Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya berkolaborasi dengan Universiti Malaysia Perlis (UniMAP) selenggarakan Seminar Internasional ‘Language in Age of Artificial Intelligence: Challenges and Opportunities’. Acara berlangsung di Auditorium Lt.6 Gedung Pusat Yayasan dan Rektorat, Senin (9/10).
Seminar Internasional ini membahas isu-isu kunci seputar penggunaan bahasa dalam era perkembangan pesat Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Kehadiran AI telah mengubah cara kita berinteraksi dengan bahasa, menciptakan tantangan dan peluang baru di berbagai bidang, seperti pendidikan, komunikasi, penerjemahan, dan berbagai bidang lainnya.
Bramantya Pradipta, S.Hum., M.Hum, Dosen Program Studi (Prodi) Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Untag Surabaya, mengungkapkan pentingnya memahami bahasa dalam AI.
“Kami sangat senang bekerja sama dengan Universiti Malaysia Perlis dalam menyelenggarakan seminar ini. Bahasa adalah salah satu aspek terpenting dari budaya dan komunikasi manusia, dan konteks perkembangan AI, kita perlu memahami dampaknya dan bagaimana kita dapat memanfaatkannya secara optimal,” ungkapnya.
Dr. Sharmini Abdullah, Head of Department Centre for Liberal Sciences Faculty of Appiied and Human Sciences UniMAP memaparkan bahwa penerjemahan otomatis dan kecerdasan buatan telah mengubah paradigma dalam komunikasi lintas bahasa. Teknologi ini memungkinkan manusia untuk berkomunikasi dengan lebih mudah dan efektif melintasi batas bahasa.
“Kemajuan kecerdasan buatan telah meningkatkan akurasi terjemahan, mempercepat proses penerjemahan, dan mengurangi hambatan bahasa. Hal ini menghubungkan dunia dan memungkinkan komunikasi tanpa terbatas oleh bahasa,” paparnya.
Dr. Roziliawati Mahadi, Dosen senior UniMAP menambahkan penggunaan AI dalam konteks bahasa membawa sejumlah tantangan etis yang penting untuk diatasi. Termasuk privasi dan keamanan data ketika AI mengakses data pribadi untuk personalisasi.
“Hal ini memicu pertanyaan tentang penyimpanan, penggunaan, dan perlindungan data. Selain itu, kemampuan AI dalam memahami bahasa manusia dapat berisiko dalam penyebaran informasi palsu dan propaganda. Tantangan etis lainnya adalah ketidaksetaraan akses dan penggunaan AI. Risiko ini memberikan keunggulan kepada individu atau kelompok tertentu, sementara mengabaikan yang lain, dan menciptakan kesenjangan yang lebih besar dalam akses pendidikan, pekerjaan, atau informasi,” ujarnya.
Selain itu, masalah bias dalam AI bahasa, seringkali disebabkan oleh data yang mencerminkan bias sosial, gender, atau rasial. Ini dapat menghasilkan terjemahan atau analisis yang tidak netral, bahkan diskriminatif, yang dapat memengaruhi persepsi bahasa dan budaya tertentu.
“Penting mengembangkan sistem AI yang adil dan bebas dari bias. Semua tantangan etis ini menunjukkan kebutuhan akan kerangka kerja etis yang kuat dalam pengembangan dan penggunaan AI dalam konteks bahasa, dengan memastikan penggunaannya yang bertanggung jawab dan bermanfaat secara kolektif,” tutupnya (Nabila)