Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Bangunan gedung yang memiliki tingkat keamanan, keselamatan, dan kenyamanan menurut Wakil Rektor II UNTAG Surabaya, Dr. Ir. RA. Retno Hastijanti, MT, maka pada saat mendirikan bangunan harus melakukan ijin prinsip sesuai dengan Peraturan Mentri Pekerjaan Umum No. 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman teknis izin mendirikan bangunan gedung dan Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, hal tersebut berlaku pembangunan gedung baik bagunan gedung rumah tradisional maupun modern.
“Salah satu peraturannya tertuang pada Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung. Adanya undang-undang ini agar masyarakat dalam membangun bangunan atau gedung jangan sampai sembrono,” kata Dr. Hasti kepada warta17agustus.com di kantornya, Gedung A lantai 2, Rabu (7/12/2016).
Menurut pengamatan dosen Teknik Arsitektur itu, selama ini hanya bangunan-bangunan modern saja yang banyak menggunakan standar sesuai undang-undang yang berlaku. Seharusnya dengan dengan adanya Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung ini seluruh masyarakat wajib menerapkannya, baik rumah tradisional maupun modern.
“Agar bangunan gedung aman dikemudian hari dan terwujud sesuai dengan fungsinya , diperlukan peran pemerintah dan lembaga yang memahami prosedur mendirikan bangunan gedung untuk melakukan sosialisasi dan pendampingan langsung kepada masyarakat ,” tambahnya.
Dr. RA. Retno Hastijanti, MT dosen teknik arsitektur yang mendapat tugas dari LPPM UNTAG Surabaya untuk melakukan pendampingan legislasi rancangan peraturan daerah bangunan gedung regional 1 Provinsi Maluku pada tanggal 10-14 November 2016. Pemerintah pusat melalui pemerinta daerah memberikan izin kepada pemilik bangunan untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.
“Bangunan tradisional kita sudah tahan gempa memang, tetapi jika disekitarnya ada bangunan tinggi yang tidak tahan gempa juga sangat mengkhawatirkan,” ujar Dr. Hasti yang juga sebagai tim cagar budaya Pemerintah Kota Surabaya itu.
Selain itu, Dr. Hasti juga menemukan ada bangunan tradisional tahan gempa, tetapi dalam perjalanan waktu dimatikan anti kegempaannya. Hal ini disebabkan karena masyarakat belum mengerti perawatannya, padahal bangunan tradisional termasuk cagar budaya yang harus tetap dijaga dan dilestarikan.
“Ini karena perawatan cagar budaya yang tidak dimengerti, dengan adanya Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung ini, tiap daerah wajib mensosialikan, menjaga bangunan cagar budaya yang green building dan tahan gempa,” pungkasnya.