Menghadapi Kecemasan, Tantangan Komunikasi dan Dukungan Emosional

  • 04 Desember 2023
  • 589

Menghadapi kesulitan berkomunikasi dengan seseorang yang selalu merasa cemas merupakan tantangan yang nyata. Menghadapi kecemasan bukanlah hal yang mudah, terutama ketika tidak yakin apa yang seharusnya dikatakan.

 

Kecemasan adalah respons alami terhadap stres atau ancaman. Namun, ketika berlebihan, hal tersebut dapat mengganggu kehidupan sehari-hari seseorang. Hal ini selaras dikatakan oleh Dr. Rr. Amanda Pasca Rini, M.Si., Psikolog, Dosen Fakultas Psikologi Untag Surabaya.

 

''Kecemasan adalah perasaan khawatir, ketakutan, atau kegelisahan yang terus-menerus dan luar biasa, baik secara mental maupun fisik. Pemicu kecemasan bermacam-macam, mulai dari kekhawatiran akan masa depan hingga peningkatan detak jantung. Gejala kecemasan pun beragam, seperti peningkatan detak jantung, ketegangan otot, gelisah, berkeringat, gemetar, gangguan tidur, hingga kesulitan fokus,'' ujar Amanda (25/11)

 

Kecemasan berbeda dengan gugup. Kegugupan bersifat sementara dan ringan, seringkali terjadi sebelum situasi tertentu seperti berbicara di depan umum atau memulai pekerjaan baru. Kecemasan, di sisi lain, merupakan kondisi kesehatan mental yang lebih luas dan persisten.

 

''Ini melibatkan perasaan khawatir, takut, atau ketakutan yang lebih intens dan berkepanjangan, dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari seseorang,'' tegas Dekan Psikologi Untag Surabaya tersebut

 

Dalam berinteraksi dengan seseorang yang mengalami kecemasan, perlu dihindari beberapa pernyataan yang dapat memperburuk situasi.

  1. Kalimat “bersantai saja” dapat meremehkan kesulitan yang dihadapi orang tersebut.
  2. Mengatakan “semuanya ada di kepalamu” tidak menghormati pengalaman kecemasan yang nyata. Selain itu, pernyataan seperti “keluarlah dari situ” atau “apa yang perlu di khawatirkan?” dapat menciptakan ketidakpahaman terhadap sifat kecemasan yang tidak selalu memiliki penyebab yang jelas. Ungkapan “terlalu sensitif” juga bisa membuat orang merasa diabaikan dan dikucilkan.
  3. Kalimat “saya tahu bagaimana perasaanmu” tanpa memahami sepenuhnya situasinya dapat terasa kurang empatik. Pernyataan seperti “mengapa tidak menghadapi ketakutan saja?” bisa dianggap merendahkan perjuangan yang kompleks.

 

Penting untuk menggantikan pernyataan yang tidak mendukung dengan kalimat yang lebih empatik dan mendukung. Mengatakan “saya di sini untukmu” atau “saya menyesal kamu mengalami hal ini, bagaimana saya bisa membantu?” menciptakan suasana yang mendukung dan ramah.

 

Bertanya apakah ada hal spesifik yang ingin dibicarakan atau dibagikan juga memberikan kesempatan kepada mereka untuk membuka diri sesuai keinginan mereka.

 

Dalam situasi sulit ini, penting untuk menunjukkan empati, dukungan, dan pengertian. Mengatakan “saya mungkin tidak sepenuhnya mengerti, tapi saya ingin mengetahui lebih banyak tentang perasaanmu” menunjukkan keinginan untuk memahami.

 

Selain itu, memberikan ruang dan waktu kepada mereka dengan mengatakan 'luangkan waktumu; tidak perlu terburu-buru' adalah langkah penting untuk mendukung mereka pada kecepatan yang mereka rasa nyaman.

 

Setiap orang menghadapi kecemasan dengan cara yang unik, dan bersikap terbuka serta mendukung dapat membuat perbedaan yang signifikan. Dengan mendengarkan tanpa menghakimi dan bersikap sabar, kita dapat memberikan dukungan yang sangat dibutuhkan kepada mereka yang mengalami kecemasan. (Nabila)

 

 


https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id

BERITA TERKAIT

Samsung Resmi Rilis Galaxy S 4
  • 15 Maret 2013
  • 6740
Kuliah Di India Murah
  • 19 Maret 2013
  • 6810