Model Kolaborasi Tata Kelola MPP, Inovasi ASN Jatim Lulusan Doktor Untag

  • 08 Juli 2025
  • 116

Era tata kelola pemerintahan modern menghadirkan tantangan pelayanan publik yang tidak hanya menyangkut kecepatan dan kemudahan akses, tetapi juga menuntut instansi pemerintah untuk bekerja secara terintegrasi dan kolaboratif.


Mal Pelayanan Publik (MPP) menjadi salah satu solusi yang dikembangkan pemerintah untuk mengintegrasikan berbagai layanan dalam satu atap. Namun, keberhasilan penyelenggaraan MPP tidak hanya bergantung pada sistem, tetapi juga pada pola tata kelola antar aktor yang terlibat di dalamnya.


Berangkat dari urgensi tersebut, Dr. Rachmad Wahyu Kurniawan, S.STP, M.IP, seorang birokrat aktif yang menjabat sebagai Kepala Bagian Reformasi Birokrasi dan Akuntabilitas Kinerja Biro Organisasi Setda Provinsi Jawa Timur, memilih fokus kajian kolaborasi dalam MPP sebagai inti dari disertasinya. 


Ia memotret bagaimana sinergi lintas lembaga dalam MPP di Kota Surabaya mampu meningkatkan kualitas pelayanan publik. Melalui pendekatan akademik yang sistematis, disertasi ini tidak hanya menggambarkan dinamika kolaboratif antarinstansi, tetapi juga menawarkan dua model tata kelola baru yang inovatif dan aplikatif.


Disertasi berjudul “Tata Kelola Kolaboratif Mal Pelayanan Publik dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik di Kota Surabaya” dipertahankan pada Ujian Terbuka Program Doktor Ilmu Administrasi (DIA) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Kamis, 26 Juni 2025. 


Hari itu menjadi istimewa, bukan hanya sebagai tonggak akademik, tetapi juga karena bertepatan dengan ulang tahunnya. Dalam suasana haru, Wahyu dinyatakan lulus dengan predikat Cumlaude oleh tim penguji yang dipimpin langsung oleh Rektor Untag Surabaya, Prof. Dr. Mulyanto Nugroho, M.M., CMA., CPA.


Melalui pendekatan kualitatif deskriptif, Wahyu menganalisis proses kolaborasi dalam penyelenggaraan MPP Surabaya. Ia mengungkap bahwa keberhasilan MPP ditopang oleh tiga pilar utama yaitu kepemimpinan fasilitatif, desain institusional yang adaptif, dan proses komunikasi terbuka antar stakeholder.


Kepemimpinan fasilitatif memainkan peran kunci dalam menjembatani komunikasi, menyelesaikan konflik, dan menyamakan visi berbagai instansi yang tergabung dalam MPP. Selain itu, desain kelembagaan yang mengatur pembagian kewenangan, standar pelayanan, dan platform informasi terintegrasi juga turut menunjang sinergi lintas organisasi. Sementara itu, proses dialog tatap muka dilakukan secara rutin terbukti efektif membangun kepercayaan antar instansi.


Dalam praktiknya, kolaborasi MPP Kota Surabaya telah melibatkan 23 instansi yang menyediakan 1.569 layanan dalam satu atap. Keberhasilan MPP tercermin dari keberadaan sistem pengaduan daring, distribusi tanggung jawab yang jelas, serta akses informasi yang terbuka. Hal ini menunjukkan bahwa kolaborasi yang terbangun bukan sekadar koordinasi administratif, melainkan keterlibatan aktif dengan tujuan bersama, yakni pelayanan publik yang prima.


Salah satu kontribusi teoritis penting dari disertasi ini adalah lahirnya dua model kolaborasi baru yang ditawarkan Wahyu


1. Collaborative Models of Cross Stakeholders Consensus – menekankan pentingnya konsensus dan partisipasi aktif antar pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan layanan publik.

2. Sustainable Participatory-Integrative Collaborative Governance Model, sebuah model yang dibangun atas lima pilar kolaborasi berkelanjutan yang menekankan inklusivitas, integrasi, keberlanjutan, transparansi, dan komitmen bersama.


Kedua model ini memberikan panduan praktis yang bisa diadopsi pemerintah daerah lain untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik mereka.


Ketua Program Studi (Kaprodi) Doktor Ilmu Administrasi Untag Surabaya, Prof. Dr. Rudy Handoko, MS, menyampaikan apresiasi terhadap argumentasi Wahyu yang dinilai matang dan aplikatif. Namun ia mengingatkan, ujian akademik yang sesungguhnya adalah ketika ide-ide di dalam disertasi tersebut mampu diterjemahkan ke dalam kebijakan nyata yang menyentuh kehidupan masyarakat.


Hal ini juga menjadi perhatian Wahyu. Ia menegaskan bahwa penelitian ini tidak semata-mata untuk memenuhi syarat akademik, tetapi juga sebagai upaya memperkuat kapasitas birokrasi yang dijalani selama lebih dari dua dekade. 


“ASN muda harus terus belajar, membangun jejaring, berinovasi dan melayani masyarakat dengan sepenuh hati,” pesan Wahyu


Wahyu juga secara sadar menanggalkan atribut kedinasannya saat mengerjakan penelitian demi menjaga obyektivitas dan kealamiahan interaksi dengan responden. 


“Saya ingin prosesnya berjalan natural. Bukan karena jabatan, tapi karena kualitas penelitian,” ujar Wahyu


Capaian Rachmad Wahyu Kurniawan mencerminkan komitmen Untag Surabaya dalam mencetak akademisi-birokrat yang mampu menjembatani teori dengan praktik birokrasi. Program Doktor Ilmu Administrasi pun terbukti menjadi ruang lahirnya inovasi tata kelola publik yang relevan dan aplikatif. (Boby)


https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id

\