Terapi Melukis Untuk Menurunkan Depresi Pada Lanjut Usia

  • 16 September 2016
  • 6465

5th ASEAN Regional Union of Psychological Society Congres Singapore, 23-25 Maret 2015 , oleh I Gusti Ayu Agung Noviekayati, Nyimas Robbyani PandanwangiFakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya


Abstrak


Sejalan dengan menurunnya aktifitas dan perubahan fisik yang dimiliki oleh individu Lanjut Usia, menimbulkan konsekwensi diantaranya depresi. Depresi pada fase perkembangan ini, menimbulkan berbagai permasalahan. Penelitian ini bertujuan untuk menurunkan depresi pada kelompok usia ini dengan menggunakan Terapi Melukis. Adapun Subyek pada penelitian ini adalah anggota karang werdha kencana yang berada di Desa Batuan Sumenep. sejumlah 10 orang.


Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dan depth interview. Menggunakan skala Beck Depression Inventory sebagai pre test dan post test. Perhitungan untuk melihat perubahan nilai pre test dan post test menggunakan  t  test berdasarkan SPSS sebesar 5.662 untuk t hitung dan dikonsultasikan dengan t tabel =4.604. Ini berarti t hitung> t tabel (5.662 > 4.604) pada p sebesar 0.01. Hal ini menunjukkan bahwa depresi pada individu lanjut usia dapat diturunkan secara signifikan dengan menggunakan terapi melukis.

Kata kunci : depresi lanjut usia, terapi melukis


Latar belakang


Menjadi tua adalah suatu proses natural atau alami yang terjadi pada manusia. Secara umum proses penuaan ini menyangkut dua komponen utama yaitu komponen biologis dan komponen psikologis. Artinya terdapat perubahan yang terjadi secara biologis atau fisik dan perubahan secara psikologis. Perubahan pada kedua komponen ditambah dengan sikap masyarakat mempengaruhi kualitas hidup lanjut usia. Jika lanjut usia dihargai, dicintai dan dihormati keluarga baik dalam keadaan sehat maupun sakit, kontribusi individu di komunitas tempat mereka hidup diakui dan dihargai maka individu menjadi sangat aktif dan hidup mandiri (Cole & Dendukuri, 2003; Watson, 2003).


Akibat perkembangan usia, individu lanjut usia mengalami perubahan-perubahan yang menuntut dirinya untuk menyesuaikan diri. Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungan kurang berhasil maka dapat menimbulkan berbagai masalah seperti kesehatan menjadi menurun, kehilangan social support, depresi dan juga kehilangan kelas sosial (Cole & Dendukuri, 2003). Hal tersebut memunculkan kecenderungan perasaan hilangnya peran yang utuh sebagai manusia, terlebih dengan adanya perasaan semakin meningkatnya insidensi penyakit serta kematian orang-orang terdekat. Penyakit fisik atau kematian teman dan sanak saudara dapat mengganggu interaksi sosial yang berkelanjutan. Saat seseorang mengalami peningkatan perasaan isolasi, ada kemungkinan menjadi rentan terhadap depresi (Kaplan dan Sadock, 1997; Santrock, 2011).

 

Depresi akan dialami pada masa lanjut usia karena akan mengalami banyak kehilangan seperti kehilangan pasangan, saudara dan teman. Kehilangan yang dialami kadangkala beruntun meskipun dalam jangka waktu yang pendek. Selain itu depresi yang muncul pada lanjut usia biasanya dikarenakan perasaan tidak berharga, merasa teraniaya oleh lingkungan hingga mengasihani diri sendiri, kurang percaya diri, kemarahan, ketakutan, kecemasan, kecewa, dan marah pada orang-orang di sekitar merupakan akibat dari adanya kecenderungan mengevaluasi kualitas diri secara ekstrem, sehingga cenderung  menarik diri dan membuat kesimpulan-kesimpuan sendiri yang membuat diri individu aman. Depresi pada masa ini tidak dapat diabaikan begitu saja karena dapat mengakibatkan depresi kronis (Mondimore, 2006).

