Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Mantan Direktur utama PT Panca Wira Usaha (PWU Dahlan Iskan mendapatkan vonis dua tahun dengan tahanan kota dan denda Rp 100 juta subsider dua bulan kurungan penjara, Jumat (21/4/2017). Hakim Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya M Tahsin menyatakan bahwa Dahlan terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dalam pelepasan aset PT PWU di Kabupaten Tulungagung dan Kediri.
Menurut pengadilan pelepasan aset PT PWU di Kabupaten Tulungagung dan Kediri yang dilakukan Dahlan Iskan terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama sebagaimana disebutkan dalam dakwaan subsider Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun demikian, majelis hakim menyatakan Dahlan Iskan tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer, yakni Pasal 2 Undang-Undang RI Nomor 20/2001.
Hakim Ketua M Tahsin menganggap Dahlan Iskan melakukan korupsi gara-gara tidak mengecek teknis penjualan aset yang membuat orang lain maupun korporasi merasa diuntungkan. Karena itu, hakim menganggap Dahlan terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan Dahlan melakukan kesalahan karena sebagai direktur utama (dirut) PT PWU tidak melakukan pengawasan, monitoring, dan mengikuti perkembangan penjualan aset di Kediri dan Tulungagung.
Sementara itu, menurut Kepala Unit Konsultasi dan Bantuan Hukum (UKBH) Fakultas Hukum UNTAG Surabaya Dr. Fajar Sugianto, SH.,MH, hukum pidana dan hukum perdata di Indonesia merupakan sistem yang menjadi satu kesatuan hukum, yang tidak dapat berdiri sendiri apalagi dalam hal pelaksanaan dan tata kelola perusahaan.
“Perusahaan dalam melakukan penjualan aset harus berdasarkan kewenangan dan mempertimbangkan keberlangsungan perusahaan kedepan yang lebih baik. Selain itu, juga melalui mekanisme yang tepat, yaitu melalui rapat pemegang saham dan sebagainya,” katanya.
Dosen yang memiliki keahlian di bidang Teknik Percangan Kontrak, Hukum Kekayaan Intelektual, dan Hukum Kepailitan ini menyebutkan, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memang sangat rigid. Dalam hal ini Dahlan Iskan dinyatakan bersalah, karena diduga melakukan korupsi dengan memperkaya atau menguntungkan orang lain.
“Menurut pengadilan Dahlan Iskan tidak terbukti mencari keuntungan secara pribadi, yang dipermasalahkan yakni pelepasan aset daerah yang diduga menguntungkan orang lain. Tetapi, yang perlu digaris bawahi dalam pelaksanaan perusahaan pasti mempertimbangkan untung dan rugi,” jelas Dr. Fajar.
Lebih lanjut dia berharap, alangkah baiknya jika hukum bisa melihat kemanfaatan atau mempunyai nilai guna yang lebih besar bagi masyarakat. Jika dalam sebuah kasus tidak ada keceradaan publik maka jangan sampai hukum pidana dipaksakan untuk melakukan kriminalisasi.
“Aparat penegak hukum seharusnya bisa membedakan mana yang masuk ranah perdata yang tidak bisa diintervensi dan pidananya. Sudah jelas dalam hal kegiatan usaha, hukum yang berlaku adalah hukum privat yang tidak bisa diintervensi orang lain,” pungkasnya.