Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Terdapat ungkapan tahun baru akan melahirkan suasana baru, siapa sangka ungkapan ini benar adanya. Tepat pada 1 Januari 2024 Pemerintah merilis kebijakan baru yang mengatur bagaimana menghitung tarif efektif rata-rata Pemotongan Pajak penghasilan (PPh) Pasal 21.
Payung Hukum tersebut tertera dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi. Pemotongan PPh Pasal 21 ini juga diberlakukan untuk penghitungan pajak bagi pejabat negara, PNS, anggota maupun pensiunan TNI dan POLRI.
Dilansir dari liputan6.com melalui PP tersebut, penghitungan pajak terutang dapat dilakukan dengan mengalikan Tarif Efektif Rata-Rata (TER) dengan penghasilan bruto. Penghitungan PPh Pasal 21 dihitung dengan mengalikan tarif dengan penghasilan bruto yang diterima wajib pajak orang pribadi dalam satu masa pajak, kecuali masa pajak Desember. Tarif efektif ini digunakan untuk penghitungan setiap masa pajak.
Menyoroti hal tersebut Dosen Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNTAG Surabaya, Ardhi Islamudin, S.E., MA., menyatakan bahwa berbeda dengan perhitungan berdasarkan asumsi penghasilan satu tahun, yang mungkin dapat menimbulkan kebingungan karena berbagai faktor dan perubahan dalam satu tahun, perhitungan TER per bulan dapat memberikan gambaran yang lebih langsung dan spesifik tentang penghasilan yang akan diterima karyawan pada setiap bulan.
“Penerapan perhitungan TER gaji per bulan lebih memudahkan, karena dasar pemotongan jelas yaitu berdasarkan penghasilan bruto bulan tersebut, bukan berdasarkan asumsi penghasilan 1 tahun,” ungkapnya (9/1).
Selain itu, beliau menambahkan pemungutan pajak bulanan TER yang lebih adil dan bervariasi sesuai dengan penghasilan bruto dapat dianggap sesuai dengan teori dan konsep dasar PPh itu sendiri atau sejalan dengan prinsip kesetaraan atau Teori Equality. Teori ini berupaya mencapai keadilan dalam distribusi beban pajak dengan mempertimbangkan kemampuan ekonomi masing-masing individu atau kelompok. “Kebijakan tersebut sesuai dengan Teori Equality, karena pemungutan pajak bulanan TER lebih adil daripada kebijakan sebelumnya, besaran tarif lebih bervariasi menyesuaikan penghasilan bruto,” tambahnya.
Dosen yang juga mengajar di Universitas Terbuka ini berpendapat bila penerapan Pajak Penghasilan (PPH) menggunakan metode TER memerlukan perbaikan minor karena sosialisasi belum masif, ini menunjukkan adanya tantangan dalam mengkomunikasikan perubahan kebijakan kepada para pemangku kepentingan, termasuk para wajib pajak dan pihak-pihak terkait. Memastikan pemahaman dan dukungan luas terhadap perubahan kebijakan pajak akan membantu menciptakan lingkungan yang mendukung implementasi yang sukses.
“Penerapan PPH menggunakan metode TER perlu perbaikan minor, karena sosialisasi belum masif dan sudah diterapkan per tanggal 1 Januari 2024,” papar dosen alumni dari Universitas Airlangga itu.
Sebagai akuntan pendidik, Ardhi memiliki harapan jika metode TER ini sudah efektif, bisa memacu daya beli masyarakat, khususnya pada kelas menengah, dengan harapan masyarakat kelas menengah melakukan konsumsi pada pasar lokal, sehingga ekonomi masyarakat lebih kuat ketika ada gangguan ekonomi dari eksternal/luar negeri. (Ajeng)