Siapa sangka, bahan dapur yang terlihat biasa saja seperti gula, garam, dan lemak (GGL) bisa menjadi ancaman serius bagi kesehatan. Tanpa disadari, konsumsi GGL secara berlebihan menjadi salah satu pemicu utama penyakit tidak menular seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung.
Padahal, makanan manis, gurih, dan berminyak sudah begitu akrab di lidah masyarakat Indonesia, terutama kalangan anak muda. Camilan manis, mie instan, minuman manis, dan gorengan seolah menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup sehari-hari.
Melansir dari Kompas TV, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) tengah menyiapkan sistem pelabelan Nutri Grade. Sistem ini bertujuan mengedukasi masyarakat tentang kandungan gula, garam, dan lemak pada produk makanan dan minuman. Nantinya, produk akan diberi kode huruf untuk menunjukkan tingkat kerawanan gula, garam, dan lemak, mirip dengan yang sudah diterapkan di Singapura.
Berikut ini batas konsumsi GGL per orang dewasa per hari menurut Kemenkes RI:
• Gula: maksimal 50 gram atau sekitar 4 sendok makan
• Garam: maksimal 2.000 mg natrium (setara 1 sendok teh garam)
• Lemak: maksimal 67 gram atau sekitar 5 sendok makan minyak goreng
“Konsumsi gula lebih dari 50 gram, natrium lebih dari 200 mg, dan lemak lebih dari 67 gram per orang per hari berisiko hipertensi, diabetes, dan serangan jantung,” ujar dr. Siti Nadia Tarmizi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, seperti dikutip dari Kompas TV.
Yang lebih mengkhawatirkan, banyak orang tidak sadar seberapa besar kandungan GGL dalam makanan mereka konsumsi. Bahkan produk yang dianggap “sehat” bisa saja mengandung gula tersembunyi atau lemak jenuh dalam kadar tinggi. Karena itu, Kemenkes mendorong masyarakat untuk lebih teliti membaca label gizi sebelum membeli.
Membatasi konsumsi gula, garam, dan lemak serta membiasakan diri membaca label gizi merupakan langkah sederhana namun penting untuk menjaga kesehatan jangka panjang. (Salsha)