Makna Waisak dari Sang Pandita, Alumni Untag Ajak Masyarakat Renungkan Tri Suci

  • 14 Mei 2025
  • 121

Hari Tri Suci Waisak 2569 BE/2025 M diperingati umat Buddha sebagai momen refleksi spiritual. Dalam kesempatan ini, Warta 17 Agustus berbincang dengan Andy Bagus Prabowo, alumni Ilmu Komunikasi Untag Surabaya angkatan 2004. Kini, ia dikenal sebagai Pandhita Buddha Jero Mangku Buddha Arya Lotsawa atau lebih akrab disapa Suhu Jetsun Arahato. 


Dalam wawancara eksklusif secara daring, Andy sapaan akrabnya, membagikan pemahaman mendalam tentang Hari Waisak, dari sejarahnya di Nusantara serta ajakan spiritual bagi seluruh umat manusia.


“Namo Sanghyang Adi Budaya, Namo Budaya, Namo Tassa Bhagavato Arahato Sama Sambuddhasa,” ujar Andy, mengawali percakapan dengan doa damai lintas tradisi Buddhis yang penuh makna (12/5)


Ucapan tersebut bukan sekadar salam, melainkan bentuk penghormatan terhadap warisan spiritual yang telah hidup ribuan tahun lamanya.


Menurut Andy, Waisak merupakan perayaan atas tiga peristiwa penting dalam kehidupan Siddhartha Gautama Buddha, yaitu kelahiran, pencerahan sempurna, dan wafat menuju parinibbana. Ketiga peristiwa ini dirayakan oleh umat Buddha di seluruh dunia setiap tahun saat bulan purnama.


Secara historis, Waisak berasal dari bulan Wesa Khamasa dalam kalender Saka, yang berarti bulan bersinar penuh (Purnama Sidi). Menariknya, ia juga menyinggung hubungan antara hari besar Buddha lainnya, seperti Asada dan Maga Puja, yang juga dinamai berdasarkan bulan Saka. Namun, perayaan Katina berbeda, karena tidak didasarkan pada nama bulan, melainkan berasal dari makna katina itu sendiri, yaitu kain persembahan bagi para pertapa.


“Setiap hari besar Buddhis, termasuk Waisak, selalu dirayakan saat bulan purnama, dan memiliki akar sejarah yang kuat di bumi Nusantara,” terangnya 


Ia menyebutkan bahwa patokan Hari Raya Nyepi, warisan Siwa-Buddha dari zaman Mataram dan Majapahit, jatuh pada tanggal 1 bulan Wesa Kama. Maka, Hari Raya Waisak secara spiritual semestinya dirayakan dua minggu setelah Nyepi, bukan satu bulan setelahnya seperti yang sering dijadwalkan dalam kalender nasional berdasarkan sistem Masehi.


“Dengan pemahaman ini, kita bisa lebih bijak dan mendalam, dalam menghargai makna Tri Suci Waisak, bukan sekadar mengikuti rutinitas tahunan,” tegas Andy


Bagi Andy, Waisak bukan hanya momentum spiritual umat Buddha, tetapi juga cerminan nilai-nilai luhur yang universal, yaitu kedamaian, welas asih, dan kebijaksanaan. 


“Saudaraku sebangsa dan setanah air, semoga semua makhluk hidup berbahagia. Sarwe Satta Bawantu Sukitata. Sadu, Sadu, Sadu. Om Santi, Santi, Santi, Om,” tutup Pandita Buddha tersebut


Pesan tersebut mengajak seluruh masyarakat, tanpa memandang agama dan keyakinan, untuk menjadikan Waisak sebagai momen introspeksi dan harmoni, memperkuat jalinan spiritualitas dan kemanusiaan demi terciptanya dunia yang lebih damai dan berwelas asih. (Boby)


https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id

\