari 2026.


DPR RI perlu bergegas menyelesaikan revisi KUHAP agar selaras dengan KUHP. KUHAP tidak hanya menyesuaikan dengan KUHP, namun dengan peraturan perundang-undangan khusus lainnya, baik undang-undang yang bersifat lex specialist maupun perundang-undangan yang berkaitan dengan kewenangan penegak hukum. 


Mahasiswa yang tergabung dalam BEM Nusantara Jawa Timur mengkhawatirkan pembahasan RUU KUHAP dapat menimbulkan tumpeng tindih institusi dengan pihak seperti Kepolisian, TNI, dan BIN serta mengaburkan fungsi utama kejaksaan sebagai penegak hukum. Hal ini perlu direspon postif oleh DPR RI dengan segera melakukan penyelesaian penyusuanan RUU KUHAP secara cermat dengan prinsip kodifikasi dan membawa spirit penguatan system peradilan pidana di Indonesia.


Tantangan Implementasi KUHP Nasional


Tantangan utama berada pada perspektif atau paradigma dari KUHP lama ke KUHP Nasional. KUHP Nasional membawa paragidma keadilan korektif, restorative dan rehabilitative. Seperti inilah hukum yang diharapkan rakyat Indonesia dengan cerminan dari nilai Pancasila. 


KUHP Nasional disusun dengan semangat Indonesia yang beragam ras, suku, etnis, agama dan budaya. Sedangkan KUHP yang lama sangat kuat paradigma represifnya, sehingga hukum pidana selama ini mengemban tugas sebagai sarana balas dendam (lex talionis).


Perubahan paradigma ini, tentu berdampak pada penegak hukum, karena tidak mudah membalikkan perspektif mereka dengan waktu yang cepat, bahkan mungkin para praktisi dan akademisi juga.


Harapan Implementasi KUHP Untuk Masyarakat dan Sistem Hukum Indonesia


KUHP Nasional diharapkan dapat menjadi alat menjawab tujuan hukum yaitu kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Pemerintah perlu menyiapkan peraturan pelaksana, piranti penegakan KUHP, termasuk DPR RI yang segera membahas RUU KUHAP agar proses hukum berjalan sesuai aturan baru.


Harapan saya, agar para penegak hukum mendapatkan pelatihan mengenai KUHP Nasional, mengingat adanya perubahan-perubahan baik konsep maupun pengaturannya. Dengan demikian, mulai tahun 2026, penegakan hukum dapat berjalan dengan kesiapan yang mencakup perspektif preventif, restoratif dan represif sebagai stau kesatuan dalam KUHP Nasional. 


Selain itu, penerapahn KUHP pada tahun 2026 memerlukan hukum acara yang diperbarui, karena penegakan hukum tidak dapat berjalan tanpa proses hukum acara yang sesuai dengan pembaruan tersebut.

*) Wiwik Afifah S.Pi., SH., M.H., Ketua Program Studi Ilmu Hukum (S1) Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya


https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id

Vania

Reporter