Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
5th ASEAN Regional Union of Psychological Society Congres Singapore, 23-25 Maret 2015 , oleh I Gusti Ayu Agung Noviekayati, Nyimas Robbyani PandanwangiFakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Abstrak
Sejalan dengan menurunnya aktifitas dan
perubahan fisik yang dimiliki oleh individu Lanjut Usia, menimbulkan
konsekwensi diantaranya depresi. Depresi pada fase perkembangan ini,
menimbulkan berbagai permasalahan. Penelitian ini bertujuan untuk menurunkan
depresi pada kelompok usia ini dengan menggunakan Terapi Melukis. Adapun Subyek
pada penelitian ini adalah anggota karang werdha kencana yang berada di Desa
Batuan Sumenep. sejumlah 10 orang.
Metode penelitian yang digunakan adalah
metode kuantitatif dan depth interview. Menggunakan skala Beck Depression
Inventory sebagai pre test dan post test. Perhitungan untuk melihat perubahan
nilai pre test dan post test menggunakan
t test berdasarkan SPSS sebesar
5.662 untuk t hitung dan dikonsultasikan dengan t tabel =4.604. Ini berarti t
hitung> t tabel (5.662 > 4.604) pada p sebesar 0.01. Hal ini menunjukkan
bahwa depresi pada individu lanjut usia dapat diturunkan secara signifikan
dengan menggunakan terapi melukis.
Kata kunci : depresi lanjut usia, terapi melukis
Latar belakang
Menjadi tua adalah suatu proses natural atau
alami yang terjadi pada manusia. Secara umum proses penuaan ini menyangkut dua
komponen utama yaitu komponen biologis dan komponen psikologis. Artinya
terdapat perubahan yang terjadi secara biologis atau fisik dan perubahan secara
psikologis. Perubahan pada kedua komponen ditambah dengan sikap masyarakat
mempengaruhi kualitas hidup lanjut usia. Jika lanjut usia dihargai, dicintai
dan dihormati keluarga baik dalam keadaan sehat maupun sakit, kontribusi
individu di komunitas tempat mereka hidup diakui dan dihargai maka individu
menjadi sangat aktif dan hidup mandiri (Cole & Dendukuri, 2003; Watson,
2003).
Akibat perkembangan usia, individu lanjut
usia mengalami perubahan-perubahan yang menuntut dirinya untuk menyesuaikan
diri. Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungan kurang berhasil maka
dapat menimbulkan berbagai masalah seperti kesehatan menjadi menurun,
kehilangan social support, depresi dan juga kehilangan kelas sosial (Cole &
Dendukuri, 2003). Hal tersebut memunculkan kecenderungan perasaan hilangnya
peran yang utuh sebagai manusia, terlebih dengan adanya perasaan semakin
meningkatnya insidensi penyakit serta kematian orang-orang terdekat. Penyakit
fisik atau kematian teman dan sanak saudara dapat mengganggu interaksi sosial
yang berkelanjutan. Saat seseorang mengalami peningkatan perasaan isolasi, ada
kemungkinan menjadi rentan terhadap depresi (Kaplan dan Sadock, 1997; Santrock,
2011).
Depresi akan dialami pada masa lanjut usia karena akan mengalami banyak kehilangan seperti kehilangan pasangan, saudara dan teman. Kehilangan yang dialami kadangkala beruntun meskipun dalam jangka waktu yang pendek. Selain itu depresi yang muncul pada lanjut usia biasanya dikarenakan perasaan tidak berharga, merasa teraniaya oleh lingkungan hingga mengasihani diri sendiri, kurang percaya diri, kemarahan, ketakutan, kecemasan, kecewa, dan marah pada orang-orang di sekitar merupakan akibat dari adanya kecenderungan mengevaluasi kualitas diri secara ekstrem, sehingga cenderung menarik diri dan membuat kesimpulan-kesimpuan sendiri yang membuat diri individu aman. Depresi pada masa ini tidak dapat diabaikan begitu saja karena dapat mengakibatkan depresi kronis (Mondimore, 2006).
