Konsep Hakim Sebagai Pejabat Negara dalam Perspektif ius Constitutum dan ius Constituendum di Indonesia

  • 25 Juli 2017
  • latifah
  • 6173

Ir. H. Adies Kadir, S.H., M.Hum ketua Komisi III DPR RI berhasil meraih gelar Doktor (S3) Ilmu Hukum, Fakultas Hukum UNTAG Surabaya, Sabtu lalu (22/7) di Gedung Graha Wiyata lantai 9 UNTAG Surabaya. Judul disertasi yang diajukan mengenai " Konsep Hakim Sebagai Pejabat Negara dalam Perspektif ius Constitutum dan ius Constituendum di Indonesia "

Tujuan penelitan Adies Kadir ini untuk mengenalisis dan menemukan pengaturan kekuasaan kehakiman di Indonesia dalam perspektif ius Constitutum berdasarkan Undang-Undang Dasar tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan lain dalam kaitannya dengan penetapan kedudukan hakim sebagai pejabat negara. Serta mengenalisis dan menemukan konsep pengaturan kedudukan hakim sebagai pejabat negara dalam perfektif ius Constituendum dalam hubungannya dengan konsep negara di Indonesia.

Dalam disertasinya Kadir mengatakan bahwa inti membahas penelitiannya mengenai bagaimana konsep hakim Indonesia kedepan dalam perspektif ius Constituendum yaitu hukum yang dicita-citakan. Amandemen Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 24 Ayat 1 " kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarkan peradian, guna menegakkan hukum dan keadilan. " Secara filosofi memberikan pesan kepada penyelenggara negara dan penyelennggara pemerintah untuk mendudukan kekuasaan kehakiman dalam struktur pemerintah sebagai kekuasaan yang bersifat netral.

Menurutnya, Hakim juga merupakan symbol kemandirian kekuasaan hakim, oleh karena itu maka penguatan terhadap kemandirian kekuasaan kehakiman melalui konstitusi cukup beralasan, karena di dalam kekuasaan kehakiman hak-hak masyarakat dipertaruhkan manakala terjadi kasus-kasus hukum yag dialaminya. " Karena pengadilan merupakan benteng terakhir bagi masyarakat pencari keadilan dalam memperjuangkan hak-hak hukumnya, " Ucap Fraksi dari Partai Golkar tersebut

Pria kelahiran Balikpapan tersebut dalam penelitiannya menyimpulkan, pengaturan kekuasaan kehakiman dalam prespektif ius Constitutum belum sepenuhnya mencerminkan keinginan dalam Pasal 24 UUD 1945 yaitu kekuasaan kehakiman yang merdeka karena masih ada campur tangan kekuasaan eksekutif terhadap kekuasaan kehakiman baik secara administrative, organisatoris dan finansial. Hakim di Indonesia secara status terbagi menjadi 3, yaitu hakim sebagai pejabatan Negara, hakim sebagai Pegawai Negeri Sipil dan hakim ad hoc (hakim berstatus kontrak). Status hakim yang berbeda-beda mengakibatkan sulit untuk menciptakan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas dari intervensi dalam menegakan hukum dan keadilan. Hakim berstatus PNS selalu tergantung pada eksekutif dalam mengurus kepangkatan dan penggajian. Status hakim sebagai pejabat negara hingga saat ini hanya disandang oleh hakim agung dan hakim mahkamah agung konstitusi. Hakim od hoc merupakan hakim yang berstatus kontrak yang berasal dari profesional secara yuridis hakim ad hoc merupakan hakim yang tidak memiliki aturan hukum secara khusus dalam Undang-Undang.

Selanjutnya, pengaturan kekuasaan kehakiman dalam presfektif ius constituendum adalah kekuasaan kehakiman sebagai lembaga Negara yang setara dengan lembaga eksekutif dan lembaga yudikatif, kedudukan hakim menjadi jabatan mandiri yang bebas dari intervensi lembaga lain sehingga semua hakim harus berstatus pejabat Negara. Rektrutmen calon hakim dilakukan secara mandiri oleh MA dengan mengedepankan asas prudential dan asas transparansi. Usia pensiun hakim untuk hakim agung dan hakim konstitusi adalah 70 tahun, hakim pada tingkat bandingan adalah 67 tahun dan untuk hakim tingkat pertama adalah 65 tahun. di masa yang akan datang semua hakim harus di bawah naungan mahkamah agung, dan komisi yudisial sebagai pengawas seluruh hakim di Indonesia menjadi bagian dari mahkamah agung.

Berdasarkan hasil penelitiannya Kadir merekomendasikan untuk mewujudkan kekuasaan kehakiman dan hakim yang mandiri, sebaiknya segera diakhiri multi status hakim dengan menjadikan semua hakim berstatus sebagai pejabat negara dengan segala konsekuesi yang melekat pada pejabat negara. Dan segara dibentuk Undang-Undang jabatan hakim yang benar-benar mencerminkan kemandirian kekuasaan kehakiman yang menampung ide-ide atau gagasan terkait dengan kedudukan hakim sebagai pejabat negara, yang mampu memenuhi tuntutan masa depan untuk menegakan hukum dan keadilan yang di harapkan oleh masyarakat pencari keadilan. Selain itu dalam penciptakan pengawasan kekuasaan kehakiman yang professional dan efektif serta menjaga marwah profesi hakim yang mulia, maka disarankan agar dilakukan amandemen UUD 1945 Pasal 24B dengan menjadikan KY sebagai bagian dari MA.


https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id

N. S. Latifah

Redaksi yang malang melintang di bidang jurnalisme