Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNTAG Surabaya selenggarakan Seminar nasional dengan menghadirkan Puti Guntur Soekarno, Dr. Andik Matulessy., M.Si., Psikolog, dan Agus Prasetyo, SH., M.Hum., sebagai pematari. Kegiatan bertemakan ‘’Menangkal Radikalisme dengan Kebudayaan’’ tersebut bertempat di gedung Graha Wiyata lantai 9, Rabu (21/11/2018).
Wakil Rektor 1 UNTAG Surabaya, Dr. Ir. Muaffaq. A. Jani, M.Eng, dalam sambutanya mengatakan, kegiatan ini merupakan salah satu upaya peningkatan prestasi mahasiswa agar lebih baik dan bisa berkompetisi ditingkat nasional maupun internasional.
‘’Seperti target kedepan, kami, UNTAG Surabaya pada tahun 2020 akan menuju ke 50 besar universitas se Indonesia, maka tentu itu semua butuh dukungan dari segala lini salahsatunya bantuan dari mahasiswa,’’ ucap Dr. Muaffaq.
Dr. Andik Matulessy., M.Si, Psikolog, pemateri seminar, menjelaskan persoalan paham radikalisme dalam beberapa tulisan ada yang menyatakan radikalisme, kelompok garis keras, ekstrimisme. Tetapi dalam konteks yang sering diistilahkan adalah radikalisme, artinya ada sekelompok politisi yang menginginkan perubahan besar secara menyeluruh pada kondisi perpolitikan, namun kemudian digunakan sebagai cara untuk mengungkapkan paham-paham yang kemudian melakukan kekerasan dan melawan Negara.
‘’Berdasarkan kajian dari LIPI menyatakan alasan seseorang menjadi radikal, yaitu pertama, terkait dengan masalah personal yang disebut sebagai ideologi, ada yang mengatakan finansial, ada yang mengkaitkan faktor personal. Faktor personal yang paling kentara itu adalah kemiskinan atau ketidakadilan. Faktor personal menjadi nuansa awal munculnya radikalisme. Faktor kedua yang mempengaruhi radikalisme adalah etika elit politik yang buruk, maksusnya yaitu moralitas elit politik yang buruk baik di media elektronik maupun media social,’’ jelas Ketua PLP UNTAG Surabaya tersebut.
Lebih lanjut, pengurus International Association of Cross Cultural Psychology (IACCP) itu menyampaikan cara menyelesaikan masalah pluralisme, radikalisme dan persoalan yang dianggap sebagai kejahatan yang sangat besar, yaitu dengan kembali pada budaya Indonesia.
‘’Mari kita rayakan hari ini sebagai kepedulian untuk tahu bahwa radikalisme tidak akan pernah mati, ideologi tidak pernah mati, dan yang harus kita lakukan adalah bagaimana membangun keberagaman sebagai sebuah persatuan dan kesatuan,’’ paparnya.
Sementara itu, Puti Guntur Soekarno, juga selaku pemateri menjelaskan, dari hasil riset Wahid Institute dan Fakultas Psikologi UI, bahwa belakangan ini himpitan ekomoni menimbulkan radikalisme, fundamentalisme dan intoleransi.
‘’Sekarang latar belakang ekonomi sudah bergeser, mulai masuk ke strata middle up bahkan sudah mulai masuk pada kalangan elit birokat dan sosialita. Fakta kedua, media sosal menjadi sarana yang ampuh dalam penyebaran paham radikalisme. Dan fakta ketiga, ideologi trans nasional merujuk pada pergerakan ideologi global. Penyebaran dari antar benua dan antar Negara yang bertujuan mengubah jati diri bangsa kita bangsa Indonesia,’’ jelasnya.