Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Pengadilan Agama Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, menemukan pada 198 permohonan pengistimewaan pernikahan usia anak. Permohonan tersebut sebagian besar diajukan oleh wanita hamil di luar nikah.
Menanggapi hal tersebut, Irmashanti Danadharta, S.Hub.Int., MA., Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Untag Surabaya menilai saat ini angka perkawinan anak di Indonesia relatif tinggi.
“Sebuah Laporan tahun 2020 oleh Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa satu dari sembilan wanita berusia 20 hingga 24 tahun menikah pertama kali sebelum usia 18 tahun, sebesar 1,2 juta jiwa. Kalau dilihat dari angka mutlak perkawinan diusia anak, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah adalah tiga provinsi dengan angka tinggi,” papar Irmashanti.
Perkawinan usia anak dapat terjadi karena empat alasan utama yaki mereka tidak memiliki pemahaman yang mendalam tentang faktor pendidikan, agama, ekonomi, dan sosial budaya.
“Peningkatan angka perkawinan anak di Ponorogo bisa jadi karena rendahnya pendidikan. Remaja mencoba berhubungan seks saat bertemu dengan pasangannya, yang menyebabkan kehamilan di luar nikah dan akhirnya pernikahan paksa,” jelas Ketua Satga PPKS tersebut
Perkawinan usia anak berdampak pada perempuan. Secara umum, dampak yang terjadi meliputi dampak pendidikan, ekonomi, psikologi, dan kesehatan. Jika mengutip kasus di Ponorogo yang disebabkan karena kehamilan yang tidak diinginkan hal itu pasti berdampak pada kesehatan.
“Perkawinan diusia anak dapat menyebabkan peningkatan berisiko kematian dalam persalinan dan merawat anak, prematur, bayi lahir dengan stunting, serta kesehatan ibu dan anak. perkawinan anak juga dapat menimbulkan kekerasan seksual dan gangguan Kesehatan reproduksi," ujarnya
Menurut Irmashanti, penting untuk menerapkan UU No 16 Tahun 2019 tentang usia minimum perkawinan yaitu pada umur 19 tahun dengan langkah-langkah serius seperti akses yang sama ke pendidikan dasar dan menengah yang berkualitas untuk anak perempuan dan laki-laki sangat relevan dengan membahas tentang pendidikan seks sejak dini.
“Pemberdayaan anak perempuan secara menyeluruh dengan sumber daya pendidikan, ekonomi, dan kesehatan. Termasuk penyediaan informasi dan layanan kesehatan seksual dan reproduksi,” tutup Irmashanti. (Nabila)