Hukum Investasi Dalam Peningkatan Penanaman Modal Di Indonesia

  • 23 April 2015
  • latifah
  • 5957

Suradiyanto, SH, M.Hum., berhasil menyelesaikan Program Doktor Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya kemarin (22/04/2015),  disertasinya yang diajukan adalah “ Pembanguan Hukum Investasi Dalam Peningkatan Penanaman Modal Di Indonesia  ”

Dalam disertasinya Suradiyanto memaparkan dua kesimpulan, pertama : Bentuk penyempurnaan pembangunan hukum investasi di Indonesia yang sesuai dengan tatanan global dimulai dengan undang-undang nomor 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing (PMA) dan undang-undang nomor 6 tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negri (PMDN), yang kemudian dilanjutkan dengan diterbitkannya keputusan presiden nomor 29 tahun 2004 tentang penyelangaraan penanaman modal dalam rangka penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negri (PMDN) melalui sistem pelayanan satu atap. Bentuk rekontruksi terhadap undang-undang penanaman modal dengan diterbitkannya undang-undang nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal dalam negri dan penanaman modal asing. Instansi yang berwenang untuk mengkoordinasi pelaksanaan investasi di Indonesia adalah badan badan koordinasi penanaman modal (BKPM). Pertimbangan ditunjuknya BKPM sebagai satu-satunya intansi pemerintah yang menangani kegiatan penanaman modal dalam rangka PMA dan PMDN adalah dalam rangka meningkatkan efektifitas dalam menarik investor berinvestasi di Indonesia. Oleh karena itu, dengan adanya pelayanan satu atap dimaksudkan bahwa penyelenggaraan penanaman modal terdiri atas kebijakan dan perencanaan pengembangan penanaman modal, dan pengelolaan sistem informasi penanaman modal. Pelayanan persetujuan, perizinan dan falisitas penanaman modal dalam rangka PMA dan PMDN  dilaksanakan oleh BKPM, berdasarkan pelimpahan kewenangan dari mentri/kepala lembaga non departemen yang membina bidang-bidang usaha penanaman modal yang bersangkutan melalui sistem pelayanan satu atap.

Kedua : Hambatan penyempurnaan pembangunan hukum investasi dalam upaya pelaksanaan peningkatan penanaman modal di Indonesia terjadi karena adanya ketidaksingkronan hukum investasi yang diterbitkan oleh pemerintah pusat dengan perundang-undangan yang berkaitan dengan otonomi daerah. Ketidaksingkronan tersebut terjadi baik secara vertical yaitu munculnya ketidaksingkronan keputusan mentri investasi/kepala BKPM dengan keputusan presiden nomor 29 tahun 2004 tentang sistem pelayanan satu atap, sedangkan ketidaksingkronan secara horizontal terjadinya pertentangan antara undang-undang nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal dengan undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Adapun peningkatan penanaman modal di Indonesia dapat dilihat dari adanya keunggulan komparatif (comparative advantage) yang dimiliki oleh Negara Indonesia. Keunggulan komperatif itu antara lain adanya stabilitas ekonomi dan politik, kemudian dan relatif murahnya memperoleh factor produksi yang berupa tenaga kerja dan sumber kekayaan alam yang melimpah. Namun keunggulan komperatif tersebut masih harus didukung oleh keunggulan kompetitif yang umumnya dimiliki oleh investor asing. Seperti penguasaan akses ke pasaran internasional, distribusi manajemen dan pengalaman usaha. Keunggulan tersebut diperoleh dalam bentuk penguasaan terhadap intangible assets, seperti merek (trade mark), hak cipta (copy right) dan pengetahuan teknologi (knowledge). Hal lain yang menarik dalam undang-undang penanaman modal adalah dicantumkannya sejumlah asas yang menjiwai norma yang ada dalam undang-undang penanaman modal. Di era globalisasi ini penerapan tata kelola perusahaan yang baik sudah menjadi acuan berbagai pihak dalam memberi layanan publik maupun dalam menjalankan aktivitas bisnis. Adapun prinsip dasar yang terkandung dalam tata pemerintahan dan tata kelola perusahaan yang baik, satu di antaranya adalah adanya kepastian hukum.

Adapun rekomendasi Suradiyanto dalam penelitiannya petama adalah karena banyaknya kendala yang muncul sehubungan dengan aplikasi penanaman modal khususnya penanaman modal asing, memberikan gambaran nyata betapa tidak mudahnya menarik minat penanam modal untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Tersedianya berbagai infrastruktur yang cukup memadai bukanlah jaminan utama untuk dapat menarik modal tersebut tetapi diperlukan pula berbagai insentif guna mendorong apliksi penanaman modal asing agar dapat mengeliminasi setiap kendala yang muncul dan menjadi factor penghambat dalam menarik minat modal asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Kedua, Arus penanaman modal (asing) ke suatu Negara biasanya sangat dipengaruhi oleh iklim investasi yang cukup kondusif seperti adanya stabilitas politik dan keamanan, sumber daya alam yang melimpah, tenaga kerja yang terampil, kebijakan ekonomi dan keuangan yang terbuka dan berorientasi pasar. Di samping perlindungan atas kepentingan investor asing, hal yang tak kalah pentingnya dalam menciptakan iklim penanaman modal (asing) yang sehat adalah bentuk-bentuk promosi yang ditawarkan oleh host country. Bentuk-bentuk promosi tersebut juga dapat beragam bentuknya, baik bentuk-bentuk insentif pajak maupun non pajak. Dalam praktiknya dilakukan perjanjian-perjanjian bilateral antaranegara menyangkut upaya promosi dan perlindungan terhadap kegiatan penanaman modal (asing). Indonesia sendiri perlu mendatangi berbagai perjanjian bilateral menyangkut promosi dan perlindungan di bidang penanaman modal dengan banyak Negara.   


https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id

N. S. Latifah

Redaksi yang malang melintang di bidang jurnalisme