 

Menurut Cole dan Dendukuri (2003), major depression terjadi sebanyak 1-3 persen dari populasi eldery dan 8-16 persen yang memiliki symptom clinical depression. Prognosis yang dialami berstatus buruk. Dari hasil studi meta analisis selama 24 bulan diperkirakan hanya 33% dari eldery yang sehat, 33% yang depresi dan 21 % yang meninggal dunia. Pada beberapa proceeding, depresi mada elderly merupakan masalah yang serius. Lebih kurang 20% kasus depresi yang terdeteksi dan sudah mendapatkan perawatan.


Di Indonesia, penelitian yang meneliti tentang depresi dilakukan Wulandari dan Rahayu (2001) yang menemukan bahwa faktor kehilangan kemampuan fisik meningkatkan kerentanan terhadap depresi dengan berkurangnya kemampuan merawat diri serta hilangnya kemandirian. Proporsi depresi meningkat pada lanjut usia sejalan dengan penurunan kemampuan fungsional. Pravalensi depresi pada lanjut usia meningkat pada individu yang tinggal sendiri.

Kartika (2004) menyatakan bahwa melukis adalah satu ungkapan pengalaman estetik individu yang dituangkan dalam bidang dua dimensi, dengan menggunakan medium rupa, yaitu garis,warna, tekstur, shape, dan sebagainya. Medium rupa dapat dijangkau melalui berbagai material seperti tinta, cat atau pigmen, semen, tanah liat dan berbagai aplikasi yang memberi kemungkinan untuk mewujudkan medium rupa.


Melukis sebagai terapi, berkaitan dengan aspek kontemplatif atau  sublimasi. Kontemplatif atau sublimasi merupakan suatu cara atau proses yang bersifat menyalurkan atau mengeluarkan segala sesuatu yang bersifat kejiwaan, seperti perasaan, memori, pada saat kegiatan berkarya seni berlangsung. Aspek ini merupakan salah satu fungsi seni yang dimanfaatkan secara optimal pada setiap sesi terapi. Kontemplatif dalam arti, berbagai endapan batin yang ditumpuk, baik itu berupa memori, perasaan, dan berbagai gangguan persepsi visual dan auditorial, diusahakan untuk dikeluarkan atau  disampaikan. Dengan demikian pasien tidak terjebak pada suatu situasi dimana hanya diri sendiri  terjebak pada realitas imajiner yang diciptakan oleh diri sendiri.  Aspek kontemplatif atau sublimasi inilah yang kemudian dikenal dengan istilah  katarsis  dalam dunia psikoanalisa (Anoviyanti,2008).


Solso (dalam Sternberg, 2008) menyatakan bahwa menggambar secara faali menggambar dikontrol oleh sistem kortikal yang tidak sepenuhnya tumpang tindih. Terdapat minimal dua sistem korteks serebral yang berperan dalam aktivitas menggambar yaitu lobus frontal dan lobus parietal. Lobus frontal secara umum terlibat dalam pengendalian impuls, pertimbangan, pemecahan masalah, pengendalian dan pelaksanaan perilaku, serta pengorganisasian kompleks. Dalam aktivitas menggambar sistem ini terlibat penuh dalam pengendalian pergerakan tangan.  Lobus parietal berperan dalam pengendalian pengintegrasian sensor dari pancaindera dan abstraksi (manipulasi) objek dalam pemprosesan visualisasi objek yang akan dibuat dalam menggambar.

 

Gambar yang dibuat seseorang merupakan proyeksi emosi serta dorongan-dorongan, keinginan-keinginan yang dimiliki oleh individu. Melalui gambar seseorang memproyeksikan pengalamanya di atas media. Menggambar memberikan kesempatan pada seseorang untuk lebih berani mengekspresikan emosinya secara lebih bebas dan spontan. Melalui gambar seseorang dapat tumbuh dan berkembang lebih baik karena menggambar meningkatkan kemampuan kognitif maupun kepribadian (Satiadarma, 1997; Arif, 2006; Ayuningrum dan Roswita, 2008).


Hipotesis


Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis pada penelitian ini adalah “terapi melukis efektif menurunkan depresi pada lanjut usia”. Hal tersebut berarti ada kecenderungan penurunan depresi yang dialami lanjut usia dengan pemberian terapi melukis.


Hasil Penelitian


Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Uji–t. Pemilihan ini dilakukan untuk melihat perbedaan yang terjadi antara kecenderungan depresi pada lanjut usia sebelum diberikan terapi melukis dan setelah diberikan terapi melukis.

