Keistemawaan Bersiwak Dan Sunnah Rasulullah

  • 03 Januari 2020
  • 9392

Gosok gigi atau bersiwak sangat dianjurkan bagi kaum muslimin sebelum menunaikan ibadah shalat. Karena dapat membersihkan sisa – sisa makanan yang ada di mulut dan dapat lebih konsen mengerjakan ibadah tersebut.

Bersiwak sekilas terlihat sepele, tapi sesungguhnya mempunyai peranan penting, baik terkait interaksi sosial maupun pelaksanaan ibadah kepada Allah. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan seseorang ketika diskusi bersama orang lain dengan jarak yang sangat dekat tiba – tiba mencium bau mulut tidak sedap. Bukankah itu mengganggu ?

Dalam Islam, bersiwak untuk membersihkan gigi dan mulut termasuk dalam amalan sunah. Sebuah hadis menyebutkan :

Artinya: ‘’Ada empat hal yang termasuk dari sunah Rasul, yakni memakai minyak wangi, menikah, bersiwak, dan malu.’’ (HR Ahmad).

Sementara, hadis lainnya berbunyi:

Artinya: ‘’Siwak membersihkan gigi dan ini menyenangkan Allah. Setiap kali Jibril mengunjungiku, dia menyuruhku menggunakan siwak, hingga aku pun khawatir bahwa menggunakan siwak diwajibkan. Seandainya tidak khawatir akan membebani (merepotkan) umatku, aku akan mewajibkannya.’’ (HR Bukhari dan Muslim).

Bersiwak juga disunnahkan dilakukan secara berulang kali untuk shalat yang mempunyai takbiratul ihram berulang-ulang seperti shalat tarawih, dhuha, shalat qabliyah ba’diyah empat rakaat yang dilakukan dengan dua kali salam, dan lain sebagainya. Kesimpulan ini diambil dari redaksi hadits yang menggunakan frasa ‘’niscaya saya perintahkan kepada mereka untuk bersiwak setiap kali shalat.’’

Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa bersiwak merupakan kegiatan yang tidak wajib tapi penting. Lalu bagaimana tata cara gosok gigi atau bersiwak yang disunnahkan ? Berikut kesunnahan dalam bersiwak sesuai dengan kitab Al Baijuri, juz 1, halaman 84 – 85 : 

Pertama, dimulai dari niat. Orang yang gosok gigi secara kebetulan atau memang sudah menjadi rutinitasnya setiap hari, bisa tak mendapat kesunnahan bersiwak ketika dijalankan tanpa niat melakukan kesunahan.

Kedua, bersiwak menggunakan tangan kanan. Hal ini dilakukan karena mengikuti perilaku Rasulullah, yang ketika menjalankan hal – hal baik menggunakan tangan kanan. Hal ini juga sebagai pembeda antara bersiwak dan istinja (cebok) atau kegiatan yang identik dengan barang kotor lainnya. 

Ketiga, jari kelingking berada di bawah batang siwak (atau sikat gigi). Sedangkan jari manis, jari tengah dan jari telunjuk berada di atas batang siwak dan jempol berada di bawah bagian kepada siwak. Setelah bersiwak, hendaknya batang siwak diletakkan di bagian belakang telinga kiri.

Artinya: ‘’Disunnahkan menjadikan jari kelingking berada di bawah batang siwak, sedangkan jari manis, tengah dan telunjuk di atasnya dan jempol di bagian atas kepala siwak. Setelah bersiwak, kayu siwak diletakkan di belakang telinga bagian kiri. Hal ini berdasarkan hadits Baginda Nabi Muhammad,’’ (Ibrahim Al – Bayjuri, Hasyiyah Syekh Ibrahim Al – Bayjuri, [Dar al – Kutub al – Ilmiyyah, Beirut], juz 1, hal. 84). 

Masih dalam kitab yang sama, sebagian ulama menyunnahkan membaca doa berikut pada saat permulaan gosok gigi:

Artinya: ‘’Ya Allah, semoga Engkau putihkan gigi – gigiku, kokohkan gusi – gusiku, kuatkan katup nafas kami, berilah kami keberkahan, wahai Dzat yang Maha-paling kasih.’’ 

Keempat, disunnahkan menelan ludah pada kali pertama memulai bersiwak walaupun kayu atau batang siwak yang dibuat untuk gosok gigi tidak dalam kondisi baru. Ada kesunnahan menyuci batang siwak pada setiap kali bersiwak. 

Kelima, panjang batang sikat gigi atau kayu siwak makruh jika lebih panjang dari satu jengkal. Apabila lebih dari satu jengkal, konon setan numpang naik pada sisi lebihnya. 

Keenam, disunnahkan ada guritan-guritan celah pada kayu siwak, atau kalau dalam sikat gigi ada sudah cukup karena ada bulu-bulunya. 

Ketujuh, bersikap tenang dan diam. Makruh bersiwak sambil berbicara atau berbincang dengan orang lain. 

Kedelapan, disunnahkan memulai bersiwak dari area mulut bagian kanan sampai separuh. Baru kemudian bagian separuh yang kiri. Hal itu berlaku untuk bagian dalam daripada gigi serta gigi bagian luar. 

Kesembilan, sunnah menggosok bagian pangkal gigi geraham baik secara membujur maupun melintang. 

Kesepuluh, sunnah menggosok bagian langit-langit mulut dan gigi – gigi yang masih tersisa secara melintang. 

Kesebelas, menggosok bagian lidah secara membujur. 

Kedua belas, gosokan-gosokan dilakukan secara lembut dan pelan-pelan.

Sumber :

https://islam.nu.or.id

 

https://www.republika.co.id


https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id