Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Setiap perjalanan kehidupan memiliki tantangan dan cobaan yang berbeda, namun bagi orang tua yang merawat anak disabilitas, kerap menjadi ujian yang intens. Dalam menghadapi situasi ini, kebahagiaan autentik mungkin tampak seperti tujuan yang sulit dicapai.
Melalui dorongan Dr. Rr. Amanda Pasca Rini, M.Si., Psikolog dan Nindia Pratitis, S.Psi., M.Psi., Psikolog, penelitian yang dikaji oleh Amalia Eka Kurnia Sari menjelajahi hubungan antara welas asih diri (self-compassion) dan ketahanan diri (resiliensi) orang tua dengan kebahagiaan autentik yang mereka rasakan dalam mengasuh anak-anak dengan disabilitas.
Mahasiswa Psikologi Untag Surabaya ini menjalani proses penelitian yang tidak mudah. Amalia menghadapi berbagai kendala yang memerlukan ketekunan dan kebijaksanaan untuk diatasi. Salah satu tantangan besar adalah mendekati orang tua anak-anak dengan disabilitas. Banyak di antara mereka masih merasa enggan untuk berbicara terbuka tentang anak-anak mereka, dipengaruhi oleh stigma sosial yang masih melekat dalam masyarakat.
Meski demikian, Amalia berhasil mengatasi hambatan ini dengan pendekatan yang penuh teliti dan sensitivitas. Ia bahkan menjadi seorang relawan dalam acara Hari Anak dengan Disabilitas Internasional, yang memberinya kesempatan untuk memahami lebih dalam tentang pengalaman mereka dan membangun kepercayaan dengan orang tua.
Hasil dari penelitian ini membawa kontribusi yang berarti dalam pemahaman tentang kebahagiaan autentik. Amalia menemukan bahwa self-compassion dan resiliensi orang tua sangat kompleks dan saling mempengaruhi. Self-compassion membantu orang tua mengatasi kritik diri yang merugikan dan menggantinya dengan dukungan internal yang penuh pengertian.
Sementara itu, self-compassion berfungsi sebagai dasar bagi perkembangan resiliensi yang memungkinkan seseorang agar tetap stabil dan tangguh dalam menghadapi stres dan tekanan, yang pada gilirannya membantu meningkatkan self-compassion.
“Ketika self-compassion dan resiliensi bekerja bersama, orang tua memiliki kemampuan untuk menghadapi tantangan dengan sikap yang lebih positif dan adaptif. Mereka tidak hanya bisa memperlakukan diri sendiri dengan penuh pengertian, tetapi juga mampu mengembangkan ketahanan untuk pulih dari kesulitan, yang pada akhirnya membantu mereka mencapai kebahagiaan yang lebih mendalam dan tahan lama,” ujarnya
Penelitian ini memberikan pandangan baru bahwa melalui welas asih diri (self-compassion) dan ketahanan diri (resiliensi), orang tua dapat mengembangkan cara-cara yang lebih efektif untuk mengatasi tantangan yang mereka hadapi dalam merawat anak-anak mereka yang memiliki kebutuhan khusus.
“Kemampuan untuk tetap tangguh dan pulih dari rintangan akan memberi orang tua kepercayaan diri dan daya tahan dalam menghadapi situasi yang sulit. Penelitian ini memberikan arahan berharga bagi orang tua dalam membangun kebahagiaan yang autentik dan bermakna, sekaligus menciptakan lingkungan yang positif dan mendukung bagi anak-anak mereka dengan disabilitas,” pungkas Amalia
Melalui ketekunan dan komitmen ini, Amalia berhasil meraih hasil penelitian yang bermanfaat dan memberikan suara pada kelompok yang sering kali terpinggirkan. (Nabila)