Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Mohamad Adji Romadhon, wisudawan Magister Psikologi Untag Surabaya ke-129, meraih perhatian media massa berkat tesis inovatifnya yang berjudul ‘Efektivitas Metode Role Play Untuk Meningkatkan Perilaku Asertif Pada Anak Disleksia’. Penelitian ini berfokus pada anak-anak disleksia yang mengalami kesulitan membaca, menulis, berbicara, serta memiliki potensi intelektual yang tinggi.
Adji memulai penelitian ini karena ketertarikannya pada aspek perilaku anak disleksia, yang sering kali mengalami kesulitan berkomunikasi dan bersosialisasi.
“Awalnya tertarik pada disleksia karenakan gangguan ini menjadi hambatan utamanya dalam belajar, yang rata-rata mempengaruhi prestasi belajar dari penyandang itu sendiri. Jadi pada tesis saya meneliti disleksia namun mengambil sudut pandang dari aspek perilaku atau kemampuan asertifnya,” ungkap Adji (19/9)
Dalam penelitiannya, Adji menemukan bahwa disleksia merupakan gangguan pada area bahasa yang diturunkan secara genetic dan bersifat seumur hidup. Menurut Asosiasi Disleksia Indonesia (ADI), prevalensi disleksia di dunia mencapai 10% dari populasi anak. Adji juga mengungkapkan bahwa disleksia lebih banyak dialami oleh laki-laki, dengan 80% di antaranya merupakan kasus disleksia ringan.
Anak-anak dengan disleksia sering dianggap memiliki keterbatasan intelektual, padahal banyak di antara mereka yang memiliki IQ di atas rata-rata, bahkan superior, seperti yang dimiliki oleh tokoh-tokoh terkenal seperti Leonardo da Vinci, Albert Einstein, dan Thomas Edison. Selain gangguan membaca, mereka juga cenderung menghadapi kesulitan dalam berkomunikasi dan bersosialisasi, yang dapat menyebabkan mereka menarik diri dari lingkungan sosial.
Adji membagi perilaku anak disleksia menjadi dua kategori: radikal kanan, yang cenderung agresif dan menggunakan mekanisme pertahanan diri, serta radikal kiri, yang cenderung pasif dan sering menjadi korban bullying karena rendahnya rasa percaya diri. Anak-anak dengan kecenderungan radikal kiri cenderung menutup diri dan memiliki daya juang yang rendah.
Penelitian Adji dilakukan di sebuah Sekolah Dasar Negeri di Surabaya, di mana ia menemukan beberapa siswa dengan gangguan disleksia yang sebelumnya tidak terdeteksi oleh pihak sekolah maupun keluarga. Selain meneliti, Adji juga memberikan edukasi kepada orang tua mengenai disleksia serta intervensi terkait perilaku asertif.
Salah satu metode yang digunakan untuk meningkatkan perilaku asertif pada anak disleksia adalah metode Role Play, di mana anak-anak memerankan profesi seperti dokter, guru, atau pedagang. Dalam penelitian ini, Adji menggunakan karakter dari kartun populer Upin & Ipin sebagai referensi, mengingat anak-anak sudah familiar dengan tokoh-tokoh tersebut.
“Jadi tiap siswa nantinya akan memerankan masing-masing tokoh dalam Role Play ini pada kartun animasi yang mereka familiar sudah mengenalinya, yaitu Upin & Ipin. Namun, saya ambil untuk perannya ke dalam sebuah profesi, jadi nanti ada yang jadi guru dan siswa jika latar di sekolah, latar di pasar adanya pedagang dan pembeli. Saya menyiapkan properti seperti mainan uang-uangan untuk pembeli, kasir untuk pedagang, dan alat kesehatan mainan untuk dokter. Ini memberi anak-anak kebebasan untuk mengungkapkan diri dan mengimprovisasi dialog,” tuturnya
Meskipun menghadapi tantangan seperti rasa malu dan keterbatasan dialog, Adji optimis bahwa penelitiannya dapat meningkatkan perhatian terhadap anak-anak disleksia serta membantu mereka menyesuaikan perilaku sesuai kapasitas masing-masing.
Menutup pernyataannya, Adji mengutip Albert Einstein, ‘Jangan menilai seekor ikan dari kemampuannya memanjat pohon, karena seumur hidup ia akan merasa bodoh’, yang berarti setiap anak ada keunikan, potensi dan karakternya masing-masing. dalam pembelajaran harus disesuaikan dengan kapasitasnya sehingga anak tersebut tidak bisa dikatakan bodoh dan selalu menjadi yang terbaik meskipun memiliki keunikan.
“Saya harap adanya edukasi lebih lanjut dari instansi terkait disleksia dan penyandangnya mendapatkan perhatian lebih,” tutupnya (Arvina)