Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Setelah membutuhkan waktu selama 3 tahun sejak 2011 Politeknik 17 Agustus 1945 (Politag) Surabaya akirnya resmi di buka pada bulan September 2014 melalui SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 377/E/O/2014 tanggal 3/9/2014 tentang Ijin Pendirian.
“Proses pendirian Diplomatika (D3) Politag ini membutuhkan waktu selama 3 tahun dari 2011, dan alhamdulillah SK dari menteri pendidikan dan kebudayaan turun kemarin. Prodi di Politag ada 3, yaitu: Teknik Manufaktur, Teknik Listrik Industri, dan Teknik Industri Pertanian,†kata I Made Kastiawan, ST, MT selaku Direktur Politag (9/10/2014).
Drs. Ec. Mangapul Silalahi, MM, ketua Yayasan Perguruan 17 Agustus 1945 Surabaya juga berpendapat “Melihat perkembangan kebutuhan masyarakat pendidikan vokasi memang sudah harus dikembangkan, maka Yayasan Perguruan 17 Agustus 1945 Surabaya mendirikan Politag Surabaya. Pendidikan vokasi berbeda dengan pendidikan akademik lainnya. Pendidikan vokasi yang kami buka dengan harapan lulusannya bisa menciptakan lapangan kerja, yang belum bisa menciptakan lapangan kerja bisa menumbuhkan percaya, tetapi tujuan utamanya memang lulusannya yang mampu menciptakan lapangan kerja,â€
Penerapan Pendidikan vokasi dalam proses belajar mengajar kurikulum kemampuan Skill 60% skill dan teori 40 % berbeda dengan reguler 80-90% teori dan 20-10% praktek.
Menurut Made mengembangkan kinerja dalam bekerja, orang bekerja tidak hanya mencetak orang yang berfikir tentang konsep saja tetapi skill juga sangat dibutuhkan, misalnya dalam suatu struktur organisasi industri, konseptornya cukup satu tetapi yang bekerja harus banyak. Pasukan yang di depan adalah orang pekerja dan pekerja yang dibutuhkan adalah skill. Di Politeknik disamping skill yang dibangun juga diberikan teori sehingga skillnya tidak ngawur.
Korea adalah salah satu bangsa yang mampu bangkit dari keterpurukan dengan cara membangun sekolah-sekolah berbentuk vokasi tidak berbentuk akademik. Dengan adanya lembaga pendidikan vokasi Korea mampu membuat berbagai macam teknologi. Padahal Korea pada tahun 60-an kondisinya lebih buruk dibandingkan Indonesia karena korea menciptakan orang-orang yang mampu bekerja dengan baik.
“Permasalahan di Indonesia terbalik. Pendidikan akademik jauh lebih banyak dibandingkan vokasi, sehingga Indonesia menghantarkan orang-orang yang berfikirnya luar biasa. Itu bisa kita lihat sekarang sejauh mana orang Indonesia mampu menciptakan teknologi. Saya yakin itu merupakan hasil dari pendidikan karena ilmu yang diberikan sebatas ilmu dan teori bukan bagaimana mengerjakan, melakukan dan menciptakan. Sekarang ini yang harus dibangun adalah para pekerja dengan memberikan skill yang banyak sehingga menghasilkan pekerjaan yang bagus karena ilmu dan skillnya. Saya yakin Politeknik ini suatu saat akan leading karena bangsa ini membutuhkannya. Tantangan berat lembaga pendidikan vokasi yaitu pemahaman masyarakat yang masih menganggap bahwa orang-orang yang sekolah di vokasi dinyatakan sebagai kelas dua, tidak lebih pintar sekolah di lembaga pendidikan akademik. Pemahaman seperti Itulah yang menyebabkan pendidikan vokasi kurang begitu diminati. Tantangan kedua adalah masih adanya beberapa industri yang merekrut sarjana saja dari lulusan universitas dan institut. Mudah-mudahan suatu saat pemikiran itu berubah, †lanjut Made.
Dari survey I Made Kastiawan lakukan ke beberapa industri, ternyata industri sudah mulai melihat orang-orang pekerja. Industri mulai menyadari butuh orang Politeknik karena paling tidak 50% skill pekerjaan yang akan dikerjakan sudah dimiliki oleh orang-orang Politeknik dibandingkan orang-orang dari pendidikan akademik karena setelah masuk kerja membutuhkan ditraining terlebih dulu.
Politeknik juga sarjana, yaitu D3 dengan gelar Ahli Madya, D4 dengan gelar Sains Teknik, S2 dengan gelar Magister Sains Terapan dan s3 dengan gelar Doktor Sains Terapan. Jadi sekarang level Politeknik dengan universitas itu sama hanya saja wilayah pemahamannya yang berbeda jika Politeknik lebih banyak pemantapan pada skill sehingga mampu menciptakan orang-orang yang mampu bekerja sesuai dengan standard tertentu, sedangkan universitas lebih ke ilmunya dan teorinya.
