Polemik Vaksin Nusantara

  • 19 April 2021
  • AR
  • 1159

Kehadiran Vaksin Nusantara yang digagas eks Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto memicu kehebohan sekaligus kontroversi. Salah satu polemik itu adalah pernyataan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang menyebut ada banyak temuan dari uji klinis yang belum dibereskan oleh tim peneliti, salah satunya produk vaksin ini dibuat dalam kondisi tidak steril.

 

Tidak hanya BPOM yang merespons kehadiran Vaksin Nusantara, Satgas Penanganan Covid-19 pun ikut bersuara. Juru bicara Satgas, Wiku Adisasmito bahkan meminta pengembang vaksin tersebut untuk berkoordinasi dengan BPOM sehingga masalah yang terkait vaksin itu bisa terselesaikan.

 

"Diharapkan tim pengembangan Vaksin Nusantara dapat berkoordinasi dengan baik dengan BPOM agar isu yang ada dapat segera terselesaikan," ujar Wiku seperti diwartakan Antara News.

 

Menurut Wiku, salah satu isu yang mencuat di masyarakat adalah soal keamanan dari Vaksin Nusantara. Vaksin tersebut kabarnya dikembangkan di Amerika Serikat dan diujicobakan di Indonesia.

 

Ia pun kembali menekankan, semua vaksin yang diberikan kepada masyarakat harus memiliki izin dari BPOM, terutama terkait keamanan efikasi dan kelayakan. Apabila vaksin tersebut belum memenuhi kriteria, maka pemerintah tidak akan mendukung vaksin tersebut.

 

Pertama kali, Vaksin Nusantara dikembangkan oleh perusahaan farmasi asal Amerika Serikat bernama AIVITA Biomedical. Cara kerjanya, pertama-tama penerima vaksin akan diambil darah. Kemudian, dalam waktu dua minggu dipaparkan dengan antigen virus covid-19. Saat antibodi sudah terbentuk, barulah disuntikkan kembali ke tubuh pasien.

 

Pada awalnya, cara ini digunakan untuk pasien kanker. Namun, AIVITA mencoba metode ini untuk vaksinasi Covid-19. Kemudian, perusahaan asal Indonesia memiliki lisensi untuk mengembangkan vaksin tersebut di Indonesia. Pada periode 23 Desember sampai 6 Januari, total ada 28 relawan yang menjalani uji klinis tahap 1 di RSUD Kariadi Semarang.

 

Proses uji klinis itu diinspeksi oleh BPOM. Sebelumnya dikatakan kalau vaksin itu dibuat secara close system. Artinya, mulai dari tahap pengambilan darah, pemaparan antigen virus, hingga memasukkannya kembali ke dalam tubuh, darah tidak pernah keluar dari tabung. Dari hasil inspeksi itu, BPOM menemukan bahwa proses pembuatan vaksin dilakukan secara manual dan open system.

 

Selain itu, antigen yang dipakai untuk membuat vaksin bukanlah pharmaceutical grade. Produsen antigen tersebut yakni Lake Pharma-USA pun tidak menjamin sterilitasnya. Sebab, sejak awal, antigen itu dibuat untuk riset di laboratorium bukan untuk dimasukkan ke tubuh manusia.

 

Usai vaksin selesai dibuat, tidak pernah dilakukan uji sterilitas sebelum diberikan kepada manusia. Akibatnya, muncul risiko produk akhir vaksin nusantara tidak steril dan menyebabkan risiko infeksi bakteri pada penerima vaksin. (RA)

 

 

Sumber : tirto.id


https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id

Ria Ayu Oktavia

Jurnalis

BERITA TERKAIT

Samsung Resmi Rilis Galaxy S 4
  • 15 Maret 2013
  • 6743
Kuliah Di India Murah
  • 19 Maret 2013
  • 6813