Menurut Cole dan Dendukuri (2003), major depression terjadi sebanyak 1-3 persen dari populasi eldery dan 8-16 persen yang memiliki symptom clinical depression. Prognosis yang dialami berstatus buruk. Dari hasil studi meta analisis selama 24 bulan diperkirakan hanya 33% dari eldery yang sehat, 33% yang depresi dan 21 % yang meninggal dunia. Pada beberapa proceeding, depresi mada elderly merupakan masalah yang serius. Lebih kurang 20% kasus depresi yang terdeteksi dan sudah mendapatkan perawatan.
Di Indonesia, penelitian yang meneliti
tentang depresi dilakukan Wulandari dan Rahayu (2001) yang menemukan bahwa
faktor kehilangan kemampuan fisik meningkatkan kerentanan terhadap depresi
dengan berkurangnya kemampuan merawat diri serta hilangnya kemandirian.
Proporsi depresi meningkat pada lanjut usia sejalan dengan penurunan kemampuan
fungsional. Pravalensi depresi pada lanjut usia meningkat pada individu yang
tinggal sendiri.
Kartika (2004) menyatakan bahwa melukis adalah satu ungkapan pengalaman estetik individu yang dituangkan dalam bidang dua dimensi, dengan menggunakan medium rupa, yaitu garis,warna, tekstur, shape, dan sebagainya. Medium rupa dapat dijangkau melalui berbagai material seperti tinta, cat atau pigmen, semen, tanah liat dan berbagai aplikasi yang memberi kemungkinan untuk mewujudkan medium rupa.
Melukis sebagai terapi, berkaitan dengan
aspek kontemplatif atau sublimasi.
Kontemplatif atau sublimasi merupakan suatu cara atau proses yang bersifat
menyalurkan atau mengeluarkan segala sesuatu yang bersifat kejiwaan, seperti
perasaan, memori, pada saat kegiatan berkarya seni berlangsung. Aspek ini
merupakan salah satu fungsi seni yang dimanfaatkan secara optimal pada setiap
sesi terapi. Kontemplatif dalam arti, berbagai endapan batin yang ditumpuk,
baik itu berupa memori, perasaan, dan berbagai gangguan persepsi visual dan
auditorial, diusahakan untuk dikeluarkan atau
disampaikan. Dengan demikian pasien tidak terjebak pada suatu situasi
dimana hanya diri sendiri terjebak pada
realitas imajiner yang diciptakan oleh diri sendiri. Aspek kontemplatif atau sublimasi inilah yang
kemudian dikenal dengan istilah
katarsis dalam dunia psikoanalisa
(Anoviyanti,2008).
Solso (dalam Sternberg, 2008) menyatakan
bahwa menggambar secara faali menggambar dikontrol oleh sistem kortikal yang
tidak sepenuhnya tumpang tindih. Terdapat minimal dua sistem korteks serebral
yang berperan dalam aktivitas menggambar yaitu lobus frontal dan lobus
parietal. Lobus frontal secara umum terlibat dalam pengendalian impuls,
pertimbangan, pemecahan masalah, pengendalian dan pelaksanaan perilaku, serta
pengorganisasian kompleks. Dalam aktivitas menggambar sistem ini terlibat penuh
dalam pengendalian pergerakan tangan.
Lobus parietal berperan dalam pengendalian pengintegrasian sensor dari
pancaindera dan abstraksi (manipulasi) objek dalam pemprosesan visualisasi
objek yang akan dibuat dalam menggambar.
Gambar yang dibuat seseorang merupakan proyeksi emosi serta dorongan-dorongan, keinginan-keinginan yang dimiliki oleh individu. Melalui gambar seseorang memproyeksikan pengalamanya di atas media. Menggambar memberikan kesempatan pada seseorang untuk lebih berani mengekspresikan emosinya secara lebih bebas dan spontan. Melalui gambar seseorang dapat tumbuh dan berkembang lebih baik karena menggambar meningkatkan kemampuan kognitif maupun kepribadian (Satiadarma, 1997; Arif, 2006; Ayuningrum dan Roswita, 2008).
Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis
pada penelitian ini adalah “terapi melukis efektif menurunkan depresi pada
lanjut usia”. Hal tersebut berarti ada kecenderungan penurunan depresi yang
dialami lanjut usia dengan pemberian terapi melukis.
Hasil Penelitian
Analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah analisis Uji–t. Pemilihan ini dilakukan untuk melihat perbedaan yang
terjadi antara kecenderungan depresi pada lanjut usia sebelum diberikan terapi
melukis dan setelah diberikan terapi melukis.
