Eksekusi Mati, Seharusnya Pemerintah Australia Dan Brazil Menghormati Hukum Di Indonesia

  • 05 Maret 2015
  • 5874

Presiden Jokowi sama sekali tidak terpengaruh oleh protes berbagai negara soal eksekusi mati pengedar narkotika. Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menerima putusan penolakan grasi yang diajukan oleh tersangka. Seharusnya Pemerintah Australia dan Brazil menghormati hukum yang ada di Indonesia tidak malah mencampuradukan ranah hukum dengan ranah yang berbeda.

Dr. Fajar Sugianto, SH., MH ketua Unit Konsultasi dan Bantuan Hukum (UKBH) Fakultas Hukum UNTAG Surabaya melihat dari pespektif hukum jika khasus itu tidak dicampuradukan politik dan sebaginya, salah satu penidanaan dalam bentuk hukuman mati salah satunya adalah untuk tujuan penjeraan.

“ Dengan hukuman mati ini diharapkan si pelaku yang sudah diputus bersalah dengan hukuman mati bisa menumbuhkan efek jera. Sehingga membuat orang lain kapok dengan harapan tidak ada pengulangan-pengulangan yang sama di kemudian hari. Disi lain kita juga harus memperhatikan  bahwa di Indonesia salah satu hak fundamental adalah hak untuk hidup, berbeda dengan negara lain adalah hak fundamental untuk mati. Jadi keduanya memang jauh berbeda, bagaimana di negara kita tidak mengakui hak untuk mati sebagai salah satu hak fundamental, tetapi pada pelaksanaanya kita kok bisa melaksanakan eksekusi mati. Ini memang merupakan salah satu pro kontra masalah klasik yang sulit terselesaikan. Mungkin salah satu pertimbangan pemerintah tetap melaksanakn hukuman mati, mengingat ini adalah masalah narkoba yang nanti ujung-ujungnya akan menyangkut kedaulatan negara,” tambah Fajar.

Lanjutnya, “ Narkoba baik secara pelan-pelan maupun secara cepat akan menghancurkan atau melemahkan kedaulatan negara kita. Apapun perspektifnya, tujuan penghukumannya, kalau dengan pelaksanaan hukuman mati ini bisa mencapai tujuannya secara efektif maka ya boleh-boleh saja, tetapi yang perlu dipertanyakan apakah dengan dilaksanakan hukuman mati ini dampak dikemudian hari itu lebih besar dibandingkan dengan hukuman seumur hidup. Jadi para penegak hukum harus bisa memilah dan memilih, tidak serta merta hukuman itu bisa maksimal,”

Fajar menyayangkan sikap Perdana Menteri Australia Tony Abbott yang mengungkit-ungkit bantuan negaranya untuk membantu korban tsunami Aceh pada 2004 silam. Ini merupakan bagian dari cara Abbot menekan pemerintah Indonesia agar tidak mengeksekusi mati dua sindikat narkoba asal Australia, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan.

“ Seharusnya pemerintah Australia bisa mengalisis masalah lebih jauh, bahwa lokus dan tempusnya di Indonesia dan ini merupakan kewenangan murni pemerintah Indonesia beserta badan-badan kewenangan hukum. Maka apapun yang diputusankan oleh lembaga peradilan hukum Indonesia maka Negara-negara lain harus ikut menghormati. Alangkah bagusnya jika pemerintah Australia itu menempuh upaya hukum yang disediakan oleh Indonesia tidak malah lari ke ranah politik yang keduanya tidak ada sangkut pautnya dengan masalah yang terjadi dan itu tidak bisa diikutsertakan. Kita adalah negara hukum yang menjunjung tinggi supremasi hukum, Negara-negara lain harusnya melihat dasar hukum kita dan fondasi kita. Sehingga jika ada permasalahan harus diupayakan dengan jalur hukum, tidak mencampuradukan ke ranah masalah yang berbeda,” ucap Fajar.

Mengenai kejadian mengejutkan yang dialami duta besar (Dubes) RI untuk Brasil yang baru, Toto Riyanto. Pemerintah Brasil menolak surat kepercayaan atas nama dirinya. Kejadian tersebut tentu saja dinilai sebagai upaya mempermalukan Indonesia. Pemerintah Indonesia pun bereaksi keras atas insiden tersebut.

“ Tindakan pemerintah Brazil itu menurut saya suatu tindakan mencari pengakuan saja seolah-olah pemerintah Brazil melindungi semua warga negaranya. Saharusnya kalau memberikan pelindungan hukum, salah satu bentuk perlindungan hukum kepada warganya seperti meningkatkan kesadaran hukum. Alangkah baiknya negara Brazil dan Australia ataupun negara-negara lain itu mendidik warganya jika ketahuan memakai narkoba di Indonesia akan mendapat hukuman seperti ini, seperti itu. Sekali lagi ini merupakan ranah hukum yang berbeda, jadi jangan dicampurkan adukan masalah hukum dengan masalah non hukum. Dan, langkah yang diambil oleh pemeritah Indoensia menarik dubes untuk Brazil adalah langkah yang tepat agar pemerintah Brazil lebih sadar hokum bahwa khasus ini merupakan ranah yang berbeda,” tutup Fajar.


https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id