Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Hari itu, tanggal 17 Agustus 1945, masih dalam suasana pagi. Atas nama bangsa Indonesia, Bung Karno membacakan proklamasi kemerdekaan negara baru, Republik Indonesia, bertempat di Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Segera setelah membacakan proklamasi kemerdekaan itu, Soekarno berkata: ‘’Demikianlah, saudara-saudara! Kita sekarang telah merdeka! Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah-air kita! Negara Merdeka, Negara Republik Indonesia, merdeka kekal dan abadi.’’
Tanpa terasa Indonesia akan menginjak usianya yang ke 73 tahun pada tanggal 17 Agustus 2018 mendatang. Sebagai sebuah bangsa, Indonesia mengalami perjalanan panjang untuk bisa merdeka, berdiri sejajar dengan negara-negara lain didunia.
Dalam perjalanan kemerdekaan dan ketatanegaraan, kita tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Lantas, darimana kah gagasan dan asal-usul Indonesia?
Dalam menguak ‘’asal usul bangsa Indonesia’’, Robert Edward Elson dalam bukunya yang berjudul ‘’The Idea of Indonesia’’ menjelaskan, bahwa gagasan Indonesia pertama kali digagas oleh pelancong dan pengamat sosial asal Inggris, George Samuel Windsor Earl pada tahun 1850.
Saat itu Earl sedang mencari istilah etnografis untuk menjabarkan cabang ras Polinesia yang menghuni Kepulauan Hindia. Pada saat itulah muncul kata Indu-nesians. Namun demikian usai menciptakan kata tersebut Earl langsung membuangnya karena dianggap terlalu umum. Earl kemudian menggantinya dengan kata Malayunesians. Namun demikian seorang rekan Earl, James Logan menilai, bahwa kata Indu-nesians lebih tepat sebagai istilah geografis bukan etnografis. Dengan membuat perbedaan secara geografis dan etmografis, Logan menjadi orang pertama yang menggunakan nama Indonesia.
Seiring dengan berjalannya waktu, Adolf Bastian, seorang ahli etnografi terkenal asal Jerman menggunakan istilah ‘’Indonesia’’ dalam buku kelimanya yang berjudul ‘’Indonesian order die Inseln des Malayischen Archipel’’, terbit pada tahun 1884-1894. Sejak saat itulah nama Indonesia mulai dikenal luas.
Odisseus dan Odissei
Perang Troya telah selesai. Gemuruh pertempuran berganti dengan sunyinya batin yang rindu akan kampong halaman. Demikianlah sebuah cerita dari mitologi Yunani. Untuk jalan pulang, pada umumnya, para pahlawan memilih jalan yang telah mereka lewati sewaktu mereka berangkat ke medan pertempuran. Jalan yang sudah mereka kenal, yang tidak akan menimbulkan banyak persoalan, yang aman dan menenteramkan.
Ada seorang yang tidak. Ia bernama Odisseus dari Ithaka. Ia sama dengan yang lain, ingin lekas pulang, lekas ketemu dengan isterinya, Penelope. Tetapi ada sesuatu yang menggoda dirinya. Ia telah banyak mendengar adanya jalan lain, jalan yang sama sekali belum dikenal. Jalan laut! Begitu ia menyatakan niatnya, tentu saja banyak terdengar suara jangan! Kau akan tersesat, Odissues! Di perjalanan pasti akan berjumpa dengan Sirene. Itu makhluk yang berbadan perempuan, pandai merayu, rupanya cantik, dan suaranya merdu. Tidak ada manusia yang tahan akan panggilannya, godaannya, dan jika menurutinya, habislah riwayatmu. Odisseus! Jangan! Belum lagi aliran-aliran laut yang bersimpang siur, angin yang menerkam datang dari berbagai arah, lalu mentaufan ke berbagai jurusan dengan kekuatan yang dahsyat. Tidak mungkin kau akan selamat. Lewatlah jalan biasa seperti para pahlawan yang lain. Jalan yang aman, jalan orang kebanyakan.
Odisseus si penemu Kuda Troya — muslihat yang memenangkan peperangan– tidaklah gentar. Ia seorang yang cerdas dan tabah. Semua pendapat ia dengarkan, tetapi mata batinnya mengarah ke lautan. Ke cakrawala yang ada di jauh itu, ke jalan yang baru, yang masih harus dijelajahi. Di belakangnya perang Troya telah dilewati, ia tidak begitu tertarik pada rebutan harta dan pesta pora kemenangan. Semua itu telah ia kenal. Mata batinnya ke wilayah yang belum ia kenal, ke Terra Incognita, yang seakan-akan menantang dirinya. Beranikah ia menghadapinya?
Odisseus memutuskan untuk mengambil jalan laut. Ia percaya akan dirinya. Tatkala hendak melewati daerah Sirene, di tengah mengamuknya ombak, ia minta pada anak buahnya, agar diikat pada tiang kapal. Ia ingin mendengarkan rayuan makhluk-makhluk itu, tanpa bisa ditarik oleh mereka. Dan ia bisa tertawa, penuh gairah, yakin dirinya tak terkalahkan, karena memiliki akal, berteriak: ‘’Hai Sirene, ini Odisseus dari Ithaka!’’ Dan ia selamat melewati daerah Sirene, melewati godaan dan rayuan yang meluluhkan hati pahlawan yang mana pun kecuali dirinya.
Selanjutnya, ia berhadapan dengan golongan Siklops, raksasa yang kuat dan ganas bermata satu. Dikicuhnya raksasa-raksasa itu, sehingga ia lepas dari cengkeraman dan ancaman mereka. Lagi-lagi ia menyatakan: ‘’Ini Odisseus dari Ithaka!’’
Akhirnya, setelah mengalami berbagai derita dan cobaan, sampailah ia kembali di istananya. Ini, Odisseus dari Ithaka! Ini manusia yang sanggup menghadapi kau, hai Sirene! Ini manusia yang sanggup menghadapi kau, hai Siklops! Ini manusia yang berani menghadapi Terra Incognita.
Suatu perjalanan yang hebat. Suatu cerita, suatu lambang, dari khasanah Yunani kuno. Jika kita berbicara tentang masalah yang semacam ini, suatu usaha atau perjalanan guna menembus, menjelajahi suatu wilayah atau keadaan yang belum dikenal, diberilah nama Odissei. Odisseus setelah odissei-nya menjadi manusia yang lain, ia menjadi lebih matang, lebih mampu sebagai manusia. Perjalanannya membuka pengetahuan, pengertian, dan kesempatan bagi banyak orang yang ada di belakangnya.
Lambang Odissei
Odissei merupakan lambang penjelajahan alam keduniawian. Dapat dibayangkan, betapa hebat proses perjalanan itu. Dapat pula dikatakan, bahwa Odisseus telah menjadi lambang pengembaraan manusia menemukan dunianya. Dunia yang nyata, sehingga manusia mampu merubah keadaan sekelilingnya. Menemukan manusia dan kemanusiaan.
Kita masih saja ber-odissei. Kita masih saja menjelajah alam kemerdekaan, dan masih banyak persoalan yang belum sepenuhnya dapat dimengerti. Dalam perjalanan ketatanegaraan, kita tetap ber-odissei sesuai dengan cita-cita dan jati diri bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
Penulis : Soetanto Soepiadhy Dosen Untag Surabaya dan Pendiri ‘’Rumah Dedikasi’’ Soetanto Soepiadhy
Redaksi yang malang melintang di bidang jurnalisme