Tabel 3. Hasil skor depresi Pre-test dan Post-test
No Nama Usia Pre-test Post-test
Skor BDI Kategori Skor BDI Ketegori
1. Aa 63 27 Sedang 16 Ringan
2. Nr 61 23 Sedang 16 Ringan
3. As 70 25 Sedang 21 Sedang
4. Si 67 20 Ringan 15 Ringan
5. Gr 66 25 Sedang 16 Ringan
Dari hasil analisis data yang dilakukan didapatkan hasil rata-rata sebelum diberi terapi adalah 19.2 dan rata-rata setelah diberi terapi adalah 14.6. Hasil Uji-t yang dilakukan didapat t hitung = 5.662 dan dikonsultasikan dengan t tabel =4.604. Ini berarti t hitung> t tabel (5.662 > 4.604) pada taraf signifikasi 0.01. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah diberikan terapi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan tingkat depresi sebesar 4.6 poin pada kelompok yang mendapatkan perlakuan atau eksperimen yang signifikan.
Pembahasan
Data kuantitatif yang di dapat menyebutkan
bahwa pemberian terapi melukis efektif terhadap penurunan depresi pada lanjut
usia. Dari data kuantitatif menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada hasil
pemberian pre-test dengan menggunakan BDI setelah terapi melukis diberikan
terjadi penurunan terhadap hasil Post-test dengan menggunakan BDI.
Menggambar adalah kegiatan yang dapat
dilakukan dengan rileks dan menyenangkan dalam mengeskpresikan perasaan,
pikiran, kreativitas, dan keunikan. Menggambar merupakan jalan keluar untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaan yang positif dan negatif tentang diri
sendiri, keluarga, dan dunia. Ketika imajinasi kreatif yang dibuat dinilai oleh
orang lain, perasaan menghargai diri akan berkembang (Djiwandono, 2005).
Gambar yang dibuat seseorang merupakan
proyeksi emosi serta dorongan-dorongan, keinginan-keinginan yang dimiliki oleh
individu. Melalui gambar seseorang memproyeksikan pengalamanya di atas media.
Menggambar memberikan kesempatan pada seseorang untuk lebih berani
mengekspresikan emosinya secara lebih bebas dan spontan. Melalui gambar
seseorang dapat tumbuh dan berkembang lebih baik karena menggambar meningkatkan
kemampuan kognitif maupun kepribadian (Satiadarma, 1997). Selain itu Freud
(dalam Malchiody, 2007 ) mengatakan bahwa karya seni yang dihasilkan oleh
pasien yang dimiliki menunjukkan bahwa lebih mudah melukiskan mimpi tetapi
sulit menjelaskan dalam bentuk kata-kata. Dalam kasus trauma emosional, rasa
kehilangan, atau kekerasan, seni menawarkan cara untuk menyatukan kembali emosi
yang kompleks yang terekspresikan melalui pengalaman inderawi. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian yang di lakukan, dimana subyek lebih nyaman dalam
mengungkapkan segala perasaan dan pengalaman yang dimiliki. Karena keterbatasan
yang dimiliki oleh para lansia, terapi melukis menjadikan para lansia mampu
mengekspresikan keinginan.
DAFTAR PUSTAKA
· Anonim (2014). Depresi. http://id.wikipedia.org
· Anonim (2012). Penuaan Dan Kesehatan. http://www.depkes.go.id
· Anoviyanti, S.R. (2008). Terapi Seni Melalui Melukis pada Pasien Skizofrenia dan Ketergantungan Narkoba. ITB J. Vis. Art & Des. Vol. 2, No. 1. Hal 72-84
· Arif (2006). Dinamika Kepribadian Gangguan Dan Terapinya. Bandung: PT Refika Aditama
· Atkinson R.L.(1999). Pengantar Psikologi II, Edisi II, Batam : Interaksa
· Ayuningrum, D dan Roswita,Y. (2008). Efek Terapi Menggambar Untuk Mengurangi Kecemasan
· Pada Anak Korban Kekerasan Seksual. JurnalPsikodimensia Kajian Ilmiah Psikologi. Vol.7 No. 2. Hal 208-221
· Beck, A.T. (1985). Depression: Causes And Treatment. Philadelphia: University Of PennsylvaniaPress
· Burns D.D. (1998). Terapi Kognitif Pendekatan Baru Bagi Penanganan Depresi. Jakarta: Erlangga
· Bruno, F. J. (1997). Mengatasi Depresi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
· Cole, M.G & Dendukuri, N (2003). Risk Factors for Depression Among Elderly Community Subjects:
o A Systematic Review and Meta Analysis. American Journal Psychiatric.160. 1147-1156.
