Kreativitas Merupakan Kompetensi Utama yang Dibutuhkan di Bidang Arsitektur

  • 19 Agustus 2016
  • 6148

Niken Titi Pratitis, S.Psi, M.Si Psikolog dosen UNTAG Surabaya pada tanggal 24-29 Juli 2016 lalu mempresentasikan hasil penelitiannya  di 31st Internasional Congress of Psychology (ICP) di Yokohama Jepang, penelitian yang dipaparkan tentang ‘Creativity in Architecture: Redefinition of the Creativity Consept in Specific Domain’

Arsitektur adalah salah satu bidang yang membutuhkan kompetensi kreatif. Dalam karya kreatifnya arsitek dituntut untuk dapat merancang dengan detil suatu bangunan, mengetahui material yang digunakan dalam membuat suatu bangunan serta mampu mengembangkan ide-ide atau inovasi baru dalam membuat suatu bangunan. Kesadaran akan pentingnya kreativitas bagi seorang arsitek tersebut bersinergi dengan adanya kesadaran akan keberlanjutan lingkungan dan kemanusiaan sebagai konsep multi-dimensional, pada akhirnya menjadi tantangan bagi pendidikan arsitektur dimasa yang akan datang. Oleh karena itu, Asosiasi Pendidikan Tinggi Arsitektur Indonesia (APTARI) menyatakan bahwa lulusan Program Studi Arsitektur Indonesia harus memiliki  kemampuan berimajinasi, berpikir kreatif, berinovasi dan menjadi pelopor dalam desain sebagai salah satu elemen kompetensi perancangan yang penting. Hal ini sejalan dengan Union Internationale de Architecte (UIA) yang menyebutkan bahwa dalam proses mendesain, seorang lulusan prodi Arsitektur, dituntut untuk memiliki daya imajinasi, berpikir kreatif, inovatif dan mampu menciptakan desain yang dapat menjadi panutan.

Adanya kebutuhan kompetensi kreatif di bidang Arsitektur ini, membawa pada suatu pemikiran bahwa harus ada tolok ukur yang jelas tentang tercapai tidaknya kompetensi kreatif tersebut pada mahasiswa Arsitektur. Pemetaan potensi mereka saat memulai studi mereka di perguruan tinggi di bidang Arsitektur juga menjadi kebutuhan penting agar dosen dapat mengarahkan, menstimulasi dan mengembangkan potensi-potensi kreatif itu secara tepat,” jelas Niken kepada warta17agustus.com, Kamis (18/8/2016).

Untuk itu, lanjut dia, dibutuhkan suatu alat ukur kreativitas yang dapat menggambarkan secara tepat potensi tersebut pada calon-calon mahasiswa Arsitektur. Persoalannya, hingga saat ini, secara umum alat ukur kreativitas cenderung berpijak pada dasar definisi konseptual kreativitas secara umum, seperti misalnya diartikan sebagai proses kognitifyang melibatkan pengetahuan dalam generasi ide-ide.

“Penelitian ini untuk mendefinisikan ulang konsep kreativitas di bidang Arsitektur agar dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kreativitas dapat didefinisikan secara berbeda ketika berada pada domain keilmuan yang berbeda, sehingga juga dapat diketahui indikator-indikator dari kreativitas di bidang Arsitektur,” ujar Niken.

Secara teoritis, penelitian Niken ini diharapkan dapat ditarik kesimpulan baru tentang kreativitas dalam sudut pandang domain Arsitektur yang dapat menjadi pijakan baru dalam menentukan aspek dan indikator yang lebih tepat dan spesifik dari alat ukur kreativitas di bidang Arsitektur. Dengan demikian, nantinya dapat pula dibuat alat ukur kreativitas yang lebih spesifik dan benar-benar mengukur kreativitas dalam bidang Arsitektur. Sedangkan, subyek penelitiannya tersebut terdiri dari 10 orang informan, yang terbagi menjadi 5 orang akademisi (dosen Arsitektur yang juga berprofesi sebagai Arsitek) dan 5 orang non akademisi (praktisi atau Arsitek murni).

Penelitiannya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan metode wawancara dan FGD. Wawancara dilakukan dengan memanfaatkan WhatsApp (WA) dengan mempertimbangkan berbagai aktivitas atau kesibukan dari informan. Proses wawancara dilakukan secara bertahap dalam beberapa hari (rata-rata 3 hari). Sementara, FGD dilakukan dengan tujuan mengkoreksi hasil wawancara yang telah dihasilkan sekaligus mendapatkan kesepakatan atau menyamakan persepsi antara semua informan yang terlibat.

Lebih lanjut Niken mengatakan, dari hasil penelitiannya tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kreativitas merupakan kompetensi utama yang dibutuhkan di bidang Arsitektur, selain kompetensi utama lainnya seperti 2 kompetensi yang bersifat karakter atau kepribadian (kepribadian ekstrovert serta keingintahuan), 8 kompetensi yang bersifat skill (kemampuan kreatif dan inovatif, kemampuan membuat perencanaan, kemampuan merancang, kemampuan mengikuti trend, kemampuan kerjasama, pemahaman spasial, kemampuan grafis, dan kemampuan komunikasi), serta 1 kompetensi yang terkait dengan produk  atau menghasilkan karya (originalitas dalam karya). Selain kompetensi utama, dibutuhkan pula beberapa kompetensi tambahan, yaitu kemampuan untuk disiplin, kemampuan mengelola waktu, kemampuan menerima masukan, kemampuan bekerja dibawah tekanan, memiliki inisiatif, kemampuan mencari pengalaman, kemampuan menggambar, tidak buta warna, dan terakhir memiliki jiwa seni (memadukan knowledge dengan seni).

Penelitian Niken juga berhasil mendefinisikan ulang kreativitas dalam spesifik domain yaitu bidang Arsitektur. Dalam hal ini, kreativitas di bidang Arsitektur secara spesifik didefinisikan sebagai kemampuan menghasilkan produk desain yang inovatif, estetis, fungsional dan original yang terukur dan akuntabel (mampu menjawab tuntutan dan kebutuhan) melalui proses desain yang sistematis, dengan mengolah unsur-unsur desain (titik, garis, bidang) menggunakan prinsip desain (keseimbangan, pengulangan, kesatuan, proporsi dan vocal point) dan azas desain (tekstur, warna, dll).

“Maka aspek kreativitas di bidang Arsitektur adalah 1) Produk desain yang inovatif, estetis, fungsional, dan original, 2) Karya desainnya terukur dan akuntabel (menjawab tuntutan dan kebutuhan lingkungan atau masyarakat), 3) Proses desain yang sistematis dengan mengolah unsur desain menggunakan prinsip desain dan azas desain,” papar Niken.

Menyimak hasil penelitian ini, penelitian selanjutnya dapat diarahkan untuk menyusun indikator yang dapat menjadi tolok ukur kreativitas di bidang Arsitektur. Dengan demikian dapat dirancang alat ukur yang tepat berkaitan dengan kompetensi kreativitas di bidang Arsitektur. Nantinya alat ukur yang indikatornya ditentukan secara spesifik berdasarkan definisi yang spesifik diharapkan memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi. Tentu saja alat ukur yang demikian diharapkan dapat mempermudah dan membantu proses pemetaan potensi kreatif mahasiswa saat seleksi yang dapat membantu para dosen mengembangkan cara metode pembelajaran yang tepat dalam menstimulasi potensi tersebut.


https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id