Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Dalam agama Islam, shalat subuh merupakan salah satu dari lima waktu shalat fardhu, yang dikerjakan sejak terbitnya fajar kedua/fajar shodiq dan berakhir ketika matahari terbit. Setiap shalat mempunyai waktunya sendiri-sendiri. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. An-Nisa ayat 103 yang berbunyi, ‘’Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman’’.
Lalu bagaimana jika seseorang muslim pada suatu ketika tidak dapat bangun sebelum matahari terbit dan justru bangun di waktu dhuha. Apakah diperbolehkan seorang muslim mengganti shalat subuhnya di waktu dhuha dengan cara mengqadha shalat subuh, meskipun sebenarnya hal itu dalam keadaan terpaksa atau tidak ingin meninggalkan sholat subuh tersebut. Maka dari itu di bawah ini akan dijelaskan beberapa pendapat dari para ulama terkait sholat subuh.
Jika seseorang meninggalkan shalat secara sengaja, dikarenakan malas atau hal lainnya, pendapat pertama dia berdosa dan wajib qadha. Hal ini merupakan pendapat dari mayoritas fuqaha, seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Asy Syafii. Imam Ibnu Hazm, Al Muhalla, sedangkan Imam Ahmad bin Hambal mengatakan kafirnya orang yang meninggalkan shalat secara sengaja sampai melewati waktunya. Syaikh Sayyid Sabiq rahimahullah mengatakan, ‘’Adapun meninggalkan shalat secara sengaja, maka menurut mayoritas ulama adalah dia berdosa dan wajib mengqadha.’’ (Fiqhus Sunnah, 1/274).
Menurut jumhur ulama, ketika shalat wajib lalai dilakukan karena unsur ketidaksengajaan, seperti tertidur atau lupa, maka wajib qadha ketika seseorag tersebut sadar dan ingat akan kewajiban tersebut. Hal ini senada dengan sabda Rasulullah, ‘’Sebenarnya bukanlah kategori lalai jika karena tertidur. Lalai adalah bagi orang yang tidak shalat sampai datang waktu shalat lainnya. Barang siapa yang mengalami itu maka shalatlah dia ketika dia sadar’’. (HR. Muslim, 311/681).
Selanjutnya pendapat kedua, dia tidak disyariatkan mengqadha, tetapi hendaknya bertaubat, banyak istighfar, dan shalat sunah. Inilah pendapat Imam Ibnu Taimiyah, beliau mengatakan, ‘’orang yang meninggalkan shalat secara sengaja tidaklah disyariatkan baginya untuk mengqadhanya, dan tidak sah pula jika dia melakukannya, tetapi hendaknya dia memperbanyak shalat sunahnya.’’ (Fatawa Al Kubra, 5/320).
Hal Ini juga difatwakan Imam Ibnu Hazm, Beliau mengatakan, ‘’Adapun orang yang meninggalkan shalat secara sengaja sampai keluar dari waktunya, maka selamanya tidak bisa diqadha. Namun hendaknya dia memperbanyak amal kebaikan, shalat sunah, dalam rangka memperberat timbangan kebaikannya di hari kiamat nanti, dan hendaknya dia bertaubat dan beristighfar kepada Allah Azza wa Jalla. (Al Muhalla, 1/274-275).
Alasan tersebut berdasar dari QS. Maryam [19] : 59-60 yang artinya ‘’maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun.’’
Jadi, menurut ayat-ayat ini, solusi dari kemaksiatan adalah bertaubat kepada Allah Taala dan memperbanyak istighfar. Begitupula dalam konteks meninggalkan shalat wajib secara sengaja, ditambah lagi orang tersebut mesti menutupinya dengan memperbanyak shalat sunah. Dalilnya adalah dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ‘’Sesungguhnya yang pertama kali dihisab dari amal seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Jika bagus shalatnya maka dia telah selamat dan beruntung. Jika rusak shalatnya maka dia akan menyesal dan merugi. Jika shalat wajibnya ada kekurangan, maka Allah Azza wa Jalla berkata, ‘’Lihatlah pada hamba-Ku shalat sunahnya. Sempurnakanlah kekurangan pada yang wajib itu dengannya.’’ Kemudian dihitunglah semua amal perbuatannya dengan seperti itu juga.’’ (HR. At Tirmdzi (413)
Reporter : YRS
Editor : LA_Unda