Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Memilih pemimpin bukan hal yang mudah, terdapat pertimbangan dan persyaratan sebagaimana dijelaskan Andik Eka Pratama, S.Kom, Plt. Kepala Biro Kemahasiswaan & Alumni dalam Program Surabaya Pagi Ini, bertajuk Menuju Gerakan Cerdas Memilih langsung dari Studio RRI Surabaya, Kamis (11/5).
Andik, sapaan akrabnya, mendeskripsikan pemimpin yang ideal secara sederhana adalah pemimpin ideal dari sudut pandang pemuda.
“Pemimpin yang ideal adalah yang dapat memihak masyarakat atau melayani rakyatnya daripada kepentingan kelompoknya. Oleh karena itu, lebih baik mereka memimpin dan menjadi sukarelawan untuk kepentingan masyarakat,” ujarnya.
Ditimpali oleh Presiden BEM Untag Surabaya, Khotibul Umam menyatakan masyarakat harus bisa menilai terkait program-program yang calon pemimpin tawarkan.
“Sebagai pemuda, kita bisa melihat seorang pemimpin dari visi misi dan program unggulan yang ia bawakan. Justru, saya rasa pemuda sekarang lebih aware dan lebih paham bagaimana pemimpin itu seharusnya,” ucap Presiden BEM Untag Surabaya.
Selanjutnya, masyarakat harus dapat mengevaluasi program-program yang diajukan oleh para calon pemimpin.
“Sebagai anak pemuda yang melek informasi, mahasiswa harus memiliki pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana mencermati catatan calon yang diajukan. Namun sayangnya hal ini tidak bisa disamaratakan karena anak muda tidak bisa mendalami informasi. Di sisi lain, terkadang para kandidat itu juga tidak memberikan edukasi tentang politik oleh calon-calon yang berkontestasi tapi malah to the point tentang janji-janjinya,” tuturnya.
Melihat permasalahan tersebut, Alan Khoirunniam, Ketua BKK UKM Untag Surabaya mengusulkan solusi untuk mengatasi permasalahan politik di Indonesia.
“Fokus pertama harus pada pusat pemerintahan yang menyediakan informasi politik, dari anggota partai dan kandidat. Hingga saat ini, telah banyak berdiri organisasi yang mendidik kaum pemuda di bidang politik,” jelas Alan.
Namun, hal tersebut dirasa percuma jika masyarakat, khususnya, mahasiswa tidak tergerak untuk mengkaji tentang politik. Sebagai contoh, masih banyak mahasiswa ilmu komunikasi politik yang lamban berbicara tentang politik di Indonesia.
“Oleh karena itu, mereka hanya belajar teori, tapi buta terhadap realita politik Indonesia karena tidak terlibat dalam politik praktis. Teman-teman ini sudah melek politik, tapi bisa bilang apatis juga, hanya sekedar tahu tapi kurang minat untuk mengulik kasus politik di Indonesia. Solusinya bagaimana? Memang pemuda sekarang harus mau dulu ngulik atau minimal melakukan diskusi,” ujar mahasiswa Teknik Industri itu.
Selain itu, Alan menyampaikan pandangannya bahwa jatah pemilu 2024 akan diisi oleh para pemula. Sehingga banyak partai-partai dan tokoh politik yang melakukan pendekatan kepada milenial.
“Ada beberapa calon yang melakukan kampanye sedikit berlebihan karena terlalu ingin menyesuaikan. Kalau anak muda sekarang itu nyebutnya creams, jadi agak aneh ketika memang ada tokoh politik atau partai yang mencoba pendekatannya itu benar-benar manifestasi kit. Sedangkan sebenarnya pemilih muda itu paham kalau misalkan program-programnya cukup menyasar. Jadi tidak perlu harus benar-benar kayak mulai dari lifestyle-nya lalu konten-kontennya memaksakan diri,” imbuhnya.
Selanjutnya, Ketua BKK UKM itu menyampaikan generasi muda sebenarnya membutuhkan sosok pemimpin yang kritis dan mau melawan sistem yang memberikan dampak buruk. Selain itu, seorang pemimpin juga perlu menggencarkan personal branding dengan memanfaatkan media.
“Media sosial sangat penting untuk pelayanan. Jadi, bukan sebatas pencitraan bagi teman-teman generasi muda. Mungkin itu bonus, lah, untuk personal branding seorang pejabat dalam memberikan gambaran visi misi ke depannya,” tutupnya (Nabila)