Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Menjelang hari raya Idul Fitri, kenaikan harga di pasar kian melonjak. Semakin tinggi harga barang, maka semakin rendah daya beli masyarakat. Hal ini dapat memengaruhi stabilitas harga pasar.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Untag Surabaya, Prof. Dr. Samsul Huda, S.E., M.T. mengatakan jika melihat data historis, kenaikan harga biasa terjadi pada hari-hari besar keagamaan, termasuk hari raya Idul Fitri hingga Natal.
Laju kenaikan harga komoditas disebabkan oleh inflasi, yaitu kenaikan harga yang stabil secara terus menerus. Penyebab inflasi ada dua hal, yaitu dorongan biaya (cost push inflation) dan tarikan permintaan (demand pull inflation).
“Dalam situasi ini, permintaan komoditas meningkat atau meningkat sementara penawaran komoditas tetap pada jumlah tetap. Kecenderungan inflasi pada akhirnya menyebabkan kenaikan harga. kita tidak perlu heran jika harga naik sebelum Idul Fitri ini karena orang-orang menggunakan hal yang sama. Akibatnya, terjadilah peningkatan permintaan yang menyebabkan harga naik, padahal sediaan barang untuk dijual tetap sama” ujar Prof. Huda saat ditemui Tim Warta 17 Agustus, Jum’at (14/4)
Untuk mengantisipasi peningkatan yang berkelanjutan, Prof. Huda membagikan tiga tips yang bisa diterapkan oleh masyarakat. Pertama, menurutnya masyarakat harus mampu mengevaluasi keputusan pembelian.
“Masyarakat harus lebih berhati-hati dalam memutuskan untuk pembelian suatu baik itu kebutuhan maupun keinginan. Jika pembelian bukan yang kamu butuhkan atau hanya keinginan maka lebih baik tunda dulu. Jadi, kita harus pandai-pandai dalam menyikapi keinginan dan kebutuhan kita,” katanya
Kedua, dalam pemilihan item, Dosen FEB itu menyarankan masyarakat untuk memilih item yang relatif mudah didapatkan (produk biasa). Hal ini karena pilihan suatu barang publik tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat kesulitan memperolehnya, namun juga oleh tingkat nilai yang diberikannya.
Ketiga, masyarakat harus cermat dan cerdas dalam mengalokasikan anggaran. Ia mengimbau masyarakat untuk lebih dulu membelanjakan kebutuhan esensial, yaitu kebutuhan yang penting untuk dipenuhi karena berkaitan dengan keseimbangan hidup, seperti kebutuhan pendidikan.
“Sebentar lagi akan ada tahun ajaran baru, artinya kita dihadapkan pada kebutuhan pendidikan. Jadi tolong lebih memperhatikan kebutuhan jangka menengah dan jangka panjangnya,” tuturnya
Di sisi lain, pemerintah sebagai pembuat kebijakan tidak boleh tinggal diam. Pemerintah berperan dalam membimbing masyarakat untuk mengelola anggaran secara bijak dan tidak dengan konsumtif. Hal ini dapat dilakukan melalui proses literasi ekonomi yang komprehensif dengan tujuan membantu masyarakat mengurangi tingkat konsumsi yang tinggi.
“Jadi, pemerintah perlu memberikan intervensi untuk mengarahkan perilaku masyarakat agar tidak konsumtif. Misalnya dengan mengampanyekan literasi ekonomi. Dalam hal ini, pemerintah bisa menggandeng influencer misalnya, atau dengan membuat konten-konten edukatif melalui media sosial,” tutupnya (Elisa)