Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Dr. Kurnia Wijaya, S.H., M.H., mahasiswa Program Studi (Prodi) Doktor Ilmu Hukum (DIH) Untag Surabaya, berhasil menyampaikan disertasi penelitian berjudul ‘Urgensi Pembinaan dan Pengawasan Deportan dan Returnees Terorisme Berdasarkan Hak Konstitusional Warga Negara’ pada sidang terbuka, Jumat (14/6/24) di Meeting Room Graha Wiyata Lt.1 Untag Surabaya.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh semakin meningkatnya jumlah deportan dan returnees terorisme yang kembali ke Indonesia. Topik ini menjadi sorotan karena sangat relevan dengan isu keamanan nasional dan hak asasi manusia di Indonesia.
“Meskipun banyak deportan dan returnees terorisme telah melalui proses hukum, masih terdapat kekosongan dalam hal pembinaan dan pengawasan pasca-pemulangan, Hal ini dapat menimbulkan risiko terjadinya aksi terorisme ulang,” ungkap mahasiswa kelahiran Madiun tersebut
Salah satu temuan utama dari penelitian ini adalah adanya kebutuhan mendesak untuk memperkuat kerangka hukum yang mengatur pembinaan dan pengawasan terhadap deportan dan returnees terorisme. Dr. Kurnia mencatat bahwa regulasi yang ada saat ini masih bersifat sporadis dan belum terintegrasi dengan baik.
Ia juga menyoroti pentingnya pendekatan yang menyeluruh dalam pembinaan, yang tidak hanya berfokus pada aspek keamanan, tetapi juga reintegrasi sosial dan ekonomi.
“Setiap warga negara, termasuk deportan dan returnees terorisme, memiliki hak-hak yang harus dihormati dan dilindungi. Pendekatan yang represif dan diskriminatif tidak hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga kontraproduktif dalam upaya deradikalisasi,” jelasnya
Negara harus menjamin hak atas keadilan, rehabilitasi, dan reintegrasi sosial bagi para deportan dan returnees terorisme. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 yang menjamin hak-hak dasar setiap warga negara, termasuk hak untuk hidup aman dan bebas dari perlakuan diskriminatif.
Dr. Kurnia memberikan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah Indonesia. Pertama, ia mengusulkan pembentukan badan khusus yang bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan deportan dan returnees terorisme. Badan ini diusulkan untuk bekerja sama dengan berbagai lembaga terkait, termasuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kepolisian, dan Kementerian Sosial.
Kedua, ia merekomendasikan pengembangan program deradikalisasi yang komprehensif, mencakup pendidikan, pelatihan keterampilan, dan layanan konseling. Program ini harus dirancang untuk membantu deportan dan returnees terorisme berintegrasi kembali ke masyarakat dengan cara yang produktif dan damai.
Ketiga, peningkatan kapasitas dan koordinasi antar lembaga dalam hal pengawasan, termasuk penggunaan teknologi canggih untuk memantau aktivitas dan pergerakan para deportan dan returnees.
Sidang terbuka ini tidak hanya menjadi ajang bagi Dr. Kurnia Wijaya untuk mempresentasikan hasil penelitiannya, tetapi juga membuka ruang diskusi yang konstruktif mengenai isu yang sangat krusial bagi keamanan dan hak asasi manusia di Indonesia.
Melalui penelitiannya, Dr. Kurnia Wijaya menunjukkan bahwa penanganan deportan dan returnees terorisme memerlukan pendekatan yang seimbang antara aspek keamanan dan penghormatan terhadap hak-hak konstitusional warga negara. (Nabila)