· Davison, G.C. Neale, J.M. Kring, A.M. (2006). Psikologi Abnormal. Jakarta: PT Raja Grafindo
o Persada
· Haye,T.L. (1993). How To Win Over Depression.(Terjemahan). Semarang: Dahara Publishing
· Hurlock, E. B. (1990). Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga
· Ilmawati.Z. (2008). Depresi Sosial Gejala dan Akar Penyebabnya. http://hizbut-tahrir.or.id
· Griest, J dan Jafferson, J.W. (1987). Depresi dan Penyembuhannya. Alih Bahasa Cahya Subrata. Jakarta: Gunung Mulia
· Kaplan, H.I., Sadock, B. J., dan Grebb, J. A. (1997). Sinopsis Psikiatri Jilid 2. Alih Bahasa Widjaja Kusuma, Jakarta: Bina Rupa Aksara
· Kartika, D.S. (2004).Seni Rupa Modern. Bandung :Rekayasa Sains
· Kurniawati, V dan Ngestiningsih, D. (2013). Kejadian Dan Tingkat Depresi Pada Lanjut Usia: Studi perbandingan di panti wreda pemerintah dan panti wreda swasta. Jurnal Media Medika Muda Artikel Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Hal 122-245
· Malchiodi, C. A. (2007). The Art Therapy the Source. New York :Mc Grow Hill
· Maslim, R. (2004). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III). Jakarta: FK Jiwa Unika Atmajaya
· Menzel, J. C. (2008). Depression In The Elderly After Traumatic Brain Injury:A Systematic Review. 22(5): 375–380
· Mondimore, F.M (2006). Depression, The Mood Disease. 3rd ed. Baltimore: The Johns Hopkins University Press
· Moschini, L. B. (2005). Drawing The Line. Art therapy With the Difficult Client. New jersey: Jhon Willey & Sons, inc
· Mukhlis, A. (2011). Pengaruh Terapi Membatik Terhadap Depresi pada Narapidana. Psikoislamika.Jurnal Psikologi Islam. Lembaga Penelitian Pengembangan Dan Keislaman (LP3K) Vol.8.No 1. Hal 99-116
· Nevid, J.S., Rathus, S.A., dan Greene, B. (2005). Psikologi Abnormal: Jilid I Edisi Kelima (Terjemahan). Jakarta: Erlangga.
· Notoadmodjo, S. (2005). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
· Rubin, A.J. (2005). Artful Therapy. 2th Edition. New Jersey: Jhon Willey & Sons.inc
· Satiadarma, P. M. (1997). Manfaat Menggambar Bagi Anak-Anak: Gambaran Umum Dampak Positif Menggambar Bagi Perkembangan Anak. Jurnal Ilmiah Arkhe. No 3. Hal 25-30
· Santrock, J.W. (2011). Adolescence: Edisi Keenam (Terjemahan). Jakarta: Erlangga
· Saputri, M.A.W& Indrawati, E.S. (2011). Hubungan Antara DukunganSosial Dengan Depresi Pada Lanjut Usia Yang Tinggal Di Panti Wreda Wening Wardoyo Jawa Tengah. Jurnal Psikologi UNDIP. Vol.9, No.1. Hal 65-72
· Sternberg, R. J. (2008). Psikologi Kognitif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
· Soejono, C.H. (2000). Pedoman Pengelolaan Pasien Geriatri. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI
· Tridjata S.C & Piliang, Y.A. (2014). Muatan Terapeutik dalam Ragam Gaya Ekspresi Seni Lukis Penyandang Psikosis. Mudra. Vol.29.No.1. Hal 189-203
· Wilkinson, G. (1992). Depresi. Jakarta: Arcan
· Wisnujadmika. (2011). Modul Seni Rupa. http://wisnujadmika.wordpress.com