Implementasi Kebijakan Penataan & Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Kota Banjarmasin

  • 09 Desember 2019
  • 1719

Dr. H. Arifin Noor, MT berhasil raih gelar Doktor Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untag Surabaya. Ujian terbuka di meeting room Untag Surabaya tersebut terselenggara pada hari Jum`at, (06/12).

Dalam latar belakang disertasinya, Arifin menjelaskan sektor informal terkait dengan pedagang kaki lima, di mana unit usahanya bersekala kecil yang menghasilkan barang dan jasa tanpa memiliki izin usaha atau izin lokasi. Fenomena yang sering muncul menjadi suatu permasalahan adalah penataan pedagang kaki lima. Hal ini sudah cukup lama karena di satu sisi pemerintah berharap kotanya bersih, asri, nyaman serta pedagang kaki lima tertata baik dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan seperti tumpukan sampah. Namun disisi lain keberadaan pedagang kaki lima merupakan solusi bagi mereka yang mencari penghidupan untuk lebih baik dan layak.

Kota Banjarmasin memiliki 5 kecamatan dan 52 Kelurahan dengan luas wilayah 72,00 km². Jumlah penduduk mencapai 647.000 jiwa, di mana sebaran penduduknya adalah 8.986 jiwa/km². Dengan kondisi ini memaksa setiap orang untuk berusaha mempertahankan hidup dengan memilih pekerjaan sebagai pedagang kaki lima. Saat ini jumlah PKL di kota Banjarmasin mencapai 2.500 orang yang tersebar di beberapa kecamatan. Jumlah yang besar ini jika tidak ditata dengan baik maka akan menimbulkan dampak yang cukup besar.

Beranjak dari latar belakang tersebut, disertasi ini memiliki tujuan penelitian : 1. Menganalisis implementasi kebijakan Perda nomor 26 tahun 2012 tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima di kota Banjarmasin. 2. Menentukan model implementasi kebijakan Perda nomor 26 tahun 2012 tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima di kota Banjarmasin.

Pria asli Banjarmasin tersebut menuliskan kesimpulan : 1. Pelaksanaan penataan dan pemberdayaan PKL di kota Banjarmasin kurang berhasil, karena kurangnya sinergitas antara organisasi perangkat daerah yang ditunjuk untuk menangani kebijakan penataan dan pemberdayaan PKL tersebut. Hal itu terlihat dengan banyaknya ketidaksesuaian antara tujuan yang diharapkan dan kenyataan yang ada di lapangan. Sinergitas yang rendah sebagai akibat faktor komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi yang kurang maksimal dilaksanakan. Disamping itu, implementasi juga menjadi faktor penentu atas keberhasilan program pemerintah untuk penataan dan pemberdayaan PKL di kota Banjarmasin. 2. Model yang sesuai dalam pelaksanaan dan percepatan pelaksanaan penataan dan pemberdayaan PKL di kota Banjarmasin adalah model yang mengedepankan implementasi atau pelaksanaan dengan penugasan kepada organisasi perangkat daerah terkait, untuk secara disiplin melaksanakan program penataan dan pemberdayaan yang menitikberatkan pada implementasi ke budget kebijakan PKL di kota Banjarmasin. Meliputi pendataan PKL, pendaftaran PKL, penetapan lokasi PKL, pemindahan dan penghapusan lokasi PKL, serta peremajaan lokasi dari PKL yang ada.

Kemudian saran yang diberikan adalah agar pemimpin di pemerintah kota Banjarmasin untuk menitikberatkan pada implementasi kebijakan dalam pelaksanaan program penataan dan pemberdayaan PKL di kota Banjarmasin. Dengan demikian dapat mendeteksi persoalan yang mungkin terjadi secara dini dan dicarikan beberapa alternatif untuk mengatasi masalah tersebut.

 


https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id