Tabel 3. Hasil skor depresi Pre-test dan Post-test

 

No        Nama    Usia                  Pre-test                                     Post-test          

Skor BDI           Kategori            Skor BDI           Ketegori

1.         Aa        63         27                     Sedang             16                     Ringan 

2.         Nr         61         23                     Sedang             16                     Ringan

3.         As        70         25                     Sedang             21                     Sedang

4.         Si         67         20                     Ringan             15                     Ringan

5.         Gr         66         25                     Sedang             16                     Ringan 

 

Dari hasil analisis data yang dilakukan didapatkan hasil rata-rata sebelum diberi terapi adalah 19.2 dan rata-rata setelah diberi terapi adalah 14.6.  Hasil Uji-t yang dilakukan didapat t hitung = 5.662 dan dikonsultasikan dengan t tabel =4.604. Ini berarti t hitung> t tabel (5.662 > 4.604) pada taraf signifikasi 0.01. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah diberikan terapi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan tingkat depresi sebesar 4.6 poin pada kelompok yang mendapatkan perlakuan atau eksperimen yang signifikan.


Pembahasan


Data kuantitatif yang di dapat menyebutkan bahwa pemberian terapi melukis efektif terhadap penurunan depresi pada lanjut usia. Dari data kuantitatif menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada hasil pemberian pre-test dengan menggunakan BDI setelah terapi melukis diberikan terjadi penurunan terhadap hasil Post-test dengan menggunakan BDI.


Menggambar adalah kegiatan yang dapat dilakukan dengan rileks dan menyenangkan dalam mengeskpresikan perasaan, pikiran, kreativitas, dan keunikan. Menggambar merupakan jalan keluar untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan yang positif dan negatif tentang diri sendiri, keluarga, dan dunia. Ketika imajinasi kreatif yang dibuat dinilai oleh orang lain, perasaan menghargai diri akan berkembang (Djiwandono, 2005).


Gambar yang dibuat seseorang merupakan proyeksi emosi serta dorongan-dorongan, keinginan-keinginan yang dimiliki oleh individu. Melalui gambar seseorang memproyeksikan pengalamanya di atas media. Menggambar memberikan kesempatan pada seseorang untuk lebih berani mengekspresikan emosinya secara lebih bebas dan spontan. Melalui gambar seseorang dapat tumbuh dan berkembang lebih baik karena menggambar meningkatkan kemampuan kognitif maupun kepribadian (Satiadarma, 1997). Selain itu Freud (dalam Malchiody, 2007 ) mengatakan bahwa karya seni yang dihasilkan oleh pasien yang dimiliki menunjukkan bahwa lebih mudah melukiskan mimpi tetapi sulit menjelaskan dalam bentuk kata-kata. Dalam kasus trauma emosional, rasa kehilangan, atau kekerasan, seni menawarkan cara untuk menyatukan kembali emosi yang kompleks yang terekspresikan melalui pengalaman inderawi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang di lakukan, dimana subyek lebih nyaman dalam mengungkapkan segala perasaan dan pengalaman yang dimiliki. Karena keterbatasan yang dimiliki oleh para lansia, terapi melukis menjadikan para lansia mampu mengekspresikan keinginan.


DAFTAR PUSTAKA

·        Anonim (2014). Depresi. http://id.wikipedia.org

·       Anonim (2012). Penuaan Dan Kesehatan. http://www.depkes.go.id

·    Anoviyanti, S.R. (2008).  Terapi Seni Melalui Melukis pada Pasien Skizofrenia dan Ketergantungan  Narkoba. ITB J. Vis. Art & Des. Vol. 2, No. 1.  Hal 72-84

·         Arif (2006). Dinamika Kepribadian Gangguan Dan Terapinya. Bandung:  PT    Refika Aditama

·         Atkinson R.L.(1999). Pengantar Psikologi II, Edisi II, Batam : Interaksa

·         Ayuningrum, D dan Roswita,Y. (2008). Efek Terapi Menggambar Untuk Mengurangi Kecemasan

·      Pada Anak Korban Kekerasan Seksual. JurnalPsikodimensia Kajian Ilmiah Psikologi. Vol.7 No. 2. Hal 208-221

·         Beck, A.T. (1985). Depression: Causes And Treatment. Philadelphia: University Of PennsylvaniaPress

·         Burns D.D. (1998). Terapi Kognitif Pendekatan Baru Bagi Penanganan Depresi.         Jakarta: Erlangga

·         Bruno, F. J. (1997).  Mengatasi Depresi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

·         Cole, M.G & Dendukuri, N (2003). Risk Factors for Depression Among Elderly Community Subjects:

o    A Systematic Review and Meta Analysis. American Journal Psychiatric.160. 1147-1156.

