Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Indonesia akan segera memasuki suatu era yang belum pernah dialami sejak kemerdekaan 72 tahun yang lalu yaitu era bonus demografi. Menurut Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Politeknik 17 Agustus 1945 Surabaya Ir.Richardus Widodo, MM, era bonus demografi ditandai dengan jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dibandingkan dengan penduduk usia tidak produktif.
Menurut BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) bonus demografi adalah suatu periode terjadinya ledakan penduduk usia produktif dimana jumlah penduduk usia 15-64 tahun mencapai 70%, sedangkan sisanya sebanyak 30% merupakan penduduk yang tidak produktif (usia 14 tahun ke bawah dan usia di atas 65 tahun). Era tersebut diprediksi mulai berlangsung sekitar tahun 2020 dan mencapai puncaknya pada tahun 2030. Sedangkan menurut data Badan Pusat Statistk (BPS) juga menunjukkan dependency ratio di Indonesia sebesar 50,5 pada tahun 2010, artinya setiap 100 orang usia produktif menanggung sekitar 50,5 orang tidak produktif.
“Berdasarkan data BPS dependency ratio tersebut diperkirakan bakal terus menurun hingga 46,9 pada tahun 2030, maka dari periode 2010-2030 dinilai menjadi momen penting untuk melesatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Indonesia mempunyai potensi untuk memanfaatkan bonus demografi baik secara nasional maupun regional. Penduduk usia produktif Indonesia menyumbang hampir 39% dari total penduduk usia produktif di ASEAN,” kata Richardus kepada warta17agustus.com, Selasa (2/1/2018).
Menurut dia, tingginya jumlah dan proporsi penduduk usia kerja Indonesia selain meningkatkan angkatan kerja dalam negeri juga membuka peluang untuk mengisi kebutuhan tenaga bagi negara-negara yang proporsi penduduk usia kerjanya menurun seperti Singapura, Korea, Taiwan, Jepang dan Australia.
“Bonus demografi harus diupayakan sekuat tenaga dan diarahkan dengan kebijakan yang tepat, seperti menyiapkan kualitas sumber daya manusia yang akan masuk ke dunia kerja, menyiapkan keterampilan, dan kompetensi tenaga kerja serta kebijakan ekonomi dalam menciptakan lapangan kerja, flesibilitas pasar tenaga kerja, keterbukaan perdagangan dan menggenjot dana masyarakat dari tabungan serta dukungan infrastruktur logistik,” ujar Richardus.
Persaingan global, kata dia, juga akan terus meningkatkan persyaratan bagi calon tenaga siap pakai. Tenaga-tenaga terampil dari luar negeri, khususnya dari wilayah ASEAN sendiri akan membanjiri pasar tenaga kerja Indonesia, jika Indonesia tidak siap menghadapi tren global ini. Selain itu, pendirian dan pembangunan sekolah vokasi merupakan langkah penting pihak swasta yang harus diapresiasi oleh pemerintah.
“Mari kita songsong bonus demografi dengan meningkatkan skill dan attitude calon tenaga kerja kita dengan studi di sekolah-sekolah vokasi atau Politeknik,” tutupnya.