Harus Adanya Undang-Undang Perlindungan Hukum Khusus Perempuan Dengan Memperhatikan Ham Dan Asas Kesimbangan

  • 16 Februari 2016
  • latifah
  • 5955

Widowati, SH., M.Hum., Mahasiswi S3 Program Ilmu Hukum Fakultas Hukum (FH) UNTAG Surabaya telah berhasil menyelesaikan studinya, dengan judul disertasi yang diajukan mengenai Prinsip perlindungan hukum bagi perempuan korban kejahatan. Penelitian ini untuk menjelaskan, menganalisis, menemukan tentang prinsip dan konsep perlindungan hukum bagi perempuan korban kejahatan dalam hukum pidana.

Perempuan empat anak ini memaparkan bahwa penelitian ini dilatar belakangi karena menusia mempunyai hal dasar yang dibawa sejak dalam kandungan hingga lahir. " Manusia sejak lahir tanpa memandang ras, suku, warna kulit, asal usul, golongan darah dan perbedaan yang lainnya, yang disebut Hak Asasi Manusia (HAM). HAM memandang manusia untuk mendapatkan perlakuan yang sama dihadapan hukum, implementasinya dituangkan melalui berbagai produk Perundang-Undangan. Sekalipun perlindungan hukum sudah diatur dalam Undang-Undang, namun perlindungan hukum masih belum dapat berjalan secara maksimal, karena perlakuan antara pelaku dan korban kejahatan berjalan tidak seimbang, khususnya perlindungan bagi perempuan korban kejahatan belum diatur secara khusus sebagaimana dalam perlindungan anak, " kata Dosen kopertis wilayah VII Surabaya dpk Fakultas Hukum Universitas Tulungagung tersebut.

Ada dua kesimpulan dari penelitian ini ucap mahasiswi kelahiran tulungagung. Pertama, " Prinsip perlindungan hukum bagi perempuan sebagai korban kejahatan adalah hak untuk memiliki rasa aman, yang mengandung makna selama dalam proses perkara pidana perempuan sebagai korban kejahatan harus dalam kondisi yang aman dan terlindungi. Selain itu juga prinsip penghormatan HAM, yang mewajibkan hak-hak perempuan sebagai korban kejahatan untuk benar-benar diperhatikan. Prinsip keseimbangan yaitu dalam berbagai peraturan Perundang-Undangan harus memberi jamian perlakuan dan hak yang sama antara pelaku dan korban. Prinsip non diskriminasi artinya dalam penanangan perempuan sebagai korban kejahatan harus diberlakukan sama, tanpa melihat pada jenis kelamin, bahkan perlu ada perlakuan khusus, karena faktanya perempuan adalah orang yang paling rentan menjadi korban kejahatan."

Yang kedua, lanjutnya, pemenuhan hak perempuan sebagai korban kejahatan seharusnya diberikan secara langsung dan tanpa pembatasan waktu, artinya dalam hal perlindungan hukum, korban harus sudah secara langsung mendapatkannya untuk setiap tingkatan pemeriksaan. Begitu juga tentang bantuan hukum dan pendampingan oleh pekerja sosial sifatnya wajib, dan harus diberikan pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan Perundang-Undangan.

" Dari penelitian ini saya merekomendasikan pembentuk Undang-Undang sudah seharusnya memikirkan untuk membuat ketentuan Undang-Undang tentang perlindungan hukum khusus untuk perempuan dengan memperhatikan Hak Asasi Manusia dan Asas Kesimbangan. Dan pada Perundangan-Undangan yang akan datang, pemenuhan hak perempuan sebagai korban kejahatan harus diberikan secara langsung, tanpa ada pembatasan waktu serta ketentuan wajib diberikannya bantuan hukum dan pendampingan bagi perempuan yang menjadi korban kejahatan," pungkas Widowati.


https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id

N. S. Latifah

Redaksi yang malang melintang di bidang jurnalisme