·         Davison, G.C. Neale, J.M. Kring, A.M. (2006). Psikologi Abnormal. Jakarta:   PT Raja Grafindo

o    Persada

·         Haye,T.L. (1993). How To Win Over Depression.(Terjemahan). Semarang: Dahara       Publishing

·         Hurlock, E. B. (1990). Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga

·         Ilmawati.Z. (2008). Depresi Sosial Gejala dan Akar Penyebabnya. http://hizbut-tahrir.or.id

·         Griest, J dan Jafferson, J.W. (1987). Depresi dan Penyembuhannya. Alih Bahasa       Cahya Subrata. Jakarta: Gunung Mulia

  ·    Kaplan, H.I., Sadock, B. J., dan Grebb, J. A. (1997). Sinopsis Psikiatri Jilid 2. Alih Bahasa Widjaja Kusuma, Jakarta: Bina Rupa Aksara

  ·     Kartika, D.S. (2004).Seni Rupa Modern. Bandung :Rekayasa Sains

  ·  Kurniawati, V dan Ngestiningsih, D. (2013). Kejadian Dan Tingkat Depresi Pada Lanjut Usia: Studi perbandingan di panti wreda pemerintah dan panti wreda swasta. Jurnal Media Medika Muda Artikel Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Hal 122-245

  ·      Malchiodi, C. A. (2007). The Art Therapy the Source. New York :Mc Grow Hill

·         Maslim, R. (2004). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III). Jakarta:     FK Jiwa Unika Atmajaya

·      Menzel, J. C. (2008). Depression In The Elderly After Traumatic Brain Injury:A Systematic Review. 22(5): 375–380

·       Mondimore, F.M (2006). Depression, The Mood Disease. 3rd ed. Baltimore: The Johns Hopkins University Press

·      Moschini, L. B. (2005). Drawing The Line. Art therapy With the Difficult Client. New jersey: Jhon Willey & Sons, inc

·      Mukhlis, A. (2011). Pengaruh Terapi Membatik Terhadap Depresi pada Narapidana. Psikoislamika.Jurnal Psikologi Islam. Lembaga Penelitian Pengembangan Dan Keislaman (LP3K) Vol.8.No 1. Hal 99-116

·      Nevid, J.S., Rathus, S.A., dan Greene, B. (2005). Psikologi Abnormal: Jilid I Edisi Kelima (Terjemahan). Jakarta: Erlangga.

·         Notoadmodjo, S. (2005). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

·         Rubin, A.J. (2005). Artful  Therapy. 2th  Edition. New Jersey: Jhon Willey & Sons.inc

·     Satiadarma, P. M. (1997). Manfaat Menggambar Bagi Anak-Anak: Gambaran Umum Dampak Positif Menggambar Bagi Perkembangan Anak. Jurnal Ilmiah Arkhe. No 3. Hal  25-30

·         Santrock, J.W. (2011). Adolescence: Edisi Keenam (Terjemahan). Jakarta: Erlangga

·         Saputri, M.A.W& Indrawati, E.S. (2011). Hubungan Antara DukunganSosial Dengan Depresi Pada Lanjut Usia Yang Tinggal Di Panti Wreda Wening Wardoyo Jawa Tengah. Jurnal Psikologi UNDIP. Vol.9, No.1. Hal 65-72

·       Sternberg, R. J. (2008). Psikologi Kognitif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

·    Soejono,   C.H. (2000). Pedoman   Pengelolaan   Pasien   Geriatri.  Jakarta:   Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI

·     Tridjata S.C & Piliang, Y.A. (2014). Muatan Terapeutik dalam Ragam Gaya Ekspresi Seni Lukis Penyandang Psikosis. Mudra. Vol.29.No.1. Hal 189-203

·         Wilkinson, G. (1992). Depresi. Jakarta: Arcan

·         Wisnujadmika. (2011). Modul Seni Rupa. http://wisnujadmika.wordpress.com


https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id