“Di Surabaya memang banyak Politeknik tetapi untuk tekniknya sedikit yang banyak berbau Manajemen, Informatika, Teknologi Informasi tetapi untuk Teknik Mesin, Teknik Manufaktur, dan Teknik Industri Pangan itu masih sedikit sehingga kompetisi kita tidak teralu besar. Saya yakin Politag surabaya akan berkembang karena jurusan yang dibuka tidak terlalu banyak. Kedua, Politag tidak hanya mencetak lulusan yang akan menjadi pegawai perusahaan tetapi juga mencetak lulusan yang mempunyai kemampuan berwira usaha dengan harapan mereka bisa membuka usaha baru dan itu yang kami inginkan karena suatu negara akan mampu berkompetisi, mampu menjadi negara industri, negara maju dan berkembang di dunia internasional kalau di dalamnya ada minimal 3% pengusaha. Indonesia baru 0,8% pengusaha masih kalah dengan Malaysia dan singapura yaitu sudah hampir 5-6% adalah pengusaha,â€
Politag disamping menciptakan tenaga kerja pada perusahaan dan industri juga lebih mengarahkan mahasiswa menjadi pengusaha dengan memberikan ilmu-ilmu yang mendasari untuk menjadi pengusaha yaitu: Manajemen Keuangan, Pengelolaan, SDM, Ilmu Ekspor Impor dan sebagainya. Selain itu mahasiswa dari awal harus punya bisnis, menjual apapun terserah dan harus mampu menjual sejak semester awal karena seorang pengusaha itu harus mampu menjual produknya.
“Politag tidak kami target sebagai lembaga pendidikan regional atau nasional, kami sudah canangkan menjadi lembaga pendidikan internasional, Insyaallah 4 tahun kedepan sudah masuk ke ranah itu dengan melakukan kerjasama industri dan lembaga pendidikan politeknik di luar negeri dengan cara kurikulum kami mengajarkan bahasa inggris setiap semester. Di semester  1 mengajarkan grammar, dan semester selanjutnya sudah berupa praktis di kelas. Tujuannya setelah lulus mereka mampu berbahasa inggris sehingga bisa berkiprah secara internasional, staff dan dosen pun sama harus bisa berbahasa inggris dengan tujuan bisa menjadi agent dalam melakukan kerja sama dengan luar negeri. Itulah lulusan-lulusan yang kami harapan. Jadi dengan konsep itu saya yakin Politag bisa berkompetensi dengan politeknik lainnya. Kami menargetkan 4 tahun lagi lulusan kami bisa masuk ke perusahaan-perusahaan internasional,†kata Made.
Sebuah konsep yang akan dibangun Politag dan sekarang sudah mulai dirintis. Pertama, tidak hanya menggandeng industri dari luar tetapi akan memiliki industri sendiri contohnya industri makanan, manufaktur dan kelistrikan dsb. Keuntungan yang bisa didapat adalah mahasiswa yang skillnya bagus bisa magang di industri tersebut. Kedua, semua dosen harus mempunyai bisnis yang digandengkan dengan industri di Politag dengan cara penelitian. Hasil dari penellitian tersebut akan diterapkan di industri sehingga dosen dapat royalti dan dapat pengasilan baru. Besar kecilnya royalti yang didapat tergantung sejauh mana produk bisa dipasarkan dimasyarakat. Sehingga dosen tidak sibuk dengan bisnisnya di luar tetapi bisa fokus dengan bisnisnya di dalam, bisa mengajar dengan baik dan bisnisnya berjalan. Yang ketiga, industri ini sahamnya dimiliki oleh semua staff di Politag tujuannya semua warga Politag mendapatkan keuntungan nantinya karena mereka tidak mungkin meneliti dan mereka yang harus standby setiap saat. Dan hali tersebut merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan berdasarkan saham yang mereka miliki.
“Kalaupun staff dan dosen sudah pensiun. Selama industri ini masih berdiri maka mereka masih punya ikatan. Harapannya semua aktivitas bisa bernilai positif karena mempunyai kehidupan di industri tersebut dan mampu memberikan loyalitas yang baik terhadap lembaga pendidikan dan masyarakat,†kata Made menyakinkan.
Keringanan-keringanan yang ada di Politag pada tahun ajaran pertama ini adalah dibebaskan uang gedung dan subsidi uang kuliah. Pendaftar 1-5 dapat potongan 75% uang kuliah, 6-10 dapat 50% dst., dari uang kuliah sebesar 600 ribu. Subsidi tersebut hanya berlaku satu tahun.
“Mungkin akan banyak masyarakat yang bertanya bayarnya kok mahal 600 ribu. Saya rasa 600 ribu standard karena pendidikan vokasi banyak praktek yang membutuhkan banyak material,†tambahnya.