Langkah Pemerintah Memblokir 22 Situs Islam Terlalu Tergesa-Gesa & Represif

  • 24 April 2015
  • 5864

Kepala Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum (FH) Untag Surabaya, Dr. H. Slamet Suhartono, SH., MH, menilai kebijakan pemblokiran 22 situs Islam yang diduga berisi paham radikal oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melalui usulan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terlalu tergesa-gesa dan represif.

Menurut Slamet Suhartono, jika pemerintah ingin mengontrol kebebasan informasi masyarakat itu boleh-boleh saja, tetapi tidak kemudian sepihak diblokir karena situs itu ada yang memiliki. Indonesia adalah negara demokrasi, punya undang-undang tentang keterbukaan informasi publik. “ Bahkan situs-situs yang diblokir tersebut juga menyebarluaskan informasi dan itu juga baik untuk pendidikan masyarakat, agar masyarakat waspada masalah ISIS, pornografi, pornoaksi dan banyak sekali yang bisa diakses untuk pembelajaran bagi masyarakat, bahwa pembelajaran itu bisa dilakukan tidak hanya di lembaga-lembaga formal,” kata Slamet Suhartono.

Lanjut Slamet Suhartono, kebijakan pemerintah memblokir tanpa sepengetahuan pemiliknya, menurutnya itu terlalu tergesa-gesa dan represif. “ Apakan betul situs-situs tersebut memuat konten yang radikal seperti anggapan dari pemerintah seperti yang menyebarkan paham ISIS dan anti non-islam. Artinya apa, harus dilakukan dengan hati-hati, diskusi dengan pemilik situs, tokoh ulama, dan tokoh masyarakat yang paham dengan situs-situs itu,”

Seharusnya pemerintah, kata Slamet Suhartono, harus membuat regulasi yang bisa mengontrol atau mengantisipasi yang tidak mematikan kebebasan informasi. Jika pemblokiran dilakukan secara sepihak itu kesannya pemerintah  seperti membatasi masyarakat untuk mendapatkan kebebasan informasi.

“ Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik dan itu dijamin oleh HAM. Ketika situs-situs itu diputus maka hak masyarakat hilang, bahkan harus diingat bahwa kebebasan informasi merupakan bagian dari sistem demokrasi. Jika ditutup maka bisa dikatakan kurang terbuka karena pemerintah terlalu takut, seharusnya memang dibuat sebuah regulasi,” Tutup Slamet Suhartono.


https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id