Bekerja Yang Halal, Barokah Sesuai Teladan Nabi Dawud Alaihissalam

  • 15 November 2019
  • 1585

Salah satu cara untuk meningkatkan ketakwaan dan rasa kehambaan kepada Allah subhanahu wata`ala adalah dengan bekerja. Terutama dalam pekerjaan yang halal, berkah dan manfaat.

Dalam sebuah hadits hasan yang diriwayatkan oleh Ibnu Muflih daam Kitab al – Adab al – Syariyyah, dan disandarkan pada sahabat Abu Hurairah radliyallahu anhu, Rasulullah shllallahu alaihi wasallam bersabda:

‘’Barangsiapa mencari kehidupan dunia dengan jalan halal, karena niat menjaga kehormatannya dari suatu masalah, dan niat usaha menafkahi keluarganya, menyantuni tetangganya yang kekurangan, maka kelak ia akan datang di hari kiamat dengan wajah bagaikan bulan di malam purnama. Dan barangsiapa mencari dunia dengan jalan halal, namun karena niat menumpuk - numpuknya, maka kelak ia akan bertemu dengan Allah dengan kondisi dibenci oleh – Nya.’’  

Dalam hadits tersebut, Rasulullah menganjurkan bagi orang yang bekerja agar meniatkan diri untuk mencari rezeki yang halal. Selain itu, kita tidak boleh lupa agar memperbagus niat kerja juga untuk menjaga kehormatan diri dan agama, menafkahi keluarga dari hasil kerja yang baik, serta tidak lupa untuk berderma kepada sesama.  

Tetapi, jika seseorang yang bekerja hanya karena niat menumpuk harta, maka kelak akan bertemu dengan Allah subhanahu wata’ala dengan kondisi dibenci. Barangsiapa yang sudah dibenci Allah maka sudah pasti neraka tempatnya kembali.  

Dikisahkan, ada salah satu dari pelayan yang setia mendampingi Nabi Dawud alaihissalam ditanya mengenai kisah perjalanannya.  

‘’Wahai pemuda ! Bagaimana pendapatmu tentang Dawud?’’  

Lantas orang yang dipanggil pemuda itu menjawab :  

‘’Sebaik – baik hamba. Dia memiliki sebuah pekerti yang belum pernah diketahui selama ini.’’  

Orang itu lalu bertanya:  

‘’Apa itu ?’’  

Pemuda itu menjawab: ‘’Suatu ketika, ia memakan harta dari baitu al – mal – nya kaum muslimin. Karena sebagai raja, ia boleh mendapatkan gaji darinya. Namun, ketika itu ia menerima wahyu bahwa betapa Allah subhanahu wata ala mencintai seorang hamba yang makan dari hasil jerih payahnya sendiri, dari buah tangannya sendiri ! Selepas menerima wahyu itu, beliau bersegera beranjak menuju mihrab tempat ia bersujud, sembari menangis tersedu, sembari merenung dan berdoa kepada Allah subhanahu wata`ala:  

‘’Wahai Tuhanku! Ajarkanlah kepadaku sebuah pekerti yang bisa aku kerjakan dengan tanganku dan mampu menghindarkan aku dari harta baitu al – malnya kaum muslimin !’’  

‘’Lantas doa Nabiyullah Dawud alaihissalam dikabulkan oleh Allah subhanahu wata ala. Allah subhanahu wata`ala mengilhamkan kepadanya untuk membuat baju besi dan menundukkan besi. Bahkan, di tangannya, besi yang keras dapat menjadi bubur yang siap dibentuk sesuai keinginannya. Sejak saat itu, setiap kali ia selesai melaksanakan tugas – tugas pemerintahannya, ia bekerja membuat baju besi, lalu dijualnya ke pasar. Hasilnya, ia pergunakan untuk menghidupi dirinya dan keluarganya.’’  

Kisah Dawud ini kemudian diabadikan oleh Allah subhanahu wata ala di dalam Al-Qur an al – Karim, Surat al-Saba [34] ayat 10 – 11. Allah subhanahu wata ala berfirman:  

‘’Dan sungguh, telah Kami berikan kepada Dawud karunia dari Kami. (Kami berfirman), ‘’Wahai gunung – gunung dan burung – burung ! Bertasbihlah berulang-ulang bersama Dawud,’’ dan Kami telah melunakkan besi untuknya.’’  

 ‘’(Yaitu) buatlah baju besi yang besar - besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh, Aku Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.’’  

Di dalam Al – Qur an Surat al – Anbiya [21] ayat 80, Allah subhanahu wata`ala juga mengisahkan tentang pekerjaan Nabi Dawud alaihi al – salam, dengan firman – Nya:  

‘’Dan Kami ajarkan (pula) kepada Dawud cara membuat baju besi untukmu, guna melindungi kamu dalam peperangan. Sudahkah kamu bersyukur (kepada Allah) ?’’  

Gambaran dari kisah ini, menjadi penjelas bagi kita hendaknyaa berburu rezeki yang halal. Jangan hanya yang halal, tapi yang lebih menyelamatkan. Jangan sekadar yang menyelamatkan, tapi juga harus yang membawa manfaat, untuk diri, keluarga, dan masyarakat.  

Apalah artinya rezeki yang halal, jika tidak menyelamatkan diri kita, di dunia dan akhirat ! Apalah artinya rezeki yang halal, jika tidak mampu membawa manfaat ! Sungguh, sebaik – baik diri seorang hamba adalah yang paling bermanfaat buat manusia lainnya !  

‘’Sebaik – baik hamba di sisi Allah, adalah yang paling bermanfaat buat sesamanya.’’  

Demikian itu merupakan teladan dari Nabi. Maka sebagai umat, hendaknya kita meneladani kisah-kisah mulia di atas supaya tercatat sebagai sebaik – baik hamba.

Sumber : www.nu.or.id


https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id