Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Terhitung mulai Januari 2017, seluruh siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Jawa Timur harus membayar SPP. Hal itu terkait dengan pengambilalihan kewenangan SMA/SMK dari pemerintah Kabupaten/ Kota ke pemerintah Provinsi.
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hamid Muhammad menegaskan, terkait pengambil alihan SMA dan SMK ke Dinas Pendidikan tingkat provinsi bukan sesuatu hal yang luar biasa. Kewenangan aset yang sebelumnya dipegang pemerintah Kabupaten/ Kota tetap milik negara.
“Negara dalam hal ini Kementerian Keuangan masih akan tetap menjadi pihak yang bertanggungjawab atas aset tersebut,” ujar Hamid dikutip dari serambimata.com.
Menurut Hamid, pengalihan kewenangan ini pada dasarnya agar pemerintah daerah bisa lebih fokus. Pemerintah kabupaten/kota dapat lebih fokus membenahi pendidikan dasar, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Masyarakat (Dikmas). Pemerintah kabupaten/kota diharapkan bisa mengurusi ini secara optimal dan maksimal.
Sementara pemerintah provinsi dapat lebih memprioritaskan pendidikan menengahnya. Selain itu, pemprov juga diharapkan bisa menuntaskan program yang dicanangkan pemerintah pusat, yakni Wajib Belajar (wajar) 12 Tahun.
Menyikapi kebijakan tersebut, dosen FISIP UNTAG Surabaya, Dr. Achludin Ibnu Rochim,SH.,M.Si mengatakan, pengambilalihan kewenangan pengelolaan pendidikan dari kabupaten/ kota ke pemerintah provinsi sebagai pelaksanaan Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
“Ada bidang-bidang yang tidak diberikan kepada pemerintah daerah, yaitu politik manca negara, pertahanan, keamanan, yustisi, agama, moneter dan fiskal,” kata Dr. Achludin kepada warta17agustus.com di kantornya, Senin (16/1/2017).
Pemerintah pusat, lanjut alumnus doktor Ilmu Administrasi UNTAG Surabaya itu, tidak mungkin bisa mengelola pendidikan di seluruh Indonesia, karena memiliki keterbatasan terutama sumber daya, sehingga provinsi secara hukum pada hari ini merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah pusat. Menurut teori azas pembantuan, maka tepat apabila pendidikan dikelola provinsi, ketika ada hal-hal yang sifatnya merubah karakter nation building akan lebih mudah dilakukan oleh pemerintah pusat.
“Kalau kewenangan itu dititikberatkan kabupaten/ kota dengan karakter dan seleranya masing-masing, maka nation building sulit terbentuk,” tambahnya.
Dr. Achludin melihat pengambilalihan kewenangan pengelolaan SMA/ SMK dari Kabupaten/ Kota oleh Provinsi juga mempunyai kelemahan terutama pada anggaran.
“Ketika pendidikan pada tingkat Kabupaten/ Kota bisa dilaksanakan dengan baik, SPP bisa gratis. Begitu ditarik ke Provinsi, warga negara harus membayar,” katanya.
Dampak lain yang sekarang dihadapi oleh Kabupaten/ Kota dengan ditariknya pengelolaan pendidikan ke Provinsi adalah Kabupaten/ Kota kesulitan memenuhi kebutuhan lokalnya, karena distandarkan dilevel Provinsi. Provinsi meliputi banyak Kabupaten/ Kota yang tentunya mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda, karakteristik yang berbeda, dan nilai-nilai yang dimiliki juga beda.