Menimbang Regulasi Pemerintah Tentang Pengawasan Media Sosial Anak

  • 19 Februari 2025
  • 135

Kemajuan teknologi memberikan banyak manfaat, salah satunya adalah kemudahan mengakses informasi melalui media sosial. Namun, kebebasan ini juga menghadirkan tantangan besar, terutama bagi anak-anak dan remaja yang masih dalam proses membangun identitas diri.


Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah tengah merancang regulasi terkait platform digital, termasuk aturan mengenai batas usia anak dalam menggunakan media sosial. Regulasi ini tidak dimaksudkan untuk membatasi kebebasan berekspresi, melainkan untuk menciptakan keseimbangan antara kebebasan dan perlindungan hak-hak warga negara.


Kebijakan yang sedang disusun ini tidak hanya berfokus pada pembatasan penggunaan media sosial, tetapi juga pada pengawasan platform digital yang memberikan akses bagi anak-anak, sehingga dapat meningkatkan perlindungan bagi mereka dalam berinteraksi di dunia maya.


Media Sosial : Pedang Bermata Dua


Media sosial dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat jika digunakan dengan bijak. Remaja dapat mengeksplorasi bakat dan minat mereka, memperoleh ilmu baru, serta terhubung dengan komunitas yang mendukung perkembangan mereka. 


Namun, di sisi lain, media sosial juga menyajikan berbagai konten yang tidak selalu sesuai dengan usia mereka. Informasi yang tidak terverifikasi, tren berbahaya seperti self-harm, hingga paparan budaya konsumtif dan tekanan sosial dapat membawa dampak negatif bagi kesehatan mental remaja.


Salah satu masalah utama adalah kemudahan anak-anak mengakses platform media sosial meskipun ada batasan usia. Banyak platform mensyaratkan usia 18 tahun untuk mendaftar, namun verifikasi usia hanya sebatas formalitas yang dapat diakali dengan satu klik konfirmasi. Hal ini menyebabkan anak-anak bisa mengakses berbagai konten tanpa batasan dan pengawasan yang memadai.


Peran Orang Tua dan Sekolah dalam Pengawasan Digital


Pendampingan orang tua dan sekolah sangat diperlukan untuk memastikan penggunaan media sosial yang sehat bagi anak-anak. Pengawasan ini tidak berarti melarang sepenuhnya, tetapi lebih kepada membimbing dan mengontrol akses mereka agar tetap dalam batas yang wajar.


Di SMPTAG Surabaya, ponsel dikumpulkan sebelum pelajaran dimulai dan baru dikembalikan setelah jam sekolah berakhir. Jika ada pelajaran yang membutuhkan akses internet, guru akan memberikan izin dengan pengawasan ketat. Langkah ini bertujuan untuk membatasi penggunaan ponsel agar siswa tetap fokus belajar dan tidak teralihkan oleh distraksi media sosial.


Selain itu, sekolah juga menerapkan aturan ketat terkait grup percakapan di WhatsApp. Grup yang dibuat oleh siswa harus memiliki pendamping, baik guru, ustadz, maupun orang tua, untuk memastikan diskusi tetap dalam batasan yang positif. Tanpa pengawasan, dikhawatirkan grup ini bisa menjadi wadah untuk menyebarkan informasi yang tidak sehat atau bahkan menjadi sarana perundungan siber.


Pengawasan dari sekolah saja tidak cukup. Komunikasi yang baik antara sekolah dan keluarga harus berjalan dengan baik agar orang tua juga dapat memantau penggunaan media sosial di rumah. Jangan sampai terjadi miskomunikasi, di mana aturan ketat di sekolah menjadi sia-sia karena anak-anak tetap bebas bermain media sosial tanpa batas di rumah.


Menjaga Kesehatan Mental Anak dari Pengaruh Media Sosial


Salah satu kekhawatiran terbesar dari penggunaan media sosial yang tidak terkontrol adalah dampaknya terhadap kesehatan mental anak-anak. Dewi Sartika mengungkapkan bahwa saat ini banyak remaja mengalami kecemasan dan stres karena terlalu terpapar media sosial. Mereka cenderung membandingkan diri dengan standar kehidupan yang ditampilkan secara tidak realistis di internet, yang sering kali membuat mereka merasa tidak cukup baik.


Lebih parah lagi, tren-tren berbahaya seperti self-diagnosis gangguan mental berdasarkan informasi di internet semakin marak terjadi. Banyak remaja yang mengklaim dirinya mengalami depresi, anxiety, atau gangguan lainnya hanya karena melihat konten di media sosial, tanpa melalui tahapan asesmen profesional. Hal ini berisiko karena bisa menyebabkan kesalahpahaman dalam memahami kesehatan mental dan bahkan memperburuk kondisi psikologis mereka.


Batasan Usia dan Penggunaan yang Bijak


Usia yang ideal bagi remaja untuk menggunakan media sosial secara lebih bebas adalah 17 tahun, sesuai dengan aturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Namun, pada kenyataannya, banyak anak yang sudah memiliki akun media sosial sejak usia dini, bahkan bayi pun kerap dibuatkan akun oleh orang tuanya.


Kondisi ini menegaskan perlunya regulasi yang lebih ketat dalam membatasi akses media sosial bagi anak-anak. Pemerintah perlu mencari cara agar batasan usia tidak sekadar menjadi formalitas, tetapi benar-benar efektif dalam melindungi anak-anak dari dampak negatif media sosial.


Refleksi dan Harapan ke Depan


Media sosial bukanlah musuh, tetapi juga bukan sesuatu yang bisa digunakan tanpa batasan, terutama bagi anak-anak dan remaja. Dengan pengawasan yang baik dari orang tua dan sekolah, serta regulasi yang lebih ketat dari pemerintah, anak-anak dapat menggunakan teknologi ini dengan lebih bijak dan bertanggung jawab.


Harapan besarnya adalah agar anak-anak dapat mengeksplorasi dunia digital dengan cara yang sehat dan positif. Edukasi tentang penggunaan media sosial yang bertanggung jawab harus terus diberikan, sehingga mereka dapat menikmati manfaatnya tanpa harus terjebak dalam dampak negatif yang mengintai. (Boby)


*) Dewi Sartika, S.Psi., Guru Bimbingan Konseling SMP 17 Agustus 1945 (SMPTAG) Surabaya


https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id