Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kebangsaan Untag Surabaya gelar seminar publik bertajuk ‘September Hitam di Negeri Tiram: Proyeksi Penanganan Kasus Pelanggaran HAM Berat, Dalam Bayang Militerisme’ pada Kamis, (3/10/24). Seminar ini dihadiri lebih dari 250 peserta dari berbagai program studi di Untag Surabaya.
Tujuan dari seminar ini adalah untuk mengingatkan negara dalam memenuhi tanggung jawabnya terkait tragedi kelam sejarah Indonesia, seperti tragedi pembantaian 1965-1966, tragedi Tanjung Priok 1984, tragedi Semanggi II 1999, Pembunuhan Munir 2004, hingga tindak kekerasan aparat dalam Aksi Reformasi Dikorupsi 2019. Tragedi-tragedi ini dikenang sebagai bagian dari ‘September Hitam’, periode yang menuntut pengakuan dan keadilan dari pemerintah.
J. Subekti, S.H., M.M., Ketua Yayasan Perguruan 17 Agustus 1945 (YPTA) Surabaya, dalam sambutannya pembukaannya, menekankan pentingnya peran pemuda yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila dalam menjaga keutuhan negara serta menghadapi tantangan di masa mendatang.
“Jadilah para mahasiswa, para pemuda Indonesia ini sebagai orang-orang yang betul-betul menjadi benteng bagi negara dan bangsa Indonesia, dengan dijiwai oleh Pancasila. Kalau kita bicara tentang Pancasila janganlah Pancasila sebagai dokma, tetapi yang kami harapkan jadilah diri anda sendiri Pancasila berjalan, Pancasila yang betul-betul dalam praktek kehidupan, bukan hanya di bibir,” jelas Ketua YPTA Surabaya tersebut (3/10)
Seminar ini merupakan bagian dari penutup rangkaian kegiatan ‘September Hitam’ yang diselenggarakan oleh UKM Kebangsaan Untag Surabaya dimulai pada 11 September dengan diskusi mengenai tragedi-tragedi tersebut. Selanjutnya, pada 30 September - 1 Oktober, diadakan pameran gambar infografis yang menampilkan informasi terkait pelanggaran HAM berat di Indonesia.
M. Rangga Diva Ananta R, selaku Ketua Pelaksana ‘September Hitam’, mengungkapkan mengungkapkan harapannya agar peserta seminar dapat menjadi agent of change yang berani menyuarakan keadilan.
“Harapan saya, kita sebagai mahasiswa agent of change kita menolak lupa, kita harus mengungkap dan membuka semua tragedi-tragedi yang mengenaskan, entah tragedi hak asasi manusia berat, entah penghilangan paksa. Kita harus melaporkan, kita harus berani bersuara, dan tidak bungkam terkait tragedi yang menghilangkan nyawa seseorang,” terangnya
Seminar “September Hitam” menghadirkan Dandik Katjasungkana sebagai salah satu pemateri, mewakili Ikatan Keluarga Orang Hilang (IKOHI) Jawa Timur, membahas sejarah praktik militerisme dalam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Indonesia. Sementara itu, dosen Fakultas Hukum Untag Surabaya, I Gde Sandy Satria, S.H., M.H., turut mengulas materi mengenai pertanggungjawaban dan tantangan negara dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat.
Yosi Agustian, salah satu peserta seminar yang turut hadir, memberikan tanggapan positif terhadap seminar ini.
“Seminar ini bagus untuk anak muda yang mengenal adannya peristiwa-peristawa yang terjadi pada bulan September yaitu melanggar hak asasi manusia, supaya kita mengingat bahwasannya kasus tersebut jangan ditutup-tutupi, namun harus dibuka. Supaya Masyarakat tahu fakta sebenarnya. Semoga seminar ini setiap tahun ada terus, supaya anak muda lebih mengerti pada kasus-kasus pada bulan September yang terjadi dan pelanggaran HAM itu bagaimana,” tutup mahasiswa Ilmu Hukum itu (3/10)
Seminar ‘September Hitam’ diharapkan menjadi jembatan bagi mahasiswa untuk lebih berani menyuarakan ketidakadilan dan memperkuat gerakan tersebut sebagai pengingat akan tanggung tanggung jawab negara terhadap tragedi kelam dalam sejarah Indonesia. Melalui kegiatan ini, para mahasiswa didorong untuk aktif berperan dalam memperjuangkan keadilan. (Ayuni)