Apa Makna Pelayanan Kepada Tuhan Yang Sebenarnya ?

  • 19 Juli 2019
  • REDAKSI
  • 7307

Banyak orang Kristen yang salah memahami pengertian pelayanan kepada Tuhan. Mereka berpikir bahwa pelayanan hanyalah kegiatan dalam lingkungan gereja. Ini adalah pengertian yang salah dan benar-benar bisa menyesatkan. Sesungguhnya pelayanan kepada Tuhan adalah semua tindakan, baik yang dipikiran, diucapkan dan dilakukan selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Dalam hal ini inti pelayanan adalah melayani perasaan Bapa dan Tuhan Yesus Kristus. Dengan demikian pelayanan bukan dimulai dari kegiatan dalam lingkungan gereja. Pelayanan tidak dimulai dari Sekolah Tinggi Teologi atau sekolah Alkitab. Pelayanan juga tidak dimulai dari kursus-kursus pelayanan, tetapi pelayanan dimulai dari sikap hati dan cara berpikir serta gaya hidup atau perilaku yang selalu sesuai dengan keinginan Allah setiap hari, sehingga sungguh-sungguh dapat memuaskan atau menyenangkan hati Bapa dan Tuhan Yesus Kristus.

Itulah sebabnya seorang yang bertobat dan rindu melayani Tuhan, tidak harus ditarik di dalam lingkungan kegiatan gereja. Tetapi ia harus terus mengembangkan cara berpikir yang sesuai dengan kebenaran Alkitab atau memiliki pikiran dan perasaan Kristus, sehingga gaya hidupnya diubah terus menerus, sampai pada level kehidupan dimana segala sesuatu yang dipikiran, diucapkan dan dilakukan selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Di banyak gereja, kalau seseorang sudah rajin dalam kegiatan gereja, biasanya ia kemudian ditarik dalam kegiatan pelayanan sebagai aktivis atau pelayan jemaat. Padahal sebenarnya mereka belum siap untuk itu.

Selama ini pada umumnya pelayanan dipahami sebagai kegiatan di lingkungan gereja, yaitu keterlibatan seseorang dalam kegiatan liturgi (sebagai pembicara, pemimpin puji-pujian, pemain musik dan lain sebagainya), kegiatan diakonia (yaitu pelayanan kepada orang yang membutuhkan bantuan masalah ekonomi dan kunjungan-kunjungan kepada mereka yang sakit), pastoral (yaitu pelayanan konseling atau pembinaan pribadi bagi yang bermasalah) serta kegiatan misi (yaitu pelayanan ke tempat-tempat dimana Injil belum diberitakan). Pengertian yang salah ini memicu beberapa dampak antara lain:

Pertama, seseorang tidak terpacu untuk secara serius dan terus menerus mengubah pola berpikirnya agar memiliki pikiran dan perasaan Kristus (Flp. 2:5-7). Seseorang yang tidak memiliki pikiran dan perasaan Kristus, tidak akan dapat mengenakan kodrat Ilahi. Ia tidak mungkin dapat menyenangkan hati Bapa (Mat. 7:21-23). Standar dapat menyenangkan hati Bapa adalah serupa dengan Tuhan Yesus atau memiliki gaya dan cara hidup-Nya. Jadi, sehebat apa pun gelar kesarjanaan teologi seseorang tidak ada artinya tanpa kehidupan yang terus diubah untuk dapat sepikiran dan seperasaan dengan Kristus.

Kedua, seseorang gagal menemukan panggilannya yang khusus bagi kepentingan Kerajaan Allah, sebab mereka berpikir bahwa panggilan Tuhan selalu berorientasi pada kegiatan di lingkungan gereja. Padahal profesi pedagang, tenaga medis, praktisi hukum dan lain sebagainya di lingkungan di luar gereja pun merupakan panggilan yang sejajar dengan panggilan sebagai pejabat gereja. Dalam profesi masing-masing seseorang memerankan panggilannya untuk melayani Tuhan sebagai utusan atau misionaris-Nya (1Kor 6:19-20; 10:31). Hidup sebagai misionaris Tuhan adalah mutlak, adapun tempat masing-masing dalam menggelar misi tersebut berbeda-beda. Dalam hal ini, seharusnya setiap orang percaya adalah misionaris di tempat dan bidangnya.

Ketiga, terbangunnya strata dalam gereja. Sehingga ada orang-orang yang dikategorikan imam dan yang lain bukan (biasanya disebut awam). Ada yang dikategorikan pelayan Tuhan dan yang lain bukan. Padahal, semua orang yang telah ditebus oleh darah Yesus adalah pelayan Tuhan. Ada kelompok rohaniwan dan bukan kelompok rohaniwan. Kalau seseorang tidak menjadi rohaniwan, berarti duniawan. Duniawan sama dengan mengasihi dunia, tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Surga (1Yoh. 2:15-17

Keempat, penyalahgunaan pelayanan pekerjaan di lingkungan gereja untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu serta lembaganya. Potensi terjadinya penyalahgunaan wewenang seorang yang mengaku pelayan Tuhan atau wakil Tuhan sangat besar. Dalam hal ini terjadi pemanfaatkan nama Tuhan bukan untuk kepentingan Kerajaan Allah. Faktanya hal ini semakin marak dewasa ini. Ciri mereka adalah sering mengemukakan visi-visi atau mendengar suara Tuhan, daripada mengajar jemaat untuk hidup suci dan fokus ke langit baru dan bumi yang baru. Biasanya mereka mengajarkan teologi kemakmuran (kemakmuran dunia). Dari hal ini, lahir nabi-nabi dan pengajar palsu yang tidak mengajarkan Injil yang murni (Gal. 1:6-10).

Reporter : MKM

Editor   : LA_Unda 
https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id

REDAKSI