Karakteristik Pidana Tambahan Uang Pengganti Dalam Tindak Pidana Korupsi di Indonesia

  • 10 Agustus 2016
  • 5966

Alex Chandra menyelesaikan pendidikan S3 Program Studi Doktor Ilmu Hukum di Fakultas Ilmu Hukum (FH) UNTAG Surabaya selasa (9/08/16), judul disertasi “ Karakteristik Pidana Tambahan Uang Pengganti Dalam Tindak Pidana Korupsi di Indonesia”, di gedung Graha Wiyata Lantai IX UNTAG Surabaya.

Secara faktual banyak putusan pengadilan menjatuhkan sanksi pidana kepada pelaku tindak pidana korupsi yang dinyatakan bersalah dan berkekuatan tetap ditambah dengan pidana tambahan pengganti keuangan negara. Namun hampir semua putusan hakim tidak mudah di eksekusi oleh jaksa secara optimal dan terkesan kurang efektif. Tidak sedikit terpidana kasus tindak pidana korupsi memilih hukuman pengganti berupa kurungan badan dibandingkan membayar uang pengganti.

Alex Chandra, SH, SE, M.Hum mengatakan uang pengganti pada terpidana tindak pidana korupsi memang hanya pidana tambahan, namun sangat tidak bijaksana apabila membiarkan terpidana tidak membayar uang pengganti sebagai cara untuk memulihkan keruagian keuangan negara. Kekhususan terletak pada karakter khas bahwa perbuatan tindak pidana korupsi merugikan keuangan negara dan menggangu perekonomian negara serta dampak lebih luas ialah merugikan seluruh rakyat karena keuangan bersumber dari APBN.

Karakter lain adanya sanksi pidana tambahan berupa uang pengganti sebagai upaya pengembalian kerugian negara. Karakter pidana uang tambahan adalah fakultatif dan disamping menyertai pidana pokok juga harus disertai pidana subside dengan tujuan terpidana membayar pidana uang tambahan tersebut

 Untuk lebih mengaktifkan penerapan pidana tambahan berupa uang pengganti, konsep pidana tambahan uang pengganti harus dijadikan sebagai pidana pokok sehingga penerapan lebih bersifat imperatif. Peningkatan status pidana tambahan uang pengganti menjadi pidana pokok cukup memiliki relevansi dengan tujuan hukum, baik dari perspektif keadilan hukum, kepastian hukum maupun kemanfaatan hukum

Dari penelitian ini saya merekomendasikan agar penggunaan sanksi pidana tambahan berupa uang pengganti dapat efektif dilaksanakan maka penegak hukum khususnya jaksa dan hakim harus secara sungguh-sungguh memahami karakter pidana tambahan uang pengganti dan secara konseptual sanksi pidana tambahan uang pengganti harus ditingkatkan menjadi pidana pokok, sehingga pembentukan Undang-undang harus melakukan revisi terhadap